Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jabatan Gubsu Sebuah Dilematis

21 Juli 2015   01:46 Diperbarui: 21 Juli 2015   03:10 2098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ditengarai dengan tidak dibolehkannya Rudolp turut bersaing untuk merebut kusri orang nomor satu di kota Medan waktu itu dengan alasan KPU kota Medan iazazah yang digunbakan oleh Rudolp tak jelas keabsahannya. Maka secara yuridis, jabatan Rudolp selaku Wakil Gubsu dan kemudian diangkat mejadi Gubsu keabsahannya juga perlu untuk dipertanyakan. Jika izazah yang dipergunakan oleh Rudolp M Pardede itu palsu. Berarti Rudolp tidak berhak untuk diangkat menjadi Wakil dan kemudian menjadi Gubsu.

Secara urusan administrasi pemerintahan Sumut yang ditandatangani oleh Rudolp tidak sah secara hukum. Namun sampai sejauh ini tak satu pun ada lembaga yang mempermasalahkan hal ini. Dan termasuk pihak KPU Sumut yang telah mensahkan pencalonan Rudolp menjadi Gubsu dengan izazah yang sama. Berbeda dengan Gatot yang keabsahan izazahnya tidak dipermasalahkan. Tokoh muda dari PKS ini berlenggang kankung menduduki jabatan Gubsu sampai masa jabatan Gubsu yang ditinggalkan oleh Syamsul Arifin berakhir,.

Delematis.

Kejadian yang menimpa dua Gubsu ini yang mengakhiri masa jabatannya secara draktis, menjadikan sebuah delematis dalam perjalanan tugas menjadi Gubsu di Sumut. bahkan sebahagian orang mengatakan hal ini merupakan sebuah kutukan. Namun kutukan itu mirip kutukan yang tidak jelas, entah siapa yang melakukan kutukan dan entah siapa pula yang dikutuk.

Dan ini terbukti, terlepas apakah ini merupakan kutukan, tapi yang pasti jabatan Gubsu menjadi sebuah delematis. Terbongkarnya kasus suap yang dulakukan oleh para Hakim dan Panitra di Pangadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang melibatkan seorang pengacara dari kantor hukum OC.Kaligis dalam Kasus Korupasi dana Bantuan Sosial Pemerintah Profinsi Sumatera Utara Tentu berimbas kepada Gatot Pujo Nugroho. Gatot kini sedang menunggu Panggilan dari KPK untuk di periksa, setelah sebelumnya pengacara kondang OC.Kaligis di panggil oleh KPK untuk dimintai keterangan.

Dan setelah diperikas selama lima jam, OC.Kaligis akhirnya di tahan oleh KPK. Apakah tidak mungkin Gatot juga akan mengalami nasib yang sama dengan pendahulunya Syamsul Arifin, menjadi tahanan KPK, Jika Gatot ditahan oleh KPK dalam pemeriksaannya yang akan datang, tentu secara konstitusi Gatot akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Gubernus Sumut. Dan secara konstitusional pula Wakilnya T. Hery akan melanjutkan tugas Gubernur yang ditinggalkan oleh Gatot .

Kalaulah seandainya kejadian ini adalah merupakan kutukan. Tentu sudah bisa kita bayangkan bahwa ditahun 2017, dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia untuk jabatan Gubernur . tak akan ada lagi orang yang akan mau menjadi calon orang pertama di Sumut.

Orang akan berlomba hanya untuk menjadi orang kedua. Tapi apa mungkin orang Sumut yang kental dengan anutan agamanya dengan mudah menerima tafsir yang salah? yang menyebutkan bahwa nasib tragis yang dialami oleh dua orang Gubsu, dan akan menyusul Gubsu yang sekarang ini adalah merupakan kutukan? Tentu tidak semudah itu masyarakat Sumut mempercayainya.

Belajar dari peristiwa dua Gubsu ini, dan satu Gubsu yang sedang menantikan nasibnya sudah selayaknya lah kita selaku masyarakat Sumurt untuk melakukan introspeksi diri. Merenung dari peristiwa dua Gubsu yang mengakhiri masa jabatannya secara tragis.

Hal itu perlu untuk dilakukan agar kedepan, andaikata Gubsu masih dipilih oleh masyarakat secara langsung, kita harus bisa membedakan . Mana calon Gubsu yang layak untuk dipilih menjadi pemimpin, dan mana yang tidak. Kita jangan lagi tergiur dengan pemurahnya calon membagi bagi uang, sementara uang yang diberikannya kepada kita adalah uang kita juga yang diambil dengan cara korupsi. Salam tengah malam/Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun