Dewan Pakar Partai Golkar Senin 20/11/2017 telah menggelar rapat untuk menentukan siapa pengganti Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, setelah Setya Novanto atau pangilan akrabnya Setnov ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan mega korupsi dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penuduk elektronik (e-KTP).
Dalam rapat yang dihadiri para dewan pakar dan pengurus harian DPP partai Golkar itu, sebagai langkah awal untuk melanjutkan kepada rapat berikutnya yang di rencanakan pada hari ini Selasa 21/11/2017. Dalam rapat hari ini akan diputuskan apakah DPP partai golkar akan menunjuk pelaksana Ketua Umum DPP Partai Golkar sampai pada dilaksanakannya Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) DPP Partai Golkar, atau langsung melaksanakan Munaslub tanpa terlebih dahulu menunjuk pelaksana tugas Ketua Umum DPP Partai Golkar. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono, seperti yang diberitakan oleh Tirto.id.
Banyak kalangan yang menilai jika dalam penggantian Setnov sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, akan terjadi pertarungan antara kubu Agung Laksono dengan kubu Aburizal Bakri (Ical). Karena sebelum digelarnya  Munaslub tahun 2016 , Partai Golkar sempat memiliki dualisme kepengurusan antara kepegurusan Aburizal Bakri dengan kepengurusan Agung Laksono.
Akan tetapi jika menelisik dari apa yang dikatakan oleh Wakil Sekretaris Jendral (Wa sekjend) DPP Partai Golkar  Ace Hasan Syadzily dan Yorrys Raweyai, terlihat bahwa perebutan untuk menduduki jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar, sebagai pengganti Setnov tidak mengarah kepada kubu Aburizal Bakri maupun Agung Laksono, tapi melainkan mengarah kepada kelompok Pro Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kelompok kontra Jokowi.
Menurut Ace keteria Ketua Umum DPP Partai Golkar sebagai pengganti Setnov haruslah orang yang bebas dari indikasi kasus korupsi. Karena kata Ace pengganti Setnov harus menjadi antitesa dari Ketua umum DPP Partai Golkar yang terjerat Kasus Korupsi.
Hal senada juga disampaikan oleh Yorrys Raweyai, malah Yorrys politisi Partai Golkar yang dipecat oleh Setnov dalam kepengurusan DPP Partai Golkar itu, malah lebih spesifik mengutarakan calon pengganti Setnov. Yorrys menyebut nama Airlangga Hartarto yang saat ini mejabat selaku Menteri Perindustrian didalam cabinet kerja Jokowi. Alasan yang diketengahkan oleh Yorrys adalah, pengganti Setnov harus dapat melanjutkan komitmen Partai Golkar dalam mendukung Jokowi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 yang akan datang.
Jika mekanisme dalam pergantian Setnov sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar melalui pengangkatan pelaksana tugas Ketua Umum DPP Partai Golkar, kemudian melaksanakan Munaslub, ada empat calon pengganti Setnov yang berkembang di Slipi tempat bermarkasnya DPP Partai Golkar. Keempat nama tersebut adalah Airlangga Hartarto, Nurdin Halik, Ade Komaruddin dan Nusron Wahid.
Namun dari dua nama tersebut yakni Nurdin Halid dan Ade Komaruddin, nampaknya akan terganjal dengan kateria yang disampaikan oleh Wasekjend Partai Golkar dan Yorrys Raweyai. Nurdin Halid pernah tersandung hukum dalam kasus Korupsi Bulog, sementara Ade Komaruddin, memang sejauh ini Mantan Ketua DPR RI ini belum pernah tersandung kasus hukum Korupsi.
Akan tetapi jika mendengar dari nyanyian Nazaruddin mantan bendaharawan Partai Demokrat yang tersandung kasus korupsi pembangunan wisma atlet Hambalang Bogor, ketika menjadi saksi dalam persidangan Andi Narogong di pengadilan negeri Tindak pidana korupsi (Tipikor) Senin 20/11/2017, dalam kasus mega korupsi dana proyek pengadaan e-KTP, nama Ade Komaruddin termasuk dari salah satu nama anggota DPR RI yang juga turut menerima aliran dana e-KTP tersebut.
Dari nyanyian Nazaruddin tersebut, bukan tidak tertutup kemungkinan, jika KPK akan melakukan pemeriksaan terhadap Ade Komaruddin yang disebut sebut oleh Nazaruddin dalam kesaksianya, dan jika nantinya memang terbukti Ade Komaruddin termasuk kedalam pusaran korupsi e-KTP, maka nasib Ade Komaruddin akan sama dengan nasib Setnov.
Tentu hal ini tidak diinginkan oleh para kader kader Golkar, para politisi partai Golkar yang menginginkan agar partai Golkar menjadi partai yang bersih dari korupsi sesuai dengan semangat repormasi yang telah ada ditubuh partai berlambang pohon beringin itu. Maka Partai Golkar tidak mau menjadi sibuta yang kehilangan tongkatnya untuk yang kedua kalinya. Kateria inilah yang nantinya menjadi ganjalan terhadap Ade Komaruddin dan Nurdin Halid, untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar.