[caption id="attachment_190723" align="aligncenter" width="484" caption="Di panggung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghibur aparat istana. Setelahnya, SBY bernyanyi diiringi band istana. (Wisnu Nugroho)"][/caption]
Meskipun selalu disambut pujian dan riuh tepuk tangan di tiap negara yang didatangi, lelah fisik tidak bisa ditutupi. Kelelahan itu umumnya terasa ketika perjalanan kembali ke Tanah Air. Apalagi jika perjalanan yang ditempuh puluhan jam seperti kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoono menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-20 ke-7 di Meksiko, menghadiri KTT Rio+20 di Brasil, dan kunjungan kenegaraan ke Ekuador.
Sebagai gambaran, jarak antara Quito, Ekuador ke Jakarta, Indonesia adalah 19.097 kilometer. Dengan penerbangan tanpa henti, jarak itu baru bisa dilalui dengan waktu sekitar 21 jam 30 menit.
Perjalanan yang melelahkan meskipun di dalam pesawat dengan fasilitas dan layanan menawan. Tak heran jika di tengah kelelahan karena perjalanan puluhan jam dan tugas negara yang harus ditunaikan, Presiden Yudhoyono kerap menghibur anggota rombongan untuk mengembalikan kesegaran.
Pertanyaan tentang Ratmi B-29 (aktris film komedi di era tahun 1970-an) saat paparan persiapan KTT adalah upayanya meredakan lelah. Tidak hanya itu. Presiden yang gemar menyanyi dan sudah mengeluarkan empat album ini juga kerap menghibur aparat yang melingkarinya di sela-sela kegiatannya yang menyita energi.
Di Wisma Negara, Jakarta, Presiden kerap mengajak perangkatnya bernyanyi diiringi band yang dibentuk di Istana. Ketika lelah usai kampanye Partai Demokrat tahun 2009, Presiden yang ketika itu cuti mengundang seluruh anggota tim kampanyenya makan malam. Usai makan, SBY diiringi organ tunggal menyanyikan lagu kegemarannya, ”Kisah Kasih di Sekolah”.
Anda pasti tahu lagu sendu penuh kenangan yang belakangan dinyanyikan Chrisye. Ia berharap, anggota tim kampanye termasuk artis pendukung terhibur.
Dalam perjalanan panjang dengan kereta api misalnya, setelah menjelaskan maksud perjalanan, Presiden kerap berkelakar. Kumpulan cerita lucu yang dimilikinya dikeluarkan. Yang mendengar kelakar itu kerap tertawa. Ada pejabat tertentu yang terpingkal-pingkal dan bertepuk tangan meskipun kami kerap heran dan menoleh ke kiri dan ke kanan. Ada apa gerangan?
Namun, ketika perjalanan kembali ke Tanah Air terutama perjalanan panjang, kelakar atau nyanyian Presiden tidak dikeluarkan. Lelah perjalanan dan rindu Tanah Air biasanya dilipur dengan video Srimulat dan aneka makanan khas Indonesia. Mie instan yang jingle-nya dijadikan materi iklan kampanye siap dihidangkan pramugari dan pramugara yang cantik dan rupawan.
Dalam perjalanan panjang, pujian dan riuh tepuk tangan di luar negeri memang layak dikenang. Realitas politik di Tanah Air yang gaduh jauh dari pujian dan tepuk tangan menanti penanganan. Perjalanan panjang menjadi kesempatan menyiapkan energi untuk menghadapi kenyataan. Tentu bukan dengan kelakar atau nyanyian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H