Al-Qur'an adalah prinsip utama agama Islam yang diyakini berasal dari Allah SWT dan memuat ajaran yang mutlak dan benar. Sebagai kitab suci umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, Al-Qur'an memberikan petunjuk tentang cara hidup yang membawa keberhasilan di dunia dan akhirat. Namun, meskipun Al-Qur'an merupakan prinsip utama dalam agama Islam, yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah SWT, kehidupan sering kali menuntut pertemuan antara prinsip-prinsip agama dengan realitas dunia yang beragam. Salah satu contohnya adalah dalam kasus pernikahan antara individu yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda.
Seperti yang kita tahu di Indonesia ada pengakuan terhadap enam agama utama, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Ini menciptakan tantangan bagi pasangan yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda yang ingin menikah. Mereka sering menghadapi dilema karena perbedaan norma agama dan juga peraturan hukum negara. Lantas bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini ?Â
Dalam perspektif Islam, pernikahan antara individu yang berbeda agama adalah hal yang kompleks. Meskipun Islam menghormati kebebasan beragama, terdapat larangan yang jelas terhadap pernikahan antara Muslim dan non-Muslim yang tidak mengikuti ajaran agama Islam. Pada Surah Al-Baqarah ayat 221, Al-Qur'an memberikan ajaran penting tentang pernikahan dan pemilihan pasangan hidup dalam Islam. Ayat ini mengingatkan kita akan larangan Allah untuk menikahi seseorang yang memiliki keyakinan agama yang berbeda (musyrik), sejalan dengan firman-Nya dalam surah Luqman ayat 13 yang menegaskan bahwa menyekutukan Allah adalah dosa besar.
Perbedaan keyakinan agama antara suami dan istri seringkali menimbulkan tantangan dalam dinamika keluarga. Untuk mencapai harmoni keluarga yang sempurna, penting bagi kedua belah pihak untuk memegang teguh prinsip-prinsip yang sama. Ayat 221 dari Surah Al-Baqarah dalam Al-Qur'an menegaskan larangan menikahi wanita musyrik sebelum mereka beriman, serta menekankan bahwa wanita budak yang beriman lebih baik dari wanita musyrik, meskipun terasa menarik hati. Demikian pula, larangan menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita mukmin dan penegasan bahwa budak yang beriman lebih baik dari orang musyrik, meskipun terasa menarik hati. Ayat ini menunjukkan bahwa memilih pasangan hidup yang seiman adalah kunci untuk menghindari godaan menuju neraka, sementara Allah mengundang ke surga dan pengampunan dengan izin-Nya.
Pernikahan adalah ikatan suci yang memerlukan kesamaan keyakinan untuk menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga. Pernikahan satu agama diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat bagi keluarga dalam menjalani kehidupan bersama.Pada akhirnya setiap individu dan keluarga memiliki hak dan kebebasan untuk memutuskan jalan hidup mereka sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai mereka, selama tetap menghormati ajaran agama.
Penulis : I Ketut Wisnu Laksana - 11220511000117
Dosen : Â Dr. Hamidullah Mahmud, M.A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H