Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Harus Percaya Diri Tidak Perlu Diusung Parpol

11 September 2016   18:00 Diperbarui: 11 September 2016   18:16 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suber fhoto/Teknokita.com

Basuki Tjahya Purnama atau yang lebih tenar disebut dengan panggilan Ahok, seharusnya menyakinkan dirinya untuk lebih percaya diri jika dirinya memang diinginkan oleh sebahagian besar masyarakat Jakarta untuk kembali menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Hal  itu bisa dilihat dan didengar dari bisik bisik masyarakat kota Jakarta , baik diwarung warung kopi  maupun diwarung warung lesehan dan dipasar pasar perbelanjaan yang ada di Jakarta.

                Minggu lalu, ketika Penulis berkunjung kejakarta, setelah melakukan perjalanan ke Bengkulu, penulis mendengar bisik bisik ini diwarung warung Tegal (Warteg) yang menjual nasi dibeberapa tempat. Dari pembicaraan dan bisik bisik pengunjung di warteg ini penulis menangkap adanya sinyal jika masyarakat DKI Jakarta masih menginginkan bahwa Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta Kembali.

                Tapi entah kenapa Ahok lebih jendrung untuk mencari dukungan dari Partai Partai Politik, ketimbang maju melalui jalur indevenden. Apakah tim Ahok tidak membaca situasi lapangan, sehingga merasa kurang yakin jika Ahok maju sebagai Gubernur Petahana DKI Jakarta melalui jalur Indevenden dan lebih memilih maju melalui Partai Politik. Ini yang tidak saya mengerti.

                Pada hal jika Ahok maju melalui Partai Politik, Ahok harus berhadapan dengan tigal hal. Yakni MENIMBANG, MEMINANG dan MENIMANG. Hal ini pasti terjadi kepada kedua belah pihak. Baik dari pihak Ahok, maupun dari pihak Parati Politik. Tapi dalam hal ini lebih terfokus kepada sang calon yang akan dicalonkan oleh Partai Politik untuk maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta.

                Ahok yang akan maju untuk menjadi calon Gubernur Petahana DKI Jakarta, tentu akan MENIMBANG, terhadap Partai Politik mana yang akan dipakainya sebagai perahu (Sampan) untuk mengantarkannya sebagai calon Gubenur DKI Jakarta. Kemudian Ahok juga harus menimbang dan mengukur bayang bayangnya, apakah pantas dia didukung oleh salah satu Partai Politik yang ditujunya. Dan yang lebih terarah lagi Ahok juga harus menimbang financial yang dimilikinya untuk menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta lewat Partai Politik yang diinginkannya.

                Hal yang sama juga tentu dilakukan oleh Partai Politik yang akan mengusung seseorang untuk dicalonkan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Partai juga akan menimbang apakah pantas Partai Politik itu mencalonkan Ahok sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Menimbang yang dilakukan oleh Partai Politik  mereka juga memandang yang lebih komplit. Misalnya apakah yang akan mereka usung adalah tokoh yang memiliki kredeblitas, dan yang lebih mengerujutnya, apakah calon yang akan diusung itu memiliki loyalitas terhadap partainya. Dan yang lebih spesifik lagi, apakah si Calon memiliki financial yang tidak mengecewakan sang Partai pendukung.

                Kemudian fase berikutnya, Ahok harus MEMINANG Partai itu. Proses peminangan tentu tidak terlepas dengan mahar. Tidak ada seorang wanitapun yang akan dipinang oleh calon suaminya tanpa uang mahar, sekalipun dengan mahar Rp 1000,- tapi mahar tetaplah menjadi hal yang dominan. Sebelum melakukan peminangan, tentu dilakukan terlebih dahulu dengan yang namanya merisik/meditasi, melalui utusan utusan untuk membicarakan peminangan. Nah dalam hal merisik inilah terjadi tawar menawar  tentang mahar.

                Sementara sebaliknya Parpol jarang melakukan peminangan terhadap para calon yang diusungnya. Bukan tidak ada Parpol yang melakukan peminangan terhadap calon yang akan diusungnya. Namun jika dihitung dengan jari sangat sedikit, kalau boleh dikatakan nyaris tidak ada Parpol yang melakukan peminangan terhadap calonnya. Malah yang lebih banyak sang calonlah yang meminang Parpol untuk dijadikan sebagai sampan mengantarkannya sebagai calon.

                Setelah usai acara MENIMBANG dan MEMINANG, kini dilanjutkan dengan acara MENIMANG. Para calon yang telah unggul atau menang dalam pertarungan Pilkada, dia juga harus pandai MENIMANG. Agar Partai yang mengusungnya tidak menjadi musuh dalam selimut. Menggunting dalam lipatan. Inilah proses yang akan dilalui oleh seorang calon yang diusung oleh Partai Politik.

                Berbeda dengan calon yang maju melalui jalur indevenden, dia tidak harus melalui persyaratan MENIMBANG, MEMINANG dan MENIMANG. Dia hanya cukup melakoni fase yang terakhir saja. Yakni MENIMANG. Seorang calon haruslah arif untuk melakukan MENIMANG terhadap masyarakat yang telah mengantarkannya kejenjang Menara Gading sebagai Kepala Daerah. Karena suara yang memilihnya adalah suara masyarakat yang digarapnya tanpa melalui Parpol.

                Ahok seharusnya percaya diri terhadap dukungan masyarakat DKI Jakarta. Maju melalui jalur Indevenden. Bukan malah maju melalui dukungan Parpol, yang banyak keiinginan dan kemauannya seusai Pilkada, apa lagi jika calon yang diusungnya memenangkan Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun