Perlu menjadi catatan sebelumnya adalah penulis disini memfokuskan pada subtansi isi tulisan, bukan pada subyek pelaku, karena penulis belum mendapatkan ijin dari yang bersangkutan untuk memuat berita ini. Dan ada kemungkinan suatu saat penulis bisa menceritakan subyek dan obyek yang terjadi di lapangan jika perlu dan jika penulis mendapatkan ijin dari yang bersangkutan. Seorang guru muda (inisial P) ditunda proses sertifikasinya dua kali karena suatu alasan yang kurang jelas. dia bertanya dan berulang kali menanyakan kapan waktu proses sertifikasinya kepada dinas terkait, karena pihak kepala sekolahnya diminta menanyakan sendiri langsung ke dinas setempat. Kenapa yang lebih muda SK pengangkatannya sudah lebih duluan dari padanya, namun tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Pernah terucap dari oknum pejabat PNS waktu itu adalah "apa pekerjaanku cuma ngurusi data kamu tok?".
Mari kita focus pada kalimat di antara tanda petik tersebut. Membentuk karakter profesional seseorang memang tidak mudah, apalagi karakter itu sudah dijiwai bertahun-tahun dalam keseharian pekerjaannya, ironisnya ini banyak terjadi atau dilakukan oleh beberapa pejabat kita yang bertindak sebagai oknum yang mempunyai tujuan tertentu entah untuk kepentingannya sendiri atau memang beralasan sewajarnya. Tapi setidaknya karakter profesionalitas tidak memandang keterbatasan manusianya tapi profesional harus memandang dari kualitas pekerjaannya yang dilakukan semaksimal mungkin, sehingga sangat mungkin bisa selesai tepat waktu atau bahkan selesai sebelum waktunya. Apalagi seorang pejabat atau PNS yang hidup dari amanat rakyat untuk melayani kebutuhan rakyatnya dalam menjalankan tugas sesuai aturan dan semaksimal mungkin. Sehingga ukuran profesionalitasnya adalah melayani rakyat dengan baik dengan indicator tidak ada ketidakpuasan dari layanan tugas yang di embanya.
Apa yang terjadi dengan bangsa Indonesia ini adalah bukan masalah lain kecuali yang pokok adalah masalah pembentukan karakter bangsa yang tidak punya jiwa kebangsaan. Sehingga sangat jauh ketinggalan dengan bangsa lain yang dulunya masih di belakang kita, misalnya Malaysia. Penulis menganggap Malaysia berhasil mendidik jiwa kebangsaan rakyatnya dengan tidak membeda-bedakan akan kebutuhan rakyatnya secara merata, baik miskin atau kaya, di desa atau di pelosok, semua di usahakan mendapatkan pelayanan sama, dan tidak ada yang di anak tirikan, terutama sebagai contoh konkritnya adalah pelayanan yang sama dalam pendidikan (TVOne tayangan 16 agustus 2010). Sehingga kita bisa melihat bahwa Malaysia lebih maju kedepan dalam menghadapi kemajuan jaman dari pada Indponesia karena mereka memang disiapkan dengan pelayanan prima dari Negara dan pemerintah yang ada. Bagaimana dengan bangsa Indonesia..? akankah masih selalu ada survey yang mengatakan bahwa salah satu korupsi terbesar adalah departemen pendidikan?
Ini hanyalah sepenggal kisah yang terjadi di sekitar kita, dan tanpa kita sadari atau tidak kita telah diam dan acuh terhadapnya, entah karena kita tidak tahu atau memang gak mau tahu karena juga gak tahu apa yang harus kita lakukan, dan tanpa disadari kita telah menghambat anak generasi kita lebih maju untuk sejajar dengan bangsa lain. Mari kita selamatkan generasi kita dengan menciptakan lingkungan karakter yang bisa menjadi teladan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H