Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membudayakan Menilik Orang Bukan Dari Pendidikan Tinggi Dan Gelar

31 Oktober 2014   02:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:06 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414670229572473656

[caption id="attachment_370697" align="aligncenter" width="121" caption=" TD Pardede dan Presiden Soekarno/Fhoto Galeri TD Pardede"][/caption]

Bangsa ini memang sudah terbiasa untuk menilai kemampuan seseorang di lihat dari pendidikan dan gelar panjang yang di miliki. Kemudian mendengar perkataan dari orangnya, bukan dari apa yang diomongkannya, punya pendidikan tinggi tidak, punya gelar akademik tidak, bukan mendengar apa yang di katakannya. Pada hal banyak tokoh yang lahir di negeri ini tidak mempunyai pendidikan tinggi, tidak punya gelar akademik, apa lagi jebolan Universitas ternama di luar negeri, tapi mereka mampu mengukir perjalanan sejarah bangsa.

Sebut saja misal nya DR (HC) TD Pardede (Pak Ketua), seorang tokoh sukses Indonesia yang tidak memiliki sekolah tinggi apa lagi gelar akademik dari luar negeri. TD Pardede orang Batak yang tidak lulus sekolah dasar, hanya pandai baca tulis, mempunyai usaha kecilkecilan pada awalnya. Sempat buka Pakter tuak, kemudian menjadi pedagang pakaian dari kampung keluar kampung dan pernah berjualan beras secara bakulan di pusat pasar Sambu Medan Sumatera Utara (Sumut).

Dari jualan kecil kecilan ini Pardede berkembang menjadi seorang miliyoner dan terdaptar sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.Memiliki hotel berbintang hotel Danau Toba, hotel Pardede, kemudian punya pakrik textile yang menampung ribuan tenaga kerja,mempunyai sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi Universitar Darma Agung, punya rumah sakit terkenal Herna, dan puluhan perusahaan perusahaan lain yang kesemuanya menapung tenaga kerja.

Keberhasilan TD Pardede orang tua dari Joni Pardede pengasuh klub Sepak Bola Galatama Pardede Tex, yang kemudian bertukar nama menjadi Harimau Tapanuli (Hartap) di mulai dari kerja keras dan pintarnya dalam memenej usaha dagang kecil kecilan yang di jalan kan nya. Atas keberhasilan orang tua dari Rudop M Pardede Mantan Gubernur Sumut ini diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri di kabinet Berdikari.

Adam Malik anak Siantar Men juga orang yang punya pendidikan rendah hanya setingkat Mulo di Siantar, tapi beliau mampu mengemban tugas yang di berikan oleh Negara sebagai Menteri Luar Negeri terlama Indonesia. Bahkan dalam kepiawaiannya sebagai diplomat, dia pernah di percaya oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai ketua sidang tahunan PBB. Dan terakhir di zaman Orde Baru dia diangkat oleh Presiden Soeharto sebagai Wakil Presiden.

Soeharto Presiden ke dua Indonesia Jendral berbintang lima, juga seorang yang berpendidikan rendah. Tapi dia mampu memimpin bangsa ini selama 32 tahun dengan Plus – Minusnya. Ditangan anak petani inilah Indonesia sempat mengalami masa jaya. Indonesia di zaman Orde Baru di segani oleh kawan dan di takuti oleh lawan.

Megawati Soekarno Putri, mantan Presiden pertama Indonesia wanita, juga hanya tamatan SMA. Walaupun Mega sempat mengecap perguruan tinggi tapi tidak menamatkannya. Kepiawaiannya dalam memimpin Partai Politik sebagai Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan(PDIP) berhasil menciptakan Jokowidodo menjadi Presiden Indonesia ke 7.

Paderix Silaban seorang arsitektur terkenal yang pernah di miliki oleh Indonesia juga hanya seorang tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tapi hasil karyanya menorehkan sejarah dunia seperti Tugu Monumen Nasional (Monas), Patung Selamat Datang Bundaran Hotel Indonesia (HI), Mesjid Istiqlal, adalah hasil rancangannya dari sekian banyak rancangan yang di hasilkannya .

Dahlan Iskan pemilik Media Jawa Post Group, adalah seorang yang hanya tamatan SMA,tapi ketika dia diangkat oleh mantan Presiden SBY sebagai Menteri BUMN, kemampuannya melebihi dari kemampuan Menteri BUMN sebelumnya yang memiliki pendidikan tinggi dan punya sederet gelar akademik dunia.

Puji Astuti, wanita karir/pebisnis ulet bos nya penerbangan Susi Air, yang memulai usahanya sebagai penjual ikan di TPI adalah tamatan SMP. Atas keberhasilannya mengembangkan usaha yang dirintisnya dari kecil hingga membuahkan hasil yang cukup besar Presiden Jokowidodo mengangkatnya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Chairil Anwar sastrawan Indonesia yang karya karyanya mendunia, juga adalah tamatan SMP di Medan. Prof (HC) Ahmad Baky komponis terkenal Indonesia juga memiliki pendidikan rendah. Marsius sihotang Dosen Terbang dan Dosen luar biasa yang pernah mengajar di Unimed dan USU juga punya pendidikan rendah.

Bahkan banyak tokoh tokoh nasional yang pernah lahir di negeri ini, terkenal karena bukan karena pendidikan tinggi dan punya gelar akademik yang di milikinya, tapi melainkan karena karya karya yang mereka lahirkan, pada hal mereka hanya mengecap pendidikan rendah dan non gelar.

Budaya untuk menghargai seseorang bukan dilihat dari  pendidikan dan gelar yang mereka miliki tapi melainkan dari sisi kemampuan yang mereka miliki dalam suatu bidang yang mereka geluti, sekalipun bahwa mereka punya pendidikan rendah tampaknya sudah mewacana di negeri ini. SBY ketika menjadi Presiden mengangkat Menterinya ada yang berpendidikan SMA, dan Jokowi malah mengangkat Menterinya berpendidikan SMP. Kedua Presiden ini memandang seseorang bukan dari pendidikan dan gelar nya, tapi melainkan dari kerja keras dan kemampuannya dalam memenej bidang yang di gelutinya.

Di Negara Negara Barat orang tidak memandang tingginya pendidikan seseorang atau gelar yang panjang yang di milikinya, tapi melainkan karya karya yang mereka hasilkan, sekalipun mereka ini tidak makan sekolahan.

Wacana untuk membudayakan menilik seseorang bukan dari pendidikan dan gelar yang di milikkinya, tapi melainkan dari kemampuannya tampaknya mulai berkembang di negera ini. Walaupun budaya ini sudah tertinggal jauh dari Negara Negara Barat, tapi setidaknya di Negara ini akan menjadi tren baru. Menilik seseorang mampu atau tidak mampunya jangan di lihat dari luarnya tapi lihat juga dari isinya. Sama seperti melihat buah, jangan lihat luarnya tapi lihat isinya. Karena luar belum tentu memperlihatkan isi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun