"Tidak mandor, saya tidak punya hubungan apa apa dengan mandor besar, selain dari hubungan kuli dengan tuannya", jawab Nafisah nyaris tidak terdengar. Sinar mata hari semakin panas saja. Sesekali angin dari rimbunan pohon sawit berhembus menerpa wajahnya.
"Kamu tidak punya hubungan dengan mandor besar?, tapi mata kepala saya melihat jika mandor besar sering menemuimu ", mandor Sarmin memegang payu dara Nafisah yang masih mengkal walaupun Nafisah telah melahirkan anak dua.
"jangan mandor ", tangan Nafisah menepis lembut tangan mandor Sarmin. Mata para kuli melihat tangan mandor Sarmin meremas remas payu dara Nafisah.
"Ini hukuman bagi kuli yang terlambat masuk kerja ". Napas Nafisah memburu, ada sedikit rasa nikmat bercampur takut yang dirasakannya. Selama tiga bulan dia menjanda belum ada tangan laki laki yang memegang dan meremas payu daranya. Pagi ini buah dadanya yang telah lama tidak disentuh oleh tangan laki laki, kini diremas remas oleh mandor Sarmin.
"Lihat Nafisah keenakan teteknya dibelai belai bandot tua itu ", Hartini teman Nafisah sesama kuli berbisik kepada Parni yang juga kuli dipembibitan itu. Pandangan mata keduanya tertuju kepada mandor sarmin dan Nafisah yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja.
"Tentu nanti malam akan berlanjut pada belaian yang lebih asik ", Parni menipali bisikan Hartini. Kedua mata kuli itu mencuri curi pandang kearah mandor Sarmin dan Nafisah.
"Kehadiran janda itu dipembibitan menarik perhatian mandor Sarmin, sehingga dia lupa terhadap diriku ", keluh Hartini
Selama ini sebelum Nafisah dipekerjakan dibagian pembibitan, perhatian mandor Sarmin tertuju kapada Hartini. Walaupun hartini sudah punya anak tiga dan masih memiliki suami yang sama sama sebagai kuli diperkebunan itu. Â Tubuh Hartini masih terlihat mengkal, padat dan berisi, warna kulitnya hitam manis, wajahnya masih terlihat kencang, tidak terlihat adanya guratan guratan ketuaan.
Wanita keturunan jawa ini begitu pandai merawat dirinya. Sehingga dia terlihat awet muda, pada hal usia Hartini sudah hampir memasuki kepala empat. Hubungan mandor Sarmin dengan Hartini bukan lagi merupakan rahasia dikalangan para kuli dipembibitan. Mandor Sarmin dalam menyalurkan nafsu birahinya kepada Hartini tidak lagi secara sembunyi sembunyi. Sang mandor sedikitpun tidak merasa sungkan, malu dan takut mencumbui Hartini dihadapam para kuli dipembibitan.
Hartini juga demikian, dia juga tidak merasa malu atau takut ketahuan suaminya dalam melayani nafsu sang mandor tua dihadapan para kuli dipembibitan. Suami Hartini hanya bisa menebalkan telinga dan menutup mata terhadap semua yang dilakukan oleh isterinya. Karena kekuasaan telah menutup pintu keberanian bagi suami Hartini, dan semua orang yang hidup diperkebunan..
Berbeda dengan Nafisah yang tidak tergoda dengan rayuan laki laki ketika suaminya masih hidup. Kenangan pahit dan getirnya kehidupan yang pernah mereka rasakan, membuat Nafisah sulit untuk melupakannya. Karena Suaminyalah Nafisah dapat hidup sampai saat ini. Karena Nafisah memiliki catatan sejarah hidup yang cukup pahit sebelum dia dibawa oleh suaminya menjadi kuli diperkebunan Sumatera Utara ini.