Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Senandung Cinta dari Selat Melaka "52" [TMN 100 H]

5 Mei 2016   13:02 Diperbarui: 5 Mei 2016   13:12 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 “ Sogokan apa wak?”, Azis melihat wajah wak Alang, dia tidak mengerti maksud wak Alang dengan mengatakan sogokan.

 “ Biar jangan kumarahi kau, kau belikan uwak bakso?”. Jawab wak Alang dengan tertawa,

“ Ah…tidaklah wak, betul betul teringat aku sama uwak”. Wak Alang melihat wajah Azis betul betul serius mengucapkan kata kata itu.

“ Terimaksaihlah Zis, tapi aku mau minta tolong sama kau, itupun kalau kau mau menolong?”.

 “ Apa itu wak?”, Tanya Azis.

“ Begini nya Zis, uwak perempuan kau sakit, jadi kalau kau mau menolong uwak, kau sajalah malamni menjaga gudang, uwak mau mengawani uwak kau berobat kampung”. Kata wak Alang, dia menatap kearah wajah Azis.

“ Tidak apa apalah wak, biarlah sendirian ku menjaga gudang, uwak pulanglah. Sakit apa uwak tu wak?”. Jawab Azis. sedikitpun Azis  tidak merasa keberatan atas apa yang dikatakan oleh uwak alang.

“ Uwakpun belum tahu apa penyakit uwak kau tu, itulah yang ondak uwak tengokkan samo orang pintar. Tapi kalau bertanya tokehtu sama kau, bilang uwaktu sudah pulang jam lima subuh tadi, bilangkan jugo isteri uwak sakit”.

“ Iya wak, besok kusampekan sama tokehtu”. Jawab Azis. Wak Alangpun meninggalkan Azis. Setelah kepergian wak, Alang Azis lalu mandi dan kemudian berganti pakaian.  Setelah itu dia duduk di pondok tempat biasa dia dan wak Alang duduk jika menjaga gudang.

Malam semakin larut. Desiran ombak Selat Melaka menghempas pantai, bagaikan nyanyian merdu ditelinga Azis. Angin Selat Melaka bertiup dengan lembutnya. Dilangit bulan yang tinggal sepotong memancarkan cahayanya yang temaram. Dikejauahan ditengah luasnya samudra yang tidak bertepi, tampak warna warni lampu kapal yang sedang melintas. Entah kenapa tiba tiba dia terbayang dengan wajah Apek Tonghi, penjaga Kelenteng tua di Sinaboi, yang mengajarkan ilmu silat kepadanya.

Khayalannyapun melambung jauh kekampung halamannya di Sinaboi. Dia teringat waktu pertama kali dia bertemu dengan Apek Tonghi, lelaki tua yang usianya hampir seratus tahun, hidup sebatang kara dikelenteng tua itu. Dia adalah seorang perantau yang datang dari Tiongkok bersama isterinya. Dia terdampar di Sinaboi dengan isterinya sudah puluhan tahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun