Mengenai uang pokir ini, juga terjadi dikalangan Lembaga Legeslatif. Ada oknum oknum yang duduk dilembaga Legeslatif meminta kepada Pemerintah, baik dipusat maupun didaerah uang pokir dimana anggota Legeslatif meminta uang tersebut ketika yang bersangkutan memberikan pokok pokok pikirannya kepada pemerintah.
Adanya uang pokir yang diminta oleh oknum oknum yang duduk dilembaga Legeslatif, membuat Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menganggap hal ini aneh. Menurut Laode tugas legislator dalam menyampaikan pokok pokok pikiran kepada eksekutif dalam mempersiapkan rancangan APBN/APBD sudah sepatutnya dijalankan secara wajar.
Sebagai anggota Legeslatif memang sudah seharusnya dia harus berpikir dalam menyampaikan masukan masukan kepada pihak eksekutif. Dan pemikiran pemikiran yang disampaikannya, bukan harus dibayar dengan meminta uang pokir. Ini sangat aneh menurut Wakil Ketua KPK itu. Hal ini disampaikan oleh Laode ketika menjadi narasumber dalam diskusi ditaman Suropati Jakarta Minggu 9 Desember 2018.
Praktek uang pokir hampir sama dengan uang ketok palu. Jika uang ketok palu dilakukan ketika menjelang pengesahan anggaran, tapi uang pokir dilakukan ketika pembahasan rancangan anggaran dimulai. Jika tidak ada uang pokir maka pembahasan rancangan anggaran akan ditunda tunda, sampai adanya uang pokir yang diberikan oleh eksekutif kepada legeslatif.
Anggota Legeslatif itu adalah pilihan rakyat, rakyat telah mewakilkan kepada mereka untuk menyampaikan buah pikirannya kepada pihak eksekutif dalam hal ini pemerintah, bagaimana membangun Negara/daerah demi untuk kemaslahatan dan kemakmuran rakyat, agar rakyat dapat menikmati pembangunan, baik inprastruktur/ekonomi dan sebagainya.
Seharusnya para anggota legeslatif itu dengan suka rela diminta atau tidak diminta, oleh pihak pemerintah untuk menyampaikan pokok pokok pikirannya terhadap pembangunan Negara/daerah tanpa harus dibayar. Karena rakyat sudah mewakilkan kepada mereka untuk menyampaikan pokok pokok pikiran rakyat kepada pihak pemerintah, agar pemerintah melakukan apa yang diinginkan rakyat sesuai dengan peraturan dan perundang undangan. Bukan malah mengkambing hitamkan rakyat dengan meminta uang pokir.
Memilih Wakil Yang Amanah :
Kedua persoalan yang dipaparkan diatas, baik itu uang ketok palu maupun uang Pokir, adalah merupakan uang haram yang diambil oleh para wakil rakyat. Dengan adanya uang ketok palu dan uang pokir yang diminta oleh wakil rakyat, jelas akan membebani rakyat.
Betapa tidak!, uang ketok palu maupun uang pokir tersebut jelas mempengaruhi penyusunan anggaran untuk pembangunan. Bagaimanapun pihak eksekutif akan membebankan uang ketok palu dan uang pokir tersebut kedalam anggaran, melalui pos pos kementerian jika ditingkat pusat, dan pos pos Satuang Perangkat Kerja Daerah (SKPD) ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Maka oleh karena itu ditahun politik, menjelang dilaksanakannya Pemilihan Umum (Pemilu) Legeslatif serentak tahun  2019 yang sudah diambang pintu, mari kita tentukan wakil kita yang akan kita pilih untuk duduk dilembaga legeslatif, yang benar benar dapat menjalankan amanah yang diembankan kepadanya.