lima tahun di istana dan kerap bertemu mbak ani yang memang memesona, tidak pernah saya dapati mbak ani begitu kemayu. sebelum tersesat terlalu jauh, mbak ani yang saya maksud adalah menteri keuangan pak beye saat ini. kemayu-nya mbak ani saya dapati sore tadi saat tanpa sengaja, teman di kantor menonton siaran metro tv. karena tidak sengaja dan mendapati hal yang tidak biasa pula, saya berhenti cukup lama menyimak mbak ani di depan layar kaca. bukan ujarannya yang cepat dan tajam yang saya perhatikan, tetapi hal-hal yang tidak biasa pula. tidak penting sebenarnya, tetapi maafkanlah saya karena saya menggemarinya. saya ingin berkontribusi menjaga yang penting dengan memerhatikan yang tidak penting. bukankah yang penting bisa menjadi penting karena ada yang tidak penting? kembali ke mbak ani sore itu. satu hal yang tidak biasa saya temui adalah terusan batik yang membalut tubuhnya. mbak ani memang gemar memakai batik. namun, koleksinya menurut pengamatan saya tidak sebanyak pejabat setingkatnya atau bahkan isteri pejabat di bawahnya. nah, saat wawancara dengan mbak kania dari metro tv, saya melihat koleksi terbaru batik mbak ani. anda mungkin sudah melihat siarannya karena diulang-ulang diputar seperti pesanan saja. nah, koleksi terbaru batik mbak ani adalah warna biru muda dengan percikan biru tua. hmmm, mirip sekali dengan bendera partai demokrat yang didirikan dan sampai sekarang dibina pak beye. saya tidak ahli menganalisis warna terkait politik. anda yang paham dan ahli di dalamnya, silahkan menganalisa apa maksudnya. sebelumnya, batik yang kerap dikenakan mbak ani adalah warna merah, coklat, putih, hitam, dan putih saja. selain tampilan yang berbeda itu, cara mbak ani berbicara juga berbeda. tentu saja, ini berdasarkan ingatan saya yang tentu saja pendek dan terbatas. dari ingatan saya yang pendek itu, saya merasa, cara bicara mbak ani di depan mbak kania berbeda. saya tidak tahu, apakah topik pembicaraan tentang bank century membuat mbak ani harus tampil berbeda. saya merasa, mbak ani tidak tampil sebagai dirinya. tentu saja, rasa-merasa saya terbatas referensinya. sore tadi di metro tv, berkali-kali saya mendengar, mbak ani begitu akrab dengan mbak kania. hampir setiap argumen yang dibangunnya didahului atau disisipi penyebutan nama mbak kania. simpatik memang terdengarnya. namun, sekali lagi, ini amat jarang saya jumpai. mbak ani juga sangat sabar menanti dan meladeni mbak kania yang banyak bertanya tanpa sekalipun mengeluarkan pernyataan yang ketus atau menyerang seperti kerap terjadi sebelumnya. dengan sabar misalnya, mbak ani memberi penjelasan kepada mbak kania agar tidak bingung. mbak ani mengatakan, ia berkepentingan membuat mbak kania tidak bingung karena tidak ingin masyarakat yang menonton mbak kania ikut-ikutan bingung. luar biasa kesabaran dan ketelatenannya. padahal, anda tahu sendiri, televisi itu hitungannya detik yang selalu diartikan sebagai uang. saya tidak tahu kenapa metro tv berubah atau setidaknya kenapa metro tv tidak seperti biasanya? apakah karena banyaknya iklan siluman tanpa muka yang telah menggelontor mereka? kebetulan atau memang sudah satu paket tampaknya, selama mbak ani tampil kemayu itu, iklan siluman tanpa muka yang berkedok organisasi "peduli" muncul sebagia jeda penampilan mbak ani dan mbak kania. anda tahu kan iklan siluman yang saya maksud? kalau tidak tahu, silahkan simak iklan dengan berbagai variasi yang takut menampakkan wajah bitang iklannya. akhir dari setiap versi iklan siluman itu adalah kalimat, "jaaaaaaaangaaan dipolitisasiiii." iklan lainnya cuma dua berdasarkan catatan saya sore itu. satu iklan pak hatta produksi foxindonesia yang pernah dipimpinnya dan kini menjadi konsultan kampanyenya. iklan kedua adalah iklan penghilang bau dan keringat di ketiak. terkait kemayu-nya mbak ani, saya tidak tahu penyebab utamanya. saya hanya mendengar, terkait kasus bank century yang disorot banyak media, pejabat yang terkait dengan kasus itu kerap mendekat ke media khususnya televisi yang menjangkau banyak rakyat dengan cuma-cuma. mendekatnya mereka tidak hanya agar menjadi nara sumber berdebat dengan nara sumber lainnya, tetapi juga kerap bersedia membayar harga untuk penampilan dan pembelaannya. tidak sungkan, mereka juga menelepon para petinggi media agar ditampung suaranya seseuai kehendaknya. untuk upaya-upaya ini kalau ternyata benar, sudah terbalik logika dan etika dalam jurnalistik tampaknya. salam kemayu. saya mau menjalani kebiasaan saya, menunggang seli tentunya. [caption id="attachment_48256" align="alignnone" width="500" caption="mbak ani diapit pak beye dan pak sudi. terlihat mbak ani seperti kerap saya jumpai: dingin, irit bicara apalagi tertawa, dan tertata dengan tertibnya. (2009.wisnunugroho)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H