Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Biaya Pembentukan Densus Tipikor 2,6 Triliun, Bagaimana Hasil Kerjanya?

16 Oktober 2017   13:58 Diperbarui: 16 Oktober 2017   14:05 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian, dalam rapat kerja gabungan antara Polri, Jaksa Agung, KPK dan Menteri Hukum dan HAM dengan Komisi III DPR RI hari ini Senin 16 Oktober 2017 di gedung DPR RI kembali mengungkapkan perlunya pembentukan Dentasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tifikor) oleh pihak Polisi Republik Indonesia (Polri).

Densus Tipikor ini dibentuk kata Tito bukan bertujuan untuk menandingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  tapi melainkan untuk memperkuat lembaga lembaga hukum lainnya yang ditugasi oleh Undang Undang untuk melakukan pemberantasan korupsi yang sudah semakin massif diseluruh Indonesia.

Menurut mantan kapolda Metro Jaya ini, dalam membentuk Densus Tipikor, diperlukan dana lebih kurang sebesar Rp 2, 6 Triliyun,- yang mencakup untuk biaya pengadaan dan operasional dengan jumlah personil lebih kurang sekitar 3500  Orang. Mulai dari tingkat Mabes Polri, Polda, Polres dan Polsek diseluruh Indonesia.

Menteri Hukum dan HAM Yosanna Loaly, dalam menanggapi pembentukan Densus Tipikor menjelaskan perlunya duduk bersama antara intitusi lembaga hukum yang ada dinegara ini. Hal itu perlu untuk menkaji, apakah yang akan dibentuk ini benar benar memang sesuai dengan tuntutan hukum dan perundang undangan yang jelas. Agar persoalannya jadi jelas.

Dalam konteks seperti ini tentu menmimbulkan pertanyaan, apakah yang sebenarnya sedang terjadi dinegara ini, sehingga masing masing intitusi kini berebut untuk membentuk semacam lembaga pemberantasan korupsi. Apakah tujuan dari dibentuknya semacam lembaga pemberantasan korupsi ini memang murni untuk menyelamatkan uang Negara yang dikorupsi oleh para koruptor, atau jangan jangan hanya sebagai ajang untuk membagi bagi uang Negara melalui jambar pembentukan lembaga lembaga anti korupsi.

Sebelum adanya wacana untuk membentuk Densus Tifikor, jauh sebelumnya pada tahun 2013 Kejaksaan Agung sudah terlebih dahulu membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan korupsi, tapi hasilnya bisa kita lihat sendiri, malah banyak personil personil Adiyaksa ini yang terbelit dalam kasus korupsi, sehingga satgas pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh Kejaksaan Agung menjadi jalan ditempat.

Kemudian Pemerntah membentuk satuan Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), yang menangani kasus kasus Pungutan Liar, Saber Pungli dibentuki diseluruh daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Awal pembentukannya memang, kinerja Saber Pungli cukup banyak mendapat acungan jempol, dimana mana Saber Pungli menangkapi oknum oknum yang melakukan Pungli, tapi sayangnya itu hanya berjalan sekitar tiga bulan, selebihnya sampai saat ini Saber Pungli tidak lagi menunjukkan giginya. Saber Pungli seperti Impoten alias mati suri.

Mati surinya Saber Pungli, membuat KPK lebih agresip untuk melakukan pemberantasan korupsi dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dari hasil OTT yang dilancarkan oleh KPK hasilnya memang siknifikan, entah sudah berapa jumlah Kepala daerah, pihak Kejaksaan dan Kehakiman  terkena OTT yang dilakukan oleh KPK.  Namun penurunan indeks Korupsi di Indonesia tidak juga kunjung menurun.

Bahkan gebyar OTT yang dilakukan oleh KPK malah mendapat serangan keritikan, yang anehnya keritikan itu datangnya dari sesama lembaga penegakan hokum. Jaksa Agung HM.Prasetio sempat mengatakan OTT yang dilakukan oleh salah satu intitusi hukum sering membuat gaduh. Kitapun tidak tahu apa maksud Jaksa Agung mengatakan hal seperti itu, apakah karena OTT KPK  menyasar Croup Adiyaksa yang membuat lembaga Kejaksaan ini kurang terima.

Kritikan juga datangnya dari DPR RI, DPR Ri juga mempersoalkan dasar hukum pelaksanaan OTT yang dilakukan oleh KPK. Gencarnya DPR RI melakukan kerintikan terhadap OTT KPK tidak terlepas dari sikap keras KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi, yang juga menyasar para anggota DPR RI ini. Sehingga menimbulkan ketakutan dan ketidak senangan  bagi anggota DPR RI.

Dari apa yang digambarkan diatas, jelas bahwa pembentukan berbagai Satgas untuk melakukan pemberantasan korupsi dan pungli tentu memerlukan biaya yang cukup besar, tapi hasilnya bagaikan kerakap tumbuh dibatu, hidup segan mati tak mau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun