Mohon tunggu...
Wisnu Mustafa
Wisnu Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

pencari cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Kerja “Di Tempat Basah” Menjadi Kebanggaan

29 Februari 2012   07:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:45 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13305000991247924549

“sekarang si Badu kerja dimana bu? Tanya seorang ibu kepada ibu lainnya.

“ohh anak saya si badu sekarangkerja di Bea Cukai”

“Wahh enak tuh bu, tempat basah”

“ya Alhamdulilah, cari duitnya gampang""

Baru empat tahun kerja sudah bisa beli rumah.mobil, tanah, malah mau bayarin saya naik haji tahun depan", ada nada kebanggan dalam suaranya.

“Gimana kabarnya, Anton Bu?

“Anton mah payah bu, sekarang kerja jadi PNS, tapi ditempat kering “…

“Sudah tiga tahun kerja, baru bisa beli motor kreditan..”

Percakapan dua orang ibu yang sedang membincangkan kedua anak mereka, boleh jadi sering anda dengar. Istilah “tempat basah”atau “tempat kering” kerap kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Padahal sejatinya “tempat basah” yang dimaksud adalah tempat yang memberi kesempatan kita untuk melakukan korupsi. Memperoleh uang bukan dari gaji kita. Tempat basah menjadi tempat favorit untuk memperoleh kekayaan secara cepat.

Orang tua umumnya sangatgembira jika anak nya bisa kerja di departemen yang di anggap “basah”. Penghasilan yang besar mendorong mereka berusaha untuk memasukan anak mereka kerja di department-departementertentu.Atau bagian-bagian yang mudah mendapatkan uang diluar uang gaji. Disadari atau tidak orang-orang tua seperti ini sudahmendoronganak untuk menghalalkan segala cara dalam memperoleh uang.

Tolak ukur keberhasilan seseorang seringkali hanya dilihat dari seberapa banyak harta yang bisa dia kumpulkan dalam jangka waktu tertentu. Tak heran jika anak-anak muda berlomba-lomba memperkaya diri sendiri dengan cara apapun. Nilai-nilai keluarga yang harusnya menjadi benteng pertama dalam melawan korupsi, saat ini justru semakin permisif. Orang tua, istri, anak, sudah tidak peduli lagi bagaimana orang-orang yang mereka cintai memperoleh uang. Gayus danDhana hanyalah puncak gubung es dari keboborokan mentalpara birokrat kita.

Seorang pensiunan pejabat di sebuah department pernah bercerita kepadaku. Ketika itu, uang dapat dengan mudah dia peroleh. Sampai-sampai gaji, hanya dia ambil 4 atau 6 bulan sekali. Jumlah uang sampingan yang sangat besar membuatnya kaya raya. Mobil mewah, rumah danharta lainnya berhasil dia kumpulkan. Anak-anak nya bisa kuliah ke luar negeri, Berangkat haji danmenyantuni anak yatim. Dia menjadi orang terpandang di daerahnya. Sukses, kaya raya dan baik hati. Begitu gambaran yang bisa kilta lihat dari luar.Namun jauh di lubuk hatinya sebenarnya dia menyesali apa-apa yang telah dia lakukan selagi muda dulu.

Saat ini dalam kondisi sakit-sakitan dia bercerita , bagaimana harta yang dia kumpulkan satu persatu mulai “diambil lagi” oleh Allah SWT.Sakit komplikasidiabetes, jantung dan ginjal membuatnya harus mengeluarkan uang sangat banyak untuk mengobati penyakitnya. Belum usai masalah, isteri dan anak nya juga menderita sakit yang sangat parah. Isterinya mengalami gagal ginjal sehingga perlu cuci darah satu minggu sekali. Anaknyamengidap kanker sehingga membutuhkan biaya yang besar juga untuk pengobatan. Rumah besar dan mobil mewah satu persatu dijual. Lokasi rumah dari tadinya di perumahan elit mulai bergeser kedaerah pinggiran. Sampai akhirnya dia harus pindah kerumah kampung, di daerahku ini.

Satu hal yang selalu dia ingin katakan adalah ada banyak cara Allah untuk menguji iman seseorang. Uang dan harta kekayaan adalah salah satunya. Korupsi dan kebaikan kadang memang bisa berjalan beriringan. Seorang koruptor bisa saja orang yang sangat baik, shaleh, dan rajinberamal.Semua mata bisa saja kita bohongi.Namun harus di ingat, ada harga yang harus kita bayar dari setiap tindakan yang kita ambil. Kesuksesan yang diraih dengan cara-cara yang tidak benar akan mendapat ganjarannya kelak. Allah SWT maha mengetahui setiap hati manusia. Semoga kita senantiasa dijauhkan dari perilaku korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun