Yang ironisnya kerja rodi yang dahulunya dilakukan oleh bangsa Kolonial terhadap bangsa jajahannya, tapi kini telah diambil alih oleh bangsa yang telah merdeka. Kerja rodi itu mereka terapkan pula kepada bangsanya sendiri. Sedikitpun bangsa sendiri yang memiliki jabatan dan kekuasaan tidak mempunyai perasaan dan hati nurani terhadap bangsanya sendiri yang menjadi kuli diperkebunan. Para kuli hanya bisa berpasrah diri terhadap kekuasaan itu.
Sedangkan para petinggi dan mandor, hidup mereka dengan berkecukupan, setiap gajian kecil maupun besar, mereka pergi kekota untuk mencari kesenangan, mendatangi tempat tempat pelacuran dan rumah rumah minum yang menjual minumam beralkohol. Rumah rumah judi untuk menghabiskan uangnya.
Walaupun gaji mandor tidak begitu besar, tapi setiap bulannya, dia menerima upeti dari para kuli. Jika tidak diberi maka sang mandor akan menunjukkan kekuasaannya dengan memberikan pekerjaan pekerjaan yang berat, yang semestinya tidak dikerjakan oleh manusia. Agar tidak mendapatkan pekerjaan yang berat maka para kuli dengan terpaksa harus menyisihkan sedikit dari gaji yang mereka terima untuk diberikan kepada sang mandor.
Sulit bagi bangsa yang telah merdeka ini untuk melepaskan jerat dari pengutipan pengutipan liar yang dilakukan oleh orang orang yang berkuasa terhadap orang orang yang lemah yang membutuhkan kehidupan. Sampai kapanpun pengutipan pengutipan liar yang dilakukan oleh orang orang yang berkuasa dinegeri ini akan tetap berlanjut, sampai keanak cucu mereka. Namun yang ironisnya korban korban dari pengutipan liar yang dilakukan oleh orang orang yang berkuasa itu adalah rakyat kecil yang lemah.
" Iya, tuan mandor ", Â mandor Sarmin melambaikan tangannya, dengan tergesa Hartini mendatangi mandor Sarmin.
" Nafisah, sekarang Hartini ada didepan kamu, saya akan tanya kepadanya, kamu harus mendengarkannya baik baik ", tongkat rotan ditangan mandor Sarmin diarahkannya kewajah Nafisah. Muka Nafisa pucat seketika.
" Ada apa tuan mandor?", Â dengan genitnya Hartini mendekati mandor Sarmin.
" Apakah sampean telah menjalankan tugas yang saya perintahkan?", tangan mandor Sarmin meremas buah dada Hartini, dengan suara yang dibuat buat Hartini mendesah.
" Tugas apakah itu tuan mandor ?", tangan Hartini memegang tangan mandor Sarmin yang berada dibuah dadanya, Hartini seakan akan tidak ingin tangan itu terlepas dari buah dadanya.
" Tugas untuk mengajari Nafisah bagaiman cara cara untuk melayani mandornya ini", tampa melepaskan tangannya mandor Sarmin menarik tubuh Hartini lebih merapat.
" Oh, yang itu tuan mandor ".