Masalah swasembada pangan yang dihadapi oleh Indonesia, layaknya hanya seperti bermimpi. Laksana benang kusut diurai yang satu berbelit yang lain. Belum selesai tentang masalah swasembada beras, kini muncul pula masalah swasembada tentang gula, cabai dan bawang merah, serta daging sapi.
Munculnya persoalan tentang keinginan rakyat Indonesia agar pemerintah melakukan swasembada pangan terhadap jenis kebutuhan pangan seperti gula, cabai dan bawang merah, serta daging sapi karena disebabkan tidak stabilnya harga dari semua  komoditi ini. Malah harga semua jenis komoditi ini  dipasaran sering meroket, sehingga tidak terkendali dan tidak terjangkau oleh masyarakat yang ekonominya  berada dalam labirin kemiskinan.
Misalnya harga cabai dan bawang merah, sewaktu waktu mengalami kenaikan yang cukup siknifikan, bisa mencapai Rp 75.000,-/kg nya. Dan kemudian disusul dengan harga bawang merah, dimana harganya bisa mencapai Rp 40.000, sampai Rp 60.000,/ kg nya. Belum lagi harga gula mencapai harga Rp 15.000,- sampai Rp 18.000.-/kg nya. Tingginya harga harga komoditi tersebut diiringi pula dengan kelangkaannya dipasaran.
Kemudian terhadap harga beras juga mengalami kenaikan antara Rp 12.000,- sampai Rp 15.000,-/ kg. sementara untuk daging harganya mencapai Rp 110.000,- sampai Rp 120.000,-/kg, naiknya harga harga komoditi pangan ini disebabkan pasokan terhadap komoditi ini di dalam negeri tidak mencukupi. Untuk memenuhi kebutuhan  didalam negeri pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Perindustrian terpaksa melakukan kebijakan impor dari luar negeri untuk memunuhinya.
Berdasarkan data yang dilansir oleh situs web Bersatu.com untuk impor beras, kemudian situs Web Kementerian Perdagangan dan perindustian untuk impor gula, dan bawang menyebutkan. Untuk impor beras tahun 2016 pemerintah menetapkan kuota sebesar 1,9 juta ton. Impor beras ini berasal dari Negara Thailand, Viatnam dan Pakistan.
Sedangkan kuota impor gula pemerintah menetapkan kuota sebesar 2, 8 juta ton. Yang berasal dari Negara Brazil, Australia dan Thailand. Sementara untuk impor bawang kuotanya berkisar sebanyak 5 000 ton, impor bawang ini berasal dari Negara Viatnam dan Filipina. Kemudian menyusul dengan impor daging sapi yang memiliki kuota sebesar 675.000 ton/tahun   berasal dari Negara Australia
Dalam hal impor beras ini Ketua DPR RI Ade Komaruddin yang sempat menayakan kebijakan impor beras ini ketika berkunjung kepergudangan Bulog, Ade merasa heran dengan adanya impor beras ini, sementara menurut pemerintah Indonesia sedang mengalami surplus beras. Jika Indonesia sedang mengalami surplus beras, lalu mengapa ada kebijakan pemerintah untuk impor?. Inilah yang membingungkan Ketua DPR RI itu.
Arah kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Pertanian terkait dengan swasembada pangan, seperti beras, cabai, bawang, gula dan daging sapi memang perlu untuk dipertanyakan. Bagaiman Menteri Pertanian  untuk melaksanakan swasembada pangan dalam komoditi jenis cabai dan bawang merah, sementara untuk swasembada pangan jenis beras, daging sapi dan gula belum terselesaikan dengan baik. Bahkan menimbulkan kebingungan, dimana disebutkan Indonesia Negara surplus beras tapi tetap melakukan impor.
Swasembada Pangan Era Orde Baru :
Indonesia pernah mengalami masa kejayaannya dalam hal swasembada pangan dalam jenis beras. Pada era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, pada tahun 1984 mampu menyumbangkan bantuan pangan kepada penduduk dunia yang mengalami kelaparan, hal itu dialakukan karena pada saat itu Indonesia sukses mencapai swasembada pangan.
Soeharto mengungkapkan bahwa petani Indonesia memberikan bantuan secara gotong royong dan suka rela sebesar 100.000 ton gabah untuk petani miskin dunia. Menurut Soeharto dalam buku otobiografi Soeharto “ Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya “ mengatakan para petani Indonesia memintanya menyerahkan gabah itu ke Food and Agricultural Organizatuon (FAO) kemudian diteruskan kepada para petani miskin yang mengalami kelaparan diberbagai kawasan, khususnya dibenua Afrika.