Mohon tunggu...
wisnusasmitojati
wisnusasmitojati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa/ Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Saya adalah mahasiswa aktif program studi psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penghapusan Presidential Threshold, Bagaimana Keberlanjutan DEMOCRAZY di Indonesia ?

8 Januari 2025   13:36 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:36 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji UU pemilu. (Sumber: J5newsRoom)

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden, atau yang dikenal sebagai presidential threshold, menandai awal baru dalam sistem politik Indonesia. Ketua MK, Suhartoyo, mengungkapkan bahwa Pasal 222 UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Penetapan ini diyakini dapat menciptakan pemilu eksekutif yang lebih efektif, sekaligus mengurangi perpecahan dalam koalisi dan suara selama pemilu. Keputusan ini juga diharapkan menjadi proses seleksi alam yang menilai calon presiden dan calon wakil presiden yang benar-benar layak untuk maju dalam pemilihan presiden mendatang. Keputusan MK tentang penghapusan presidential threshold itu dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1).

APA DAMPAK NYA BAGI POLITIK INDONESIA ?

Keputusan ini diambil setelah bertahun-tahun mendapatkan kritik yang menyatakan bahwa ambang batas tersebut telah menghambat demokrasi dan membatasi pilihan calon presiden bagi masyarakat. Dengan adanya keputusan ini, semua partai politik, baik yang besar maupun yang kecil, kini memiliki kesempatan yang setara untuk mencalonkan kandidat mereka tanpa perlu berkoalisi.

Peningkatan Partisipasi Politik

Dengan dihapuskannya ambang batas, setiap partai politik sekarang memiliki kemampuan untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu membentuk koalisi yang besar. Hal ini menciptakan peluang bagi lebih banyak kandidat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keterwakilan berbagai aspirasi politik masyarakat.

Biaya Pemilu Meningkat

Meskipun terdapat peluang yang signifikan, penghapusan ambang batas ini juga menghadirkan tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan tersebut adalah potensi terjadi nya fragmentasi politik yang lebih besar. Dengan banyaknya kandidat yang maju, polarisasi dalam masyarakat dapat semakin meningkat. Selain itu, tanpa adanya koalisi yang kokoh, stabilitas di parlemen berpotensi terganggu. Dengan semakin banyaknya partai yang bersaing, biaya kampanye diperkirakan akan mengalami peningkatan. Keadaan ini dapat membebani sumber daya keuangan partai-partai kecil dan berdampak pada kualitas kampanye yang mereka jalankan.

Strategi Baru Setiap Partai Politik

Penghapusan ambang batas ini berpotensi untuk secara signifikan mengubah strategi partai politik. Partai-partai besar mungkin perlu bersikap lebih hati-hati dalam menentukan langkah mereka, mengingat bahwa mereka tidak lagi menjadi satu-satunya kekuatan dominan yang dapat memaksakan pembentukan koalisi. Di sisi lain, partai-partai kecil kini memperoleh peluang yang sangat berharga untuk mengajukan calon-calon yang memiliki kemampuan bersaing di tingkat nasional. Tanpa adanya batasan yang selama ini berfungsi sebagai "gerbang eksklusif," semua partai kini dihadapkan pada tantangan untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam mempersiapkan calon yang bukan hanya sekadar populer, tetapi juga berkualitas.

PERBEDAAN ATURAN DULU DAN SEKARANG

Menurut Mahkamah Konstitusi, penghapusan ambang batas ini bertujuan untuk mengurangi dominasi partai politik. Dominasi partai politik dalam pemilihan umum ini telah mengakibatkan terbatasnya pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, kondisi tersebut juga menyebabkan para pemilih mengalami keterbatasan dalam memilih calon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun