Spekulasi siapa yang bakal menjadi calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk menggantikan Jendral Polisi Sutarman yang akan memasuki masa pensiun Oktober 2015 terjawab sudah. Bocoran siapa yang bakal menggantikan Jendra Pol Sutarman semakin menguap. Bocoran itu di sampaikan oleh anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo kepada media.
Dalam bocoran itu di sebutkan surat penunjukan calon Kapolri sudah masuk ke DPR RI. Komisaris Jendral Pol Budi Gunawan merupakan calon tunggal sebagai calon Kapolri yang di calonkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bocoran yang di sampaikan oleh anggota Komisi Hukum DPR RI itupun mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Sejumlah penggiat anti korupsi mulai berkicau. Ada yang meminta agar Presiden Jokowi dalam memilih calon Kapolri yang bersih dari korupsi dan tidak tersangkut rekening kendut.
Kicauan para penggiat anti korupsi ini pun memang beralasan. Komitmen Presiden Jokowi dalam penegakan hukum wajar untuk di pertanyakan, jika Jokowi dalam memilih calon Kapolri yang tidak reformis dan tidak memiliki integritas. Pemilihan calon Kapolri sebaiknya tidak di dasarkan politik dagang sapi, atau politik balas budi. Penunjukan Kapolri hendaknya harus di dasari pada aspek kepemimpinan, integritas, rekam jejak, kapasitas dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan anti korupsi.
Maka tidak berlebihan jika Rakyat Indonesia meminta kepada Presiden Jokowi sebelum mengajukan calon Kapolri kepada DPR, haruslah terlebih dahulu mengajukan nama calon Kapolri itu kepada pihak Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK) seperti yang pernah di lakukan oleh Jokowi terhadap nama nama calon Menterinya di Kabinet Kerja.
Lantas timbul pertanyaan kenapa harus melalui KPK dan PPATK, sementara pengangkatan kapolri adalah hak preogratif Presiden. Perlunya Presiden melibatkan KPK dan PPATK dalam melakukan penelusuran rekam jejak seorang calon Kapolri, karena di nilai kedua lembaga ini bekerja secara independen, terlepas dari unsure politik. Kemudian kedua lembaga ini di nilai telah teruji dan berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang. Memiliki data dan informasi mengenai rekam jejak seseorang terkait dengan perkara korupsi maupun transaksi keuangan yang mencurigakan. Lembaga ini juga memiliki citra yang positif dan relative lebih di percaya oleh public.
Polri selaku salah satu pendekar hukum di Indonesia memerlukan seorang Kapolri yang reformis. Setelah Hoegeng yang legendaris tidak lagi menjadi Kapolri. Lembaga Bayang Khara ini telah kehilangan sosok pigur pigur Kapolri yang dapat di banggakan, di percaya dan di cintai oleh public. Maka di harapkan Presiden Jokowi untuk dapat memunculkan kembali Hoegeng Hoegeng yang baru menjadi Kapolri.
Rekening Kendut :
Komisaris Jendral Polisi Budi Gunawan adalah kepala Badan Pendidikan Polri. Pada tahun 2013, Budi Gunawan pernah mengikuti seleksi calon Kapolri untuk menggantikan Jendral Pol Purn Timoer Pradopo. Akan tetapi Budi Gunawan lulusan Akademi Kepolisian/Akpol angkatan 1983, harus merelakan posisi Tribrata 1 kepada seniornya, Jendral Polisi Sutarman lulusan Akpol 1981.
Komjen Pol Budi Gunawan dan Jendral Pol Sutarman, dua sosok yang pernah menjadi ajudan Presiden. Jendral Pol Sutarman sebelum menjadi Kapolri adalah mantan Ajudan Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur). Sedangkan Komjen Pol Budi Gunawan adalah mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri. Dari kedua sosok ini menimbulkan anggapan, untuk menjadi ajudan Presiden di lingkungan polri merupakan kecemerlangan karier yang menjulang sampai puncak. Tradisi itu mulai berlaku ketika Soeharto sebagai Presiden.
