Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Soal Tiket Pesawat Mahal Presiden Kaget, Dirjen Perhubungan Udara Bilang Biasa

28 Februari 2019   12:35 Diperbarui: 28 Februari 2019   13:00 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena tingginya harga tiket pesawat ditanah air, menjadi pembicaraan yang tidak ada ujungnya. Berbagai tokoh, mulai dari tokoh masyarakat, sampai kepada para politisi dan pengusaha tak henti hentinya membicarakan hal itu.

Namun anehnya walaupun tingginya harga tiket pesawat menjadi pembicaraan ditingkat nasional, para pemilik perusahaan burung besi itu, tetap tidak ambil peduli. Bagaikan anjing menggonggong kapilah berlalu.

Malah beberapa perusahaan penerbangan, membuat kebijakan baru, yakni memberlakukan bagasi berbayar. Semua itu tentu sangat memberatkan bagi masyarakat yang menggunakan transportasi udara ini.

Sampai sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat merasa kaget dengan harga tiket maskapai penerbangan nasional mengalami kenaikan yang siknifikan. Kekagetan Presiden tentang tingginya harga tiket pesawat itu disampaikan nya dihadapan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dalam acara Gala Dinner 50 Tahun PHRI dihotel Sahid Jakarta.

Berkaitan dengan harga tiket pesawat,  terus terang jokowi kaget, Mahalnya harga tiket maskapai nasional, seperti Garuda Indonesia karena harga avtur yang dijual Pertamina lebih mahal dari harga internasional.

Melihat kondisi tersebut, Jokowi pun akan memanggil Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati untuk meminta kejelasan terkait harga avtur, dimana saat ini terjadi tindakan monopoli.

Karena monopoli, harga jadi tidak kompetitif, bandingkan harga avtur disitu dengan yang di dekat-dekat lain, terpaut kurang lebih 30-an persen, Jokowipun melakukan hitung hitungan  Selisih harga avtur di dalam negeri dan internasional yang terpaut jauh, kata Jokowi, harus dibenahi agar tercipta daya saing yang sehat dan akhirnya harga tiket maskapai menjadi kompetitif.

Kalo ini terus-teruskan (dibiarkan mahal), ya nanti pengaruhnya ke harga tiket pesawat, karena harga avtur itu menyangkut 40 persen dari cost yang ada di tiket pesawat, papar Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menyampaikan jika nantinya Pertamina tidak bisa menyesuaikan harga avtur di dalam negeri seperti harga internasional, maka akan diberikan izin perusahaan lain untuk dapat menjual avtur di Indonesia. Banyak kalau yang mau (perusahaan jual avtur), nganterilah, saya pastikan ngantri ucap Jokowi.

Rasa kaget yang diperlihatkan oleh Presiden Jokowi terhadap tingginya harga tiket maskapai penerbangan tanah air, sempat mendapat sindiran dari mantan Menteri Koordinator Kemaritimam Rizal Ramli.

Melalui acun Twitternya Rizal Ramli mengatakan Seseorang sering terkaget kaget karena tidak biasa memperkirakan apa yang terjadi (melakukan simulasi) dan/atau sistim disekelilingnya Asal Bapak Senang (ABS) jadi gampang gaget. Kata Rizal dalam twuitannya.

Memang seminggu setelah Presiden mengeluarkan ancamannya kepada pihak Pertamina, Pertamina langusung menurunkan harga jual avtur sesuai dengan standart internasional. Akan tetapi walaupun harga avtur telah turun namun maskapai penerbangan tanah air tetap mempertahankan harga tiket yang telah sempat naik.

Tanggapan Yang Berbeda :

Tingginya harga tiket pesawat dalam nenegri, sempat membuat heboh, dimana masyarakat Provinsi Nangru Aceh Darussalam (NAD), beramai ramai mengurus Pasport hanya untuk terbang ke Jakarta. Pada hal Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.

Karena menurut mereka harga tiket maskapai penerbangan luar negeri lebih murah dari harga tiket maskapai penerbangan dalam negeri. Pasport mereka gunakan untuk kelengkapan administrasi keluar negeri. Karena biayanya lebih murah melalui transit Malaysia lalu ke Jakarta, ketimbang dari Bandar udara (Bandara) Sultan Iskandar Muda ke Jakarta atau Kuala Namu Medan ke Jakarta.

Yang menggelitik dari persoalan tingginya harga tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri ini adalah tanggapan yang berbeda yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub)

Kemenhub menilai ada sejumlah sebab hingga kini harga tiket pesawat masih mahal. Salah satunya karena siklus tahunan yang sedang terjadi.

