saya tidak ingin ini terjadi. bukan apa-apa. meskipun sebagian dari kita menghendakinya, rontoknya beringin merepotkan mereka yang lemah dan ada di posisi akar rumput juga. karena itu, kalau boleh bermimpi, saya ingin beringin itu tidak akan pernah rontok selamanya dalam arti tumbang sekakar-akarnya. kalau tumbang, pekerjaan yang merepotkan mereka yang lemah dan ada di posisi akar rumput pasti hanya sekali saja. untuk pekerjaan itu, saya yakin, mereka yang lemah dan ada di posisi akar rumput tidak ingin dibayar juga. suka rela akan menjadi semangat mereka. kita pernah mengalaminya, meskipun tidak tuntas mengusung semangat sukarela itu hingga menumbangkannya. kemanusiaan yang melekat dalam diri kita masih menyimpan rasa iba atau tidak tega. tetapi, apa hasilnya? dua belas tahun sudah berjalan kita tidak menjadi apa-apa. bahkan, beringin yang kita bersama impikan tumbang saat masih mengepalkan tangan di jalan, justru tumbuh subur bahkan sampai istana. ya, di istana tempat semua kebijakan diwacanakan dan dikomunikasikan dengan gaya seperti para peraih piala citra. saya tidak tahu apakah kita masih diberi kesempatan untuk memimpikan hal yang sama. ya, mimpi kita dua belas tahun lalu yang gagal terlaksana karena terkelabuhi rasa iba. untuk mimpi itu, saya tidak yakin ada kesempatan kedua. terlebih, tangan kiri kita tidak terkepal kuat seperti saat masih muda. salam mimpi. [caption id="attachment_168560" align="alignnone" width="465" caption="mas dian dan mas nandar menyapu daun kuning beringin yang rontok di istana wapres. merepotkan karena beringin tidak boleh terlihat rontok di istana. (2006.wisnunugroho)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H