Sebelumnya:
“Ya, sama sama?”, Azis menyalami wali kelasnya itu, diapun melangkah meninggalkan local itu. Dibawah sinar mata hari yang terik, Azis mengayuh sepedanya. Kucuran keringat membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Waktu terus berlalu. Kini dia akan menduduki local kelas dua SMA, tapi apakah waktu akan tetap bersahabat dengannya, sehingga dia bisa menyelesaikan pendidikan di SMA kota Bagan Siapi Api ini?. Semua itu tidak dapat untuk dijawab oleh Azis, hanya waktu pulalah yang nantinya akan menjawab.
Kemudian :
Malam itu udara diperkampungan si Naboi, sangatlah dinginnya, Dilangit awan hitam blangbonteng menghiasi angkasa, Angin Selat Melaka bertiup dengan kencangnya, tak ada cahaya bitang diperkampungan itu, ini menandakan bahwa hujan akan turu. Azis baru saja menyelesaikan sholat Isa. Tadi sore dengan meniki sepedanya dia sampai ke Sinaboi. Kepada wak Alang dia sudah permisi kalau dia dua hari tidak masuk kerja jaga malam, karena libur sekolah dia pulang ke si Naboi.
“ Kata uwakmu, kau tidak lagi tinggal dirumahnya”, Tanya ibunya ketika mereka duduk diatas bangku kayu diteras rumah.
“ Iya bu “, jawab Azis. Matanya memandang ke pohon pohon maghrup yang tumbuh diseberang jalan didepan rumahnya.
“ Kenapa kau tidak tinggal disitu?, dan dimana kau tinggal sekarang?”. Tanya ibunya lagi matanya memandang kearah Azis.
“ Ibu tentu tahu bagaimana sikap isteri uwak itu?”. Ibunya, tidak menjawab, karena dia tahu bagai mana sikap kakak iparnya itu.
“ Aku tinggal digudang ikan sambil bekerja?”. Azis melanjutkan kata katanya untuk menjawab pertanyaan ibunya.
“ Bagaimana sekolahmu, sementara kau bekerja di gudang ikan itu?”, Mata ibunya memandang penuh selidik kearah wajah Azis.
“ Aku kerja digudang itu jaga malam, jadi tidak mengganggu sekolahku”.