Direktur Jendral Perhubungan Udara (Dirjen) Kemenhub Polana B Pramesti mengatakan, saat ini sedang terjadi fase musim sepia tau low season. Ini biasanya terjadi dari Januari dan Februari. Oleh karena itu banyak maskapai penerbangan yang memamfaatkan dan memaksimalkan tarIf tiket pesawat sesuai tariff batas atas

Karena airline juga butuh hidup. Dan itu salah satu sebabnya kenapa tiket masih mahal. Sebenarnya kata Dirjen Kemenhub itu harga tiket itu tidak terlalu tinggi masih dalam batas wajar.

Dirjen Kemenhub itupun menjelaskan, meskipun harga tiket pesawat masih dianggap mahal, namun yang jelas besarnya masih sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP), yakni berdasarkan Peraturan Menteri (PM) 14 Tahun 2016, tentang Mekanisme Perhitungan Formula Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkut Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir terkait tingginya harga tiket pesawat. Sedangkan mengenai sepinya penumpang pesawat hal itu kata Dirjen Kemenhub adalah hal yang biasa.

Lalu, jika tingginya harga tiket maskapai penerbangan dalam negeri adalah hal yang biasa, tentu tidak membuat Presiden Jokowi terkaget kaget, ketika mengetahui harga tiket maskapai penerbangan dalam negeri mengalami kenaikan yang siknifikan.

Berarti apa yang disampaikan oleh Dirjen Kemenhub, bertentangan dengan apa yang diterima oleh Presiden Jokowi. Sampai sampai Jokowi mengeluarkan ancamannya terhadap Pertamina. Berarti selama ini Jokowi hanya menerima laporan yang sifatnya ABS.

Berdampak Pada ekonomi :

Jika menarik benang merah dari apa yang dijelaskan oleh Dirjen Kemenhub, jelas mengundang pertanyaan dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat yang sering menggunakan transportasi udara.

Karena penjelasan Dirjen Kemenhub tidak sesuai dengan fakta yang ada dilapangan. Kenaikan tiket pesawat pada maskapai pemerbangan dalam negeri sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2018. Bukan sejak Januari atau Pebruari 2019.

Lantas jika hal tersebut adalah hal yang biasa terjadi ditanah air, tentu menimbulkan pertanyaan pula, kenapa hal serupa juga tidak terjadi terhadap maskapai penerbangan luar negeri?. Disaat tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri melambung tinggi, kenapa maskapai penerbangan luar negeri malah memberlakukan harga tiket pesawatnya dengan harga standar yang dapat digapai oleh masyarakat Indonesia.

Salah satu buktinya dimana lebih murah tiket pesawat Banda Aceh via Kuala Lumpur menuju Jakarta, ketimbang Banda Aceh atau Medan ke Jakarta. Dari contoh ini bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang dikatakan oleh Dirjen Kemenhub tersebut tidak relevan dengan fakta yang terjadi dilapangan.

Jika persoalan tingginya harga tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri adalah hal yang biasa, alangkah naibnyalah Presiden Jokowi merasa kaget dengan tingginya harga tiket pesawat itu. Apa lagi itu adalah hal yang biasa.

Tentu bagi Presiden dan masyarakat mengenai tingginya harga tiket pesawat adalah hal yang luar biasa, sehingga Presiden begitu menerima laporan tentang tingginya harga tiket pesawat dari Ketua PHRI merasa terkaget kaget.

Dan ironisnya, kenaikan harga tiket pesawat itu bukan saja berdampak terhadap prekonomian masyarakat yang menggunakan transportasi udara, tapi juga berdampak terhadap prekonomian nasional.

Akibat dari tingginya harga tiket pesawat maskapai penerbangan dalam negeri, tentu mempengaruhi terhadap kunjungan wisatawan local/dalam negeri ketempat tempat daerah wisata yang ada di Indonesia. Dan hal itu tentu dampaknya bermuaral pula terhadap sepinya hunian hotel dan restoran didaerah daerah parawisata ditanah air.

Untuk itu Presiden dihimbau untuk lebih tegas memberikan teguran kepada bawahannya yang memberikan laporan apa yang sedang terjadi ditanah air, yang hanya memberikan laporan bersipat ABS.

Jika laporan yang disampaikan kepada Presiden sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan, bukan bersipat ABS, tentu Presiden Jokowi tidak akan merasa kaget begitu menerima laporan dari Ketua PHRI tentang tingginya harga tiket maskapai penerbangan dalam nenegri. Berarti ada yang tidak beres dari pekerjaan bawahan Presiden. Dan ini perlu untuk dibenahi dan menjadi perhatian Presiden. Semoga!.

                                                                                                           

Tanjungbalai, 28 Pebruari 2019

                                                                                                                          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun