Mohon tunggu...
Humaniora

Sejarah dan Infrastruktur

2 April 2018   23:00 Diperbarui: 2 April 2018   23:04 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah,siapa yang tidak kenal dengan kata tersebut. Mayoritas masyarakat mengenal kata Sejarah sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa masa lampau. Sejarah itu sendiri berasal dari kata Syajaratun yang berarti pohon silsilah. Pohon dalam hal ini dihubungkan dengan keturunan atau asal usul keluarga raja/dinasti tertentu. Hal ini dijadikan elemen utama dalam kisah sejarah pada masa awal. Dikatakan sebagai pohon sebab pohon akan terus tumbuh dan berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks/maju. Sejarah seperti pohon yang terus berkembang dari akar sampai ke ranting yang terkecil.

Dalam penulisan sejarah, banyak sekali tema-tema yang diambil oleh penulis sejarah. Mulai dari tema yang masih bersifat umum mengenai ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dari tema umum tersebut ternyata penulisan sejarah masih bisa dikembangkan ke dalam tema yang lebih khusus atau spesifik. Hal ini bertujuan agar penulisan sejarah dapat lebih fokus dalam mengungkapkan suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi. Seperti halnya tulisan "Sejarah Nasional Indonesia" (SNI) yang berjilid-jilid, merupakan suatu tulisan sejarah yang masih bersifat umum. 

Dalam buku tersebut dituliskan sejarah bangsa Indonesia sejak masa Pra Aksara hingga masa kontemporer. Wajar, jika semakin jauh kurun waktu ke belakang, maka informasi yang didapatkan sangat terbatas karena data dan bukti yang terbatas pula. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan dalam menuliskan sebuah peristiwa dengan lebih spesifik dan tingkat ketepatan yang tinggi, sehingga pembahasannya masih bersifat umum.

Ternyata dari buku SNI tersebut, tema sejarah masih bisa lebih difoksukan terhadap suatu peristiwa, misalnya peristiwa perang konvoi di Sukabumi-Cianjur pada saat Sekutu kembali ke Indonesia, kemudian Sejarah Konferensi Asia-Afrika di Bandung, ataupun "Pemberontakan Tiga Daerah".

Pandangan masyarakat umum tentang sejarah lebih banyak yang menganggap bahwa penulisan sejarah itu hanya membahas peristiwa-peristiwa penting bagi negara, dan orang-orang "besar". Pandangan ini tidak dapat disalahkan mengingat tidak semua peristiwa dapat dikatakan penting. Namun, kelemahan pandangan ini adalah dapat membuat sejarah menjadi "kering". 

Pembahasan sejarah hanya berkutat pada kerajaan-kerajaan mapan seperti Sriwijaya dan Majapahit, kemudian kisah heroik perjuangan pahlawan melawan penjajah, dan usaha keras bangsa Indonesia untuk menggaungkan Proklamasi. Disisi lain, masih banyak peristiwa masa lalu yang tidak terlihat "besar", namun masih merupakan bagian dari proses kehidupan manusia dan perjalanan bangsa Indonesia yang belum tercatat dalam sejarah.

Salah satunya adalah tentang sejarah infrastruktur. infrastruktur merupakan kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Infrastruktur tersebut dapat berupa jalan, rel kereta api, bandara, irigasi, bendungan, gedung, dan bangunan lainnya Pengertian diatas jelas menunjukan bahwa infrastruktur menjadi bagian penting dalam perekonomian suatu negara. Namun, pada kenyataannya peran penting ini masih terlupakan oleh pencatatan sejarah, masih sangat terbatas sekali penulisan-penulisan sejarah yang secara khusus membahas tentang infrastruktur.

Salah satu sejarah infrastruktur yang berhasil diungkap dan dituangkan kedalam tulisan yang paling dikenal masyarakat adalah tentang sejarah Jalan Raya Pos Daendels. Jalan yang dibuat sekitar tahun 1809-1811 oleh gubernur jenderal Daendels ini merupakan jalan modern pertama di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Pembangunan Jalan Pos ini berhasil diungkapkan dalam sebuah novel tulisan Pramoedya Ananta Toer yang berjudul "Jalan Pos", dan dikembangkan oleh Joko Marihandono dalam tulisan berjudul "Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah Dan Tradisi Lisan". 

Kemudian, ada juga buku yang membahas tentang infrastruktur perkeretaapian yang tertuang dalam buku dua jilid berjudul "Sejarah Perkeretaapiaan Indonesia". Selain kedua tema infrastruktur tersebut, penulisan sejarah infrastruktur masih sangat terbatas. Lalu, mengapa penulisan sejarah infrastruktur di Indonesia terbatas?

Mayoritas penulis sejarah masih silau akan seksinya tema-tema politik kekuasaan, pergerakan, dan kebudayaan. Mereka menganggap bahwa infrastruktur tidak terlalu penting bagi sejarah, dan hanya menjadikan infrastrukur sebagai bagian kecil aspek ruang di sebuah tulisan sejarah. Biasanya, tulisan sejarah yang membahas sedikit mengenai infrastruktur terdapat pada tema-tema sejarah kawasan atau sejarah kota. 

Padahal jika memandang sejarah sebagai proses, infrastruktur yang dibangun tidak terlepas dari proses sejarah, mulai dari ide, penerapan, hingga dampaknya. Selain itu, dari infrastruktur di sebuah wilayah juga dapat menggambarkan kehidupan masyarakat sekitar. Mungkin masyarakat di wilayah Citayam sekarang ini yang sudah padat permukiman tidak menyadari bahwa daerah ini dulunya adalah sebuah daerah pertanian dan perkebunan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun