Hari Pers Nasional (HPN) yang dipusatkan di Ambon pada tanggal 9 Pebruasi 2017, merupakan babak baru bagi dunia Pers Indonesia. Dewan Pers melakukan verifikasi terhadap media yang ada ditanah air. Pada peringatan HPN  itu  dilakukan penandatanganan Komitmen Ambon, oleh para media yang telah terverifikasi, dan penandatanganan itu  disaksikan oleh Presiden Jokowidodo (Jokowi).
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetio atau yang lebih dikenal dengan  nama Stanley, kepada media menjelaskan, program verifikasi perusahaan pers ini merupakan amanat dari Undang Undang Nomor : 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Penandatanganan Komitmen Ambon, untuk memastikan komitmen media dalam menegakkan profesionalitas dan perlindungan terhadap wartawannya. Pers dalam  menjalankan perannya, harus menjunjung tinggi kemerdekaan pers, menyampaikan impormasi kepada public secara jujur dan berimbang, serta bebas dari tekanan kapitalisme dan politik. Namun pers diingatkan, tidak boleh menggunakan kebebasannya untuk bertindak seenaknya saja.
Apa yang dikatakan oleh Ketua Dewan Pers, tidak sebanding lurus dengan amanat dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers tersebut. Kebebasan Pers yang telah diatur oleh UU dan kode etik jurnalis, malah melenceng jauh dari semangat UU tersebut.
Kebebasan Pers kini tercemari dengan polusi, berita berita hoax, masyarakat dalam seahariannya disusupi dengan berita berita Hoax, yang belum tentu kebenarannya. Walaupun sebenarnya berita berita hoak ini, yang paling banyak dikemas dalam bentuk iklan yang ditanyangkan oleh media televisi.
Kemudian kebebasan Pers sering digunakan dalam ranah politik. Setiap menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) baik itu Pemilu Legeslatif, Kepala Daerah dan Pemilihan Presiden (Pilpres/Wakil Presiden) Pers sering ambil bagaian. Setidaknya dalam hal mengkampanyekan para calon calon yang mengikuti Pemilu tersebut.
Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers , tentu menimbulkan harapan bahwa media yang terverifikasi, merupakan media yang telah memenuhi syarat dalam penegakan kode etik jurnalistik, mensejahterakan dan melindungi wartawannya. Hal ini sangat penting, karena wartawan Indonesia bakal bersaing dengan wartawan se Asia Tenggara dalam lingkup Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Verifikasi ini juga diharapkan bisa memperkuat media arus utama ditengah tengah maaraknya informasi yang tidak bisa untuk dipertanggungjawabkan.
Pro dan Kontra :
Walaupun, pihak Dewan Pers tidak menutup pintu, bagi Perusahaan Media, untuk melaporkan medianya, agar mendapat verifikasi, namun hal tersebut tidak terlepas dari pro dan kontra. Bagi media yang belum terverifikasi, merasa lanngkah yang diambil oleh Dewan Pers dinilai terlalu berlebihan.
Verifikasi yang dilakukan oleh pihak Dewan Pers, malah tidak sesuai dengan semangat UU Nomor : 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dimana UU tersebut telah menjamin kebebasan pers dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. Dengan dilakukannya verifikasi sama artinya bahwa dewan Pers telah melakukan pengekangan terhadap kebebasan Pers itu sendiri.
Ditambah lagi dengan menculnya impor masi hoax, seiiring dengan adanya program verifikasi yang dilakukan oleh Dewan Pers, yang isisnya larangan terhadap intansi pemerintah dan TINI/ Polri untuk melayani wartawan dari media yang belum terverifikasi. Dan hal inipun telah pulah dibantah oleh pihak Dewan Pers terhadap impormasi hoax tersebut.