Berlebihan :
  Menelisiik kasus Ahok dan putusan yang telah diberikan oleh hakim memang terkesan berlebihan.  Mulai dari jalannya pemeriksaan dikepolisian atas pengaduan dari berbagai kelompok Organisasi Masyarakat  (Ormas),  dan perorangan terlihat kasus ini begitu istimewa. Jalannya penyelidikan, sampai kepada penyidikan, dan pelimpahan kasus ini kepengadilan serta kepada penuntutan dan vonis berlangsung cukup cepat.
Belum pernah ada kasus tentang penistaan agama, yang proses pemeriksaan sampai kepada ponis berjalan begitu kilat. Mungkin karena kasus yang sama yang pernah terjadi karena dilakukan oleh orang biasa yang tidak terkait dengan nuansa politik dan kepentingan lain, sehingga kasus penistaan agama yang dilakukan oleh orang biasa gaungnya tidak begitu membahana.
Tentu berbeda dengan kasus Ahok, yang syarat dengan nuansa politik dan kepentingan banyak pihak. Kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok bergulir seiring dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, dimana Ahok selaku Gubernur Petahana turut mencalonkan diri. Disinilah letak perbedaannya sehingga kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Ahok terasa istimewa.
Publik tentu melihat bagaimana sepak terjang Ahok, yang kerap menentang arus kebijakan, baik oleh Partai yang mendukungnya, maupun kebijakan kebijakan pemerintah yang sebelumnya tidak pofuler. Kemudian pada sisi lain kinerja Ahok ketika memimpin Jakarta sungguh sangat baik dan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari berbagai pihak. Ahok membangun sebuah motto  yang penting kerja.
Kerja keras Ahok dalam membangun Jakarta, membuat wakilnya Djarot Syaiful Hidayat terkadang tidak mampu untuk mengikuti langkahnya. Stiap jam kerja Ahok masuk kantor tidak pernah telat, dan pulang kantor sampai pukul 21 malam, pulangnya masih membawa berkas, artinya dirumahpun setelah pulang kantor Ahok masih bekerja, hal ini disampaikan oleh Djarot kepada media dalam menanggapi kinerja Ahok.
Kendatipun kinerja Ahok dalam membangun Jakarta mendapat apresiasi dari banyak pihak, namun tidak bisa pula untuk difungkiri, adanya pihak pihak yang tidak suka terhadap kerja keras Ahok dalam membangun Jakarta. Disinilah resiko yang sangat tinggi yang luput dari perhatian Ahok. Ada pihak pihak yang mempunyai kepentingan untuk menjegal langkah Ahok. Dan celah untuk pencegalan langkah Ahok itupun terbuka, ketika Ahok silap dalam berkata kata. Dan terbukti akhirnya Ahok tergelincir pada ubin penistaan agama yang kental dengan nuansa politik.
 Ketidak Puasan :
Kini persoalan vonis Ahok menjadi tunas keterbelahan dalam cara pandang masyarakat negeri ini. Ada yang memandang bahwa vonis Ahok merupakan kemunduran hukum di tanah air, Karena penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok tidak sepadan dengan hukuman yang diberikan.
 Sementara kelompok lain yang pro Ahok, menganggap hukuman Ahok telah mencedrai rasa demokrasi, sebab apa yang dituduhkan kepada Ahok tentang penistaan agama tidak memenuhi unsure.
Dan yang menghebohkan lagi sehari fasca keputusan hakim terhadap kasus Ahok, ketiga hakim yang menyidangkan Ahok mendapatkan promosi jabatan yang lebih tinggi. Dwiarso Budi Satrio Ketua Hakim yang menyidangkan kasus Ahok, yang juga sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dipromosikan menjadi hakim di Pengagilan Tinggi Bali. Sedangkan Abdul Rosyad hakim dipengadilan Negari Jakarta Utara yang juga sebagai hakim anggota, dipromosikan  menjadi hakim tinggi dipengadilan tinggi Sulawesi Tengah. Dan Jupriyadi Hakim Anggota yang juga Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dipromosikan menjadi Kepala Pengadilan Negeri Bandung.