Mohon tunggu...
Wisnu Mukti Wibowo
Wisnu Mukti Wibowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun tugas

Mahasiswa aktif di sebuah perguruan tinggi negeri yang diminta untuk mempublikasikan tulisannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkembangan Tata Kota Batavia Abad XVII-XVIII

23 Maret 2021   01:47 Diperbarui: 23 Maret 2021   02:33 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kurun waktu yang begitu lama kolonial menguasai indonesia. Sehingga dalam perkembangannya pengaruh eropa juga ada di hampir segala lini termasuk dalam halnya tata kota. Hal ini dapat ditelusuri dengan didirikannya pos-pos dagang Belanda pada awal tahun 1600 yang berupa bentuk bangunan kompleks pemukiman bagi para pedagang Belanda. Seiring berjalannya waktu bangunan pos dagang ini berkembang menjadi benteng pertahanan hingga meluas menjadi kota benteng. Kondisi ini juga didukung oleh kebijakan VOC dalam upaya memperluas kekuasaannya di Jawa, dimulai pada saat pembangunan Pos Dagang pertama mereka yang ada di Batavia awal abad XVII. Hingga pada akhir abad XIX sendiri bisa dikatakan hampir seluruh wilayah Jawa telah mengakui kedaulatan koloni Belanda.

Proses kolonialisasi jawa dimulai dengan berdirinya kota Batavia. Permukiman koloni Belanda pertama ada di jawa pada tahun 1619. Batavia merupakan pelabuhan perdagangan penting pada abad XVII yang menyebabkan menguasinya merupakan suatu keuntungan yang besar bagi kolonial belanda. Penguasaan pterhadap pelabuhan-pelabuhan penting di jawa membutuhkan waktu yang cepat. Peta De Graaf menjelaskan sebaran pos dagang belanda di tahun 1690 yang meliputi 15 wilayah di jawa, yakni meliputi: Batavia, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Juana, Japara, Rembang, Tuban, Surabaya dan Belambangan. Pada beberapa yang strategis, tejadi kosentrasi koloni yang cukup besar sehingga pos dagang kolonial berkembang menjadi kota dengan benteng keliling. Kendati demikian, secara bertahap Kota Batavia berkembang menjadi kota kolonial paling penting dan paling besar di Asia Tenggara. Dalam perkembangannya, kota Batavia terbagi dalam Oud Batavia (Batavia Lama) dan Niew Batavia (Batavia Baru).

Oud Batavia merupakan sebuah kota dengan gaya akhir abad pertengahan yang pola serta tata kotanya meniru dari negeri Belanda. Bagian depan digali parit, sedangkan di bagian belakangnya terdapat beraneka ragam bangunan serta gedung yang juga dikelilingi oleh parit, pagar besi dan tiang yang kokoh. Benteng pada mulanya dujadikan pusat perdagangan serta sebagai kastil. Setelah itu dijadikan pusat pemerintahan yang mempunyai dua fungsi juga sebagai tempat tinggal para kompeni. Pembangunan batavia berjalan sangat pesat. Dalam kurun waktu delapan tahun saja luas wilayahnya sudah berekmabng hingga tiga kali lipat. Seluruh pembangunannya sendiri baru selesai pada tahun 1650. Bentuk kotanya tetap persegi empat, setiap sudutnya dibuat bastion yang menonjol keluar.

Penduduk Oud Batavia dibagi dalam beberapa kategori, yaitu pegawai serta tentara VOC, vrijburger atau bekas pegawai dan tentara VOC yang tak kembali ke negeri asalnya, mestizo atau orang yang berdarah campuran Belanda Asia, mardijker atau bekas budak yang telah dibebaskan, orang-orang Asia, serta berbagai etnis lain di Nusantara. Orang-orang Belanda, mestizo, dan mardijker, serta para budak yang dimiliki tinggal di dalam tembok kota, sedangkan yang lainnya hidup tersebar di wilayah sekitarnya (ommelanden). Di dalam tembok kota tidak ada orang bumi putera bebas merdeka, yang ada di sana hanyalah orang-orang bumi putera yang menjadi budak.

Selanjutnya adalah Nieuw Batavia, pada tahun 1799 republik Bataaf diubah menjadi Koninkrijk Holland, dan pada saat itu VOC dibubarkan dan membuat penguasa negeri Belanda menunjuk Herman William Daendels menjadi gubernur jendral hindia belanda yang berkedudukan di Batavia. Tindakan yang mempengaruhi perkembangan tata kota di kedepanya ialah pembukaan lapangan latihan. Selain itu juga terjadi pembongkaran dan perombakan terhadap bangunan yang tidak sehat di kota lama Batavia. Hal ini dilakukan secara berangsur-angsur dan penghuninya dipindahkan ketempat lain yang sudah ditentukan, yaitu di Selatan weltevreden, Rijawijk, dan Noordwijk. Deandels juga berkeinginan agar kota Batavia yang mendapat julukan "De Koningin van Ket Costen" (Ratu dari Timur), hanya diisi dengan bangunan yang indah.  

Daendels kemudian diganti dengan Raffles sebagai Letnan Gubernur Inggris di Hindia Timur.  Namun demikian, Raffles dan pemerintahannya tidak banyak mengubah wajah Batavia Weltevreden, karena kesulitan di bidang keuangan yang membuatnya tidak berdaya. Hal yang dilakukan  Raffles yaitu dengan mengadakan pembenahan administrasi pemerintahan, perbaikan pamong-praja, dan mengenai sistem pajak tanah untuk memperbaiki keadaan penduduk bumi putera. Ia memberi inspirasi bagi Masyarakat seni dan ilmu pengetahuan di Batavia, dengan mengaktifkan kembali Het Bataviaasch Genootschap van Kunaten en Wetenschappen (Lembaga Kesenian dan Pengetahuan Batavia).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun