Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HUT RTC] Surat Tanpa Alamat

16 Maret 2016   12:42 Diperbarui: 16 Maret 2016   12:58 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber fhoto/gambaranimasi.org.com"][/caption]*Minggu Ketiga {Terinspirasi Lagu}  

Telah kubaca surat yang kau kirimkan, walau tanpa alamat suratmu itu tetap kusimpan bak pusaka yang sangat berharga. Sampai saat ini aku tak tahu entah dimana engkau berada, mengembara dalam kehidupan yang fana. Tapi pernahkah engkau tahu, jika aku merindukanmu. Disetiap malam malam tidurku aku sering menyebut nyebut namamu. Bagaikan sang pungguk merindukan bulan nan jauh diangkasa. Begitulah keadaanku saat ini.

            Terkesima aku membaca suratmu itu, kau rangkai kata begitu indah, syair dan pantunnya tersusun rapi, laksana untaian melati yang terselip disanggulmu. Kau puja aku dengan setulus hati, membuat aku menjadi tersanjung, sehingga angankun jauh melambung, bagaikan diawang awang.

            Selama ini aku tidak pernah tahu, jika hatimu begitu tulus mencintaiku. Begitu pandainya engkau menyembunyikan rasa cinta, sehingga akupun tak kuasa memendam riduku kepadamu. Sebelum kubaca suratmu, aku hanya mengira bahwa kita hanyalah tetangga, apa bila bertemu hanya sebatas tegur sapa, walaupun  terkadang kau pernah tertunduk dan tersipu malu ketika kita saling berpapasan.

            Alangkah bodohnya aku waktu itu, aku tak mampu untuk membaca gesture tubuhmu, kukira kau hanya sekedar memberi harapan kepada diriku seorang. Kau pernah tersenyum manis lewat daun jendela rumahmu, ketika itu aku melintas disana. Kau juga pernah mencuri pandang kepadaku, ketika aku baru saja pulang dari pekerjaanku, didepan pintu rumahmu kau seakan melirik kearahku. Semua itu tak pernah kutahu, kalau itu merupakan suatu pertanda cintanya seorang wanita.

            Akulah yang bersalah dalam hal ini. Aku terlalu egois. Mengharapkan datangnya cinta dengan nyata, waktu itu aku berharap agar kau datang menjajakan cinta kepadaku, sama seperti seorang pelacur yang menjajakan cintanya kepada semua lelaki. Yang kemudian menidurinya diranjang yang tak bertepi.

            Keegoisanku, akhirnya menikam diriku sendiri, membuat perasaanku jadi membuncah, aku tak dapat membedakan yang mana cinta suci dan yang manapula cinta nafsu. Akhirnya karena keegoisanku, akulah yang menderita, tapi aku juga tak tahu apakah kepergianmu juga membawa derita? Maafkan aku seandainya kau pergi membawa derita, karena aku tak pandai membaca cintamu yang suci

            Kalau seandainya aku adalah orang yang bijak, dan pandai membaca sikapmu, kan kutahu bahwa kau menyimpan rasa terhadap diriku, tentu tidak seperti ini jadinya.  kupinang engkau menjadi isteriku. Kujadikan engkau sebagai ibu dari anak anakku. Kita bina mahligai rumah tangga, kita layarkan bahtera cinta menuju pulau harapan. Dan kita bangun keluarga yang sakinah, mawardah dan warohmah.

            Tapi kini semua harapanku itu hanyalah tinggal kenangan, engkau telah pergi jauh entah kemana. Adakah kau bawa cinta kita bersama? Rasa pilu didada ini bagaikan tak tertahankan. Apa lagi pada saat dimalam malam sepi, cahaya bulan dan bintang tak lagi berarti, semuanya telah pudar, pupus hampir tak berbekas. Dimanakah engkau sekarang?

            Kini balasan surat yang kau kirimkan tampa alamat sudah selesai kutulis, rangkaian kata kususun rapi agar kau dapat dengan jelas membaca isi hatiku. Rasa duka, pilu dan nestapa kutumpahkan menjadi satu. Tahukah engkau jika dawat dari tulisan untuk membalas suratmu itu, adalah dari tetesan air mata. Yang menetes bagaikan salju, berwarna putih, seputih hatiku kepadamu.

            Lalu kemanakah balasan suratmu ini akan kualamatkan?, kepada siapa balasan surat mu ini akan kutitipkan. Maukah angin malam menyampaikannya?, atau sinar bulan purnama akan memberikan kabar kepadamu?. Atau surat ini kukirimkan melalui perahu kertas yang terbawa arus air berlalu, atau dengan siapa surat balasan ini akan kukirimkan. Tolong kau jawab pertanyaanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun