Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengklaim bahwa Prekonomian Indonesia Tahun 2017 semakin membaik. Seiring dengan membaiknya Prekonomian Negara, maka diiringi pula dengan tingginya daya beli masyarakat. Benarkah apa yang dikatakan oleh Presiden Jokowi tersebut?.
Apa yang dikatakan oleh Presiden itu memang ada benarnya, jika ditilik dari tingkat prekonomian masyarakat menengah keatas yang tinggal diperkotaan, namun tidak berbanding lurus dengan masyarakat yang tingkat prekonomiannya menengah kebawah yang tinggal dipedesaan.
Masyarakat desa yang memiliki prekonomian menengah kebawah, malah prekenomian mereka semakin terpuruk. Daya beli masyarakat pedesaan semakin rendah. Untuk keperluan makan sehari hari saja, masyarakat desa semakin sulit. Hal ini disebabkan minimnya lapangan kerja, dan tingginya harga harga kebutuhan sehari hari.
Kemungkinan besar, adanya pernyataan Presiden yang mengatakan prekonomian Negara Indonesia semakin membaik, Lalu pemerintah mulai mengurangi subsidi yang diberikan kepada masyarakat, mulai dari subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), sampai kepada pencabutan subsidi untuk listrik.
Deriktur Jendral (Dirjen) Ketenaga Listrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, pencabutan subsidi terhadap pelanggan listrik dengan daya 900 Volt Ampere (VA) yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Mampu (RTM) akan lebih memurahkan tarif listrik bagi masyarakat.
Kenaikan tarif listrik itu akan dilakukan dalam dua bulan sekali, dimulai pada bulan Januari 2017 untuk kenaikan pertama, kemudian bulan Maret 2017 untuk kenaikan yang kedua, dan Bulan Juni 2017 untuk kenaikan yang terakhir.
Besarnya pencabutan subsidi itu 30 % setiap kenaikan. Sebelum mencapai tarif normal, kata Dirjen akibat adanya pencabutan subsidi itu berdampak kepada kenaikan tarif listrik setiap pencabutan subsidi. Dari RP 74.740,- harga dasar tarif listrik 900 VA menjadi Rp 98.000. untuk penarikan subsidi tahap pertama.
Kemudian pencabutan subsidi pada tahap kedua, perobahan tariff dasar listrik, akan berobah kembali. Dari Rp 98.000,- akan menjadi Rp 130.000,- perbulannya. Dan pada pencabutan subsidi terakhir maka tarif dasar listrik berobah menjadi Rp 185.794.- perbulannya. Dari sebelumnya Rp 130.000.-
Langkah berikutnya menurut Dirjen, setelah pencabutan subsidi ketiga berakhir, baru dilakukan penyesuaian tarif, apakah pelanggan Listrik 900 VA, yang berjumlah 18,9 juta pelanggan layak atau tidak untuk menerima subsidi. Jika layak subsidi yang dihapus akan dikembalikan kepada mereka yang berhak untuk menerima subsidi itu.
Apa yang dikatakan oleh Dirjen Ketenaga listikan itu, tentu menimbulkan keresahan bagi masyarakat, sebagai pelanggan listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang rumahnya dialiri listrik 900 VA. Apa mungkin subsidi dicabut tarif listrik masyarakat semakin murah? Rasanya tidak masuk diakal apa yang dikatakan oleh Dirjen tersebut. Jangan jangan apa yang dikatakan oleh Dirjen hanya merupakan lipstick pemanis bibir belaka, untuk membohongi masyarakat.
Logikanya, setiap subsidi dicabut, harga dasar barang yang bersubsidi pasti akan naik. Contohnya pencabuatan subsidi BBM, harga BBMpun semakin mahal. Bahkan saat ini harga BBM di SPBU mencapai Rp 14.000,- /liternya. Sebelum subsidi BBM dihapus harga BBM masih dibawah Rp 5 000,-