Mohon tunggu...
Wisnu Mustafa
Wisnu Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

pencari cinta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Rinduku Pada Serumpun Bambu

24 September 2011   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Musim panas tahun ini benar-benar dirasakan sangat berat oleh warga di kampungku. Air mulai mengering dari sumur-sumur mereka. Pohon-pohon mulai merangas kekurangan air. Tanah-tanah tampak retak-retak terbelah. Debu-ebu tebal beterbangan di terpa angin yanag berhembus. Sumur-sumur bor sudah mulai mampet, karena tidak ada lagi air yang dapat ditarik keluar. PDAM di daerahkupun debit airnya mulai mengecil. Jika sudahbegini, yang kebanjiran order adalah tukang gali sumur. Masyarakat beramai-ramai menperdalam sumur bornya.

Kondisi seperti ini baru terjadi dua atau tiga tahun belakangan ini. Dahulu, walau musim panas yang panjang sekalipun tidak pernah ada cerita sumur yang kekeringan. Sumur dengan mata air yangjernih tetap mengalirkan air.

Pembangunan perumahan yang menjamur di sekitar kampungku telah menghancurkan ekosistem lingkungan yang menopang ketersediaan airdalam tanah. Hutan bambu seluas 4 kali lapangan bola yang dulu ada di kampungku saat ini sudah berubah menjadi rumah-rumah penduduk. Tak sebatang bambu pun tersisa. Padahal hutan bambu iniah yang menopang ketersediaan air selama musim, kemarau panjang seperti ini.

Dahulu bambu pernah sangat dekat dengan kehidupan kampungku. Masyarakat semua menggunakan bambu untuk berbagai macam keperluan. Dari mulai bahan bangunan sampai pembungkus makanan.Hampir semua bagianbambu dapat dimanfaatkan. Batangnya untuk bahan bangunan, jemuran, alat-alat rumah tangga, daunnya sebagai pembungkus makanan seperti bacang, ranting-rantingnya untuk kayu bakar. Mainan anak-anak pun dulu banyak yang dibuat dari bambu.

Udara yang berhembus dari rumpun bambu ini sangat sejuk. Apalagi jika malam tiba, suasana dingin sangat terasa, meskipun diiringi dengan suara-suara aneh dari batang-batang bambu. Orang yang tidak terbiasa tinggal dekat dengan hutan bambu mungkin agak takut juga jika mendengar suara-suara aneh ini. Gesekan antara batang-batang bambu seringkali menumbulkan bunyi-bunyian yang menyeramkan. Itu dahulu,  Saat ini udara yang berhembus adalah udara panas becampur debu. Tak heran jika rumah-rumah warga di kampungku pun harus dilengkapi dengan pendingin ruangan jikaingin nyaman tidurnya.

Teringat kenangan disaat kecil dulu. Disaat musim panas seperti ini kami biasanya duduk-duduk atau bemain di tanah lapang yang di naungi oleh kanopi raksasa rumpun bambuKehidupan kami serasa sangat dekat dengan alam. Meskipun bahaya sebenarnya sangat mengancam. Ular hijau dan ular tanah banyak terdapat di rumpun-rumpunbambu, namun ancaman ini tidak membuat kami takut.

Di musim hujan, rembesan air hujan pada daun-daun bambu kering menghasilkan aroma yang sangat khas. Ini saatnya untuk mencari jamur bulan. Jamur yang berukuran sebesar piring ini biasa tumbuhdi sela-sela pohon bamboo. Rasanya sangat gurih, jauh lebih enak dari jamur merang atau jamur tiram yang saat ini banyak dibudidayakan.

Burung-burung pemakan cacing banyak sekali beterbangan di sela-sela daun bambu. Belum lagi tupai dan musang pandan. Capung-capung berwarna merah darahsenantiasa beterbangan di dalam kanopi ini. Sudah tidak pernah lagi kutemui capung seperti ini sekarang. Entah sudah punah atau masih ada. Fisiknya mirip dengan capung yang sering ada di tanah lapang tapi warnannya merah darah.

Suasana menyeramkan yang penuh sensasi juga dapat kita nikmati dalam kerimbunan pohon-pohon bambu ini. Musang yang beraroma pandan kerap berlarian diantara batang-batan bambu, burung hantu menatap tajam mencari mangsa sambil memperdengarkan suara khasnya. Ditambah lagi, sebuah makam tua disudut hutan yang dalam. Lengkaplah sudah kenagkeran hutan ini dimalam hari.

Namun disiang hari, ini adalah tempat yang menyenangkan buat kami bercengkerama atau bermain. Teduh, adem dan udaranya segar. Meskipuun diluar sana mataharibersinar sangat terik, namun disini tidak kami rasakan panasnya.

Ekosistem bambu yang selama ini menopang sitem daur ulang air kini tak ada lagi. Air hujan tidak lagi dapat tertahan, semua menggelontor mencari dataran yang rendah. Sungai-sungai pun kewalahan menampung debit aiar hujan yang tinggi. Di musim kemarau, tidak adalagi stok air yang tersisa di akar-akar pohon. Panas berdebu, susah air, sudah mulai kami rasakan beberapa tahun ini. Rindu rasanya dengan suasana dulu, ketika rumpun bambu masih menjaga mata air di kampugku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun