[caption caption="Sumber fhoto/Hr Medan Bisnis"][/caption]Sebelumnya:
Azis membentangkan tikar untuk alas dia tidur diruang tamu itu. Suasana malam semakin larut. Direbahkannya tubuhnya diatas tikar yang telah dibentangnya, dicobanya untuk memejamkan matanya, namun sang mata sulit untuk diajak berkompromi. Pikirannya melayang jauh entah kemana mana. Sebentar dia teringat akan ibunya, kemudian wajah ayahnya melintas dihadapannya. Lalu wajah Meilan. Semua bayangan bayangan itu bermain main di kornea matanya.
Pagi itu Azis sudah berada di SMA Negeri Satu kota Bagan Siapi Api. Suasana dilingkungan sekolah itu sudah terlihat ramai, para siswa baru yang akan mendaftar disekolah itu tampak antri untuk mendaftarkan dirinya. Diantara siswa siswa baru yang akan mendaftar itu ia belum melihat kehadiran Meilan. Ia berdiri disudut depan pintu pos penjagaan sekolah. Satu persatu siswa yang telah berada diruangan kantor sekolah tempat pendaftaran mulai tampak keluar. Mereka telah menyelesaikan pendaftarannya.
“ Mau mendaftar di sekolah ini juga ?”, seorang siswi yang juga akan mendaftar disekolah itu bertanya kepada Azis
“ Iya, kalau diterima”, jawab Azis
“ Berapa Nilaimu?”, Tanya siswi itu lagi. Azis memperlihatkan lembaran Nilai Evaluasi Murninya. Siswi itu melihatnya. Lalu dia memandang kearah wajah Azis.
“ Dari si Naboi ya?’.
“ Iya “.
“ Kalau melihat dari jumlah nilaimu kau pasti diterima”, kata siswi itu, Azis memperhatikan gadis itu.
“ Syukur kalau aku bisa diterima ditempat ini”. Jawab Azis. Akan tetapi ada sedikit rasa keheranan wanita ini terhadap Azis kenapa Azis tak menanyakan nilainya.
“ Aku dari sekolah di Bantayan, tapi nilaiku agak rendah, aku pisimis bisa diterima di SMA Negeri ini “. Kata siswi itu