[caption id="attachment_28829" align="alignnone" width="500" caption="tak tersentuh. maksudnya pelantangnya karena dikondomi dengan plastik cendol. kalo pak beye pasti tersentuh. lihat saja tahi lalat yang sudah tidak ada saat ini (2006.wisnunugroho)"][/caption] sembilan orang berbeda latar belakang dan usia di kantor saya di jogja geleng-geleng kepala setelah mendengar pidato pak beye di podium andalannya. tampilannya sempurna sebenarnya. tengok saja, pak beye memakai batik warna biru muda seperti warna politiknya, rambut pak beye yang sudah mumbul dan banyak putihnya terisisir rapi ke kanan. gaya tangannya pun sudah sempurna mengikuti ujaran-ujaran tanpa cacat yang dibaca dari telepompter di hadapannya. namun sayang, kami bersembilan berbeda pendapat soal apa yang telah dikatakan pak beye di hari yang telah lama dinanti-nantikan. senin kliwon menuju selasa legi, pak beye tampil dan pejelasan sikap sebagai solusi belum kami dapati. terlebih, melihat siaran di televisi, sejumlah pihak yang berkepentingan berbeda pendapat soal pidato pak beye. pengalaman lebih dari lima tahun meliput pak beye, membuat saya senyum-senyum. bukan pengalaman pertama untuk saya untuk bingung setelah sebuah pidato disampaikan. sambil dihantui kebingungan, saya turun ke bentara budaya. di bawah, lebih dari seratus anak muda yang umumnya seniman terlihat dari gaya dan potongan rambutnya telah siap menyaksikan jemek supardi yang akan membuka pameran tunggal fotografi agus sukindra: "warga istimewa di daerah sitimewa". sambil asyik menyaksikan persiapannya, hape saya bergetar. saya tengok sebentar dan kemudian saya buka. bersyukur saya karena batal memilih opsi unreg spasi denny. dari layar telepon selular saya membaca penjelasan atas penjelasan pak beye dari pak denny indrayana, anggota staf khusus pak beye dan anggota tim delapan. begini bunyinya, "menjawab pertanyaan beberapa teman, dalam hal chandra dan bibit, posisi presiden adalah, solusi dan opsi yang lebih baik adalah kepolisian dan kejaksaan TIDAK membawa kasus ini ke pengadilan." saya naik ke ruang kerja lagi untuk membantu delapan teman saya yang masih kebingungan menangkap penjelasan pak beye. sambil menjelaskan isi pesan singkat dari pak denny, dari layar televisi saya mendengar dan kemudian melihat iklan yang amat jarang sebelumnya muncul: indomie. anda ingat kan jingle iklannya yang terkenal itu? sambil tersenyum, salah satu teman saya berujar lepas, "wah jadi inget pilpres kemarin." selain terima kasih untuk pak denny yang banyak uang jajannya sehingga setiap saat bisa mengirimi pesan singkat, saya sampaikan salut kepada pihak indomie yang tanggap membantu pak beye dengan mengingatkan pilihan rakyat pada pak beye yang mencapai 60,80 persen. saya berharap semua ini kebetulan hehehehe salam dari jogja dan juga dari delapan teman saya yang masih bernyanyi-nyanyi jingle indomie sambil memandang foto pak beye di monitornya. so sweet melihat dan mendengarnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H