Kemudian :
Suasana dirumah duka mulai berangsung angsur sepi. Para tetangga, sahabat, saudara dan pamili Apek Haipeng, sudah ada yang pulang masing masing kerumahnya. Hanya yang tinggal dirumah duka adalah adik laki laki Apek Haipeng yang tinggal di Medan dan bibi Meilan yang tinggal dikota Bagan Siapi Api.
Walaupun para tetangga, sahabat, saudara dan pamili Apek Haipeng sudah meninggalkan rumah duka, namun kesibukan para anak kerja Apek Haipeng masih terlihat dirumah duka itu, mereka ada yang membersihkan halaman dan ada pula yang membuka terpal tratak yang dipakai satu minggu dalam acara prosesi pemakaman Apek Haipeng.
Diruang keluarga telah diatur beberapa meja. Makanan yang tadinya diletakkan diatas meja didepan peti mati Apek Haipeng, kemabli diletakkan dimeja yang telah diatur diruang keluarga. Makanan ini akan mereka makan secara bersama sama oleh pihak keluarga Apek Haipeng. Azis dan kedua orang adiknya tidak terlihat diruang keluarga Apek Haipeng, mereka keluar untuk mencari makanan. Karena mereka tidak mungkin turut menyantap hidangan yang telah ditata dengan rapinya dimeja yang ada diruangan keluarga itu.
Hidangan itu, adalah merupakan persembahan terakhir bagi arwah Apek Haipeng, yang menurut keparcayaan warga turunan Tiongkok Sinaboi. Arwah orang yang baru saja dikebumikan, ia masih tetap berada diruangan rumah itu. Maka untuk melakukan penghormatan terakhir terhadap arwah itu, disajikanlah makanan yang disukainya sewaktu dia hidup. Makanan itu selain dimakan oleh kelauraga yang telah meninggal dan juga boleh dimakan oleh siapa saja yang berkenan.
Meilan tampak duduk diantara dua abangnya, kemudian disitu juga ada kakaknya, abang ipar dan dua kakak iparnya. Ibunya, paman dan bibinya dengan anak anak mereka juga terlihat duduk mengelilingi meja makan yang sengaja diletakkan diruang keluarga rumah itu.
Meilan tidak lagi seperti biasa jika ia sedang makan dengan keluarganya. Setelah ia tahu bakal menjadi isteri Azis, Meilan mulai mengurangi makanan makanan yang haram bagi Azis, dia tidak lagi memakan daging babi. Pada persembahan terakhir kepada arwah papanya ini, Meilan hanya memakan sekedarnya. Dan ini dimaklumi oleh keluarganya. Ada rasa sungkannya kepada Azis jika dia masih memakan makanan yang diharamkan bagi agama Azis.
Dan selama Azis beserta dua orang adiknya tinggal di rumah keluarga Meilan, dalam hal makan, baik sarapan, makan siang maupun makan malam, yang disiapkan oleh Meilan adalah makanan yang dipesannya dari warung yang menjual makanan itu. Segala peralatan rumah seperti gelas maupun piring, tidak diperkenankan oleh Meilan untuk dipergunakan oleh Azis dan kedua adiknya. Untuk keperluan makan dan minum Azis dan kedua adiknya selama tinggal dirumah mereka, dipercayakannya kepada Syarifah yang membuka warung kopi dipelataran pergudangan milik papanya.
Azis dan kedua orang adiknya sudah lama duduk diteras belakang rumah Meilan, yang mengarah langsung kemuara selat Melaka. Sedangkan Meilan dengan keluarganya masih melakukan ritual persembahan kepada arwah papanya. Malam itu dilangit diatas samudra selat Malaka cahanya rembulan tampak bersinar terangnya, disekitarnya tampak pula taburan bintang bintang yang memancarkan cahayanya.
Angin yang berhembus dari selat Melaka begitu bersahabat, dia berhembus dengan lembut dan mendayu. Suara pecahan ombak selat Melaka yang mengejar tepian pantai terdengar bagaikan nyanyian merdu. Dikejauhan tampak lampu lampu yang berkelap kelip dari perahu perahu para nelayan.
“ Bang kita kapan pulang ke Medan?”. Tanya adiknya Salmi