Hal yang paling menarik dengan di calonkannya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri oleh Presiden Jokowi, sempat tersangkut dugaan kepemilikikan rekening gendut. Majalah Tempo pada terbitan Juni 2010 menulis laporan kekayaan Budi Gunawan mencapai Rp 4,6 milyar pada 19 Agustus 2008. Budi Gunawan juga dituduhkan telah melakukan transaksi dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan profilnya. Budi Gunawan bersama anaknya di katakana telah membuka rekening dan menyetor masing masing Rp 29 Milyar dan Rp 25 Milyar. Tuduhan itu di bantah oleh Budi Gunawan , Gunawan mengatakan itu merupakan pemberitaan yang tidak benar dan fitnah.
Pada tanggal 26 Juli 2013 ketika Budi Gunawan terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaan Penyelenggara Negara, yang bergerak mapun yang tidak bergerak  ke KPK, tercatat nilai kekayaan yang di miliki oleh Konjen Pol Budi Gunawan mencapai Rp 22, 6 Milyar. Adapun harta kekayaan Budi Gunawan pada 19 Agustus 2008 berdasarkan pemberitaan Majalah Tempo sebesar Rp 4, 6 milyar. Jika berbanding dengan laporan harta kekayaannya pada 26 Juli 2013 menjadi 22,6 milyar, berarti ada penambahan nilai harta kekayaannya selama enam tahun sebesar Rp 18 milyar. Tentu penambahan harta kekayaan Komjen Budi Gunawan selama enam tahun Rp 18 Milyar mencengangkan public. Sementara Budi Gunawan bukan seorang pengusaha., apakah semua itu di perolehnya dari gajinya sebagai abdi Negara? Atau dari masukan masukan yang lainnya. Hanya Budi yang tahu.
Berdasarkan ini pulalah banyak pihak meminta agar Presiden Jokowi, menunda pengajuan calon Kapolri ke DPR RI. Sekaslipun bahwa Budi Gunawan adalah calon tunggal yang di calonkan oleh Presiden Jokowi. Tapi setidaknya untuk menghilangkan imez jelek di mata public, Â Jokowi harus bisa bertipa selera untuk memasukkan nama Komjen Pol Budi Gunawan ke lembaga KPK dan PPATK agar di lakukan penelitian dan penelusuran terhadap issue issue yang tidak sedap mengenai vigor Komjen Pol Budi Gunawan yang di calonkan menjadi Kapolri, yang semakin kencang berhembus.
Harapan :
Walaupun Kapolri Jendral Pol Sutarman menyatakan intitusinya mendapat nilai wajar tanpa pengecualian dalam pemeriksaan BPK, namun di tengah masyarakat masih terdengar keluhan tentang masih banyaknya oknum Polisi yang mencari uang tambahan di jalan dengan melakukan rzjia razia terhadap kenderaan bermotor dan mobil. Terkadang razia yang di lakukan oleh oknum oknum Polri ini di luar dari peraturan yang ada. Bahkan untuk menjebak para pengguna kenderaan Polisi melakukan razia Buru Sergap (Buser), begitu ketangkap walaupun pengemudi telah menunjukkan surat surat kenderaannya beserta SIM, polisi masih tetap mecari cari kesalahan. Dan ujung ujungnya tak lebih dari pada uang.
Belum lagi terhadap pelayanan yang buruk, di berikan oleh pihak Polri terhadap masyarakat. Melakukan pengaduan kepada Polisi cendrung bagaikan benang kusut diurai yang satu berbelit yang lain. Motto Siap Melayani Masyarakat Selama 24 jam tak lebih hanya sebuah liveservis belaka. Dan penyelesaiaan perkara yang berlarut larut juga menjadi sorotan. Berapa jumlah anggota Polri yang terlibat Narkoba dan tindakan kejahatan lainnya yang meresahkan masyarakat harus menjadi perhatian bagi lembaga Bayang Kara .
Harapan masyarakat terlepas dari persoalan rekening gendut yang pernah di tuduhkan kepada calon kapolri ini, tak kalah menantangnya, bagi calon yang akan menggantikan Jendral Pol Sutarman ini harus mampu untuk memperbaiki citra negative yang di tujukan kepada jajaran kepolisian  selama ini.
Semoga Kapolri yang baru, memiliki jiwa dan semangat Bayang Kara yang pernah di miliki oleh Jendral Polisi Hoegeng. Siapapun dia nantinya yang akan menjadi Kapolri. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H