[caption id="attachment_397151" align="alignnone" width="640" caption="Ilustrasi/Fhoto Merdeka.com"][/caption]
Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mengulur ngulur waktu tentang di lantik atau tidaknya Komisaris jendral Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri, menggambarkan bahwa Jokowi tidak memiliki ketegasan sebagai seorang Presiden. Akibatnya komplik antara Polri dan KPK terus berlanjut, dan bahkan mulai masuk kedalam ranah terror yang melanda KPK dan Polri,
Walau ada beberapa sinyal yang tergambar bahwa Presiden Jokowi tidak akan melantik Komjen Pol Budi Gunawan,yang tersangkut kasus Korupsi dan Gratipikasi , dan telah di nyatakan sebagai tersangka oleh KPK sebagai calon tunggal Kapolri yang telah lolos mengikuti Fit And Profertes (Uji Kelayakan) di Komisi III DPR RI
Sinyal pertama adanya pernyataan Ketua Tim 9 Syafii Ma’arif, yang mengatakan bahwa pihaknya sudah di hubungi oleh Jokowi melalui Telefhon, bahwa Jokowi tidak akan melantik Komjen Pol Budi Gunawan Sebagai Kapolri.
Apa yang disampaikan oleh Syafii Ma’arif, tentu bukanlah sebuah kebohongan. Syafii Ma’arif adalah tokoh masyarakat/ulama dan pernah menjadi pemimpin ummad di Muhamadiyah. Tidaklah mungkin seorang yang bergelar Buya seperti Syafii Ma’arif menyampaikan berita bohong.
Kemudian adanya pernyataan dari anggotaDPR RI yang menyebutkan Bahwa Jokowi telah menyampaikan kepada Ketua DPR RI Setya Novanto, bahwa Jokowi tidak akan melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri. Walaupun belakangan Ketua DPR RI itu membantah hal tersebut.
Kemudian sibuknya pihak Kompolnas untuk mengajukan nama calon Kapolri baru, kepada Presiden, juga merupakan sinyal bahwa Presiden Jokowi memang benar benar tidak akan melantik Konjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Dan yang paling anyer terlihat dan terasakan, ketika Jokowi menghadiri Munas Partai Hanura di Solo, dimana terlihat di layar kaca, Jokowi dengan Megawati Soekarno Putri duduk berdampingan tapi tanpa bahasa yang keluar dari bibir mereka. Artinya, kedua duduk berdampingan tapi tidak saling ngomong.
Akan tetapi semua itu hanyalah sebuah sinyal, yang belum tentu 100% pasti dan benar akan terjadi. Sikap ketidak tegasan yang di perlihatkan oleh Presiden Jokowi, terhadap komplik yang terjadai antara Polri dengan KPK, jelas mengundang rasa keraguan di kalangan rakyat Indonesia terhadap kepemimpinan Jokowi dalam membawa Indonesia kepada hal yang lebih baik.
Dan dari sikap ketidak tegasan Jokowi itu pula, rakyat meragukan, jika Presiden Jokowi memang benar benar mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. Dalam hal calon Kapolri yang telah di nayatakan tersangka oleh KPK, malah Jokowi masih mengulur ngulur waktu, untuk membatalkan pencalonan seorang yang telah di nyatakan oleh KPK sebagai seorang koruptor.
Begitu komplik antara KPK dan Polri terjadi Jokowi malah menunda nunda keputusan yang akan di berikannya, Alasan Jokowi menunggu sampai putusnya Prapradilan yang di lakukan oleh Komjen Pol Budi Gunawan. Apa yang di sampaikan oleh Jokowi rakyatpun menunggu keputusan dari hasil Prapradilan yang di lakukan oleh Konjen Pol Budi Gunawan.
Persoalan Prapradilan yang di ajukan oleh Konjen Pol Budi Gunawan pun kini tinggal menunggu Keputusan yang akan di bacakan oleh hakim pada Senin 16 Februari 2015 besok. Akan tetapi Jokowi tetap saja mengulur waktu. Ulur waktu berikut di katakan Jokowi, keputusan akan di sampaikannya menunggu APBN 2015 di syahkan oleh DPR RI. Dan kemudian alasan lain yang di sampaikan oleh Jokowi tentang menunda, melantik atau tidak melantik Konjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri, akan di umumkan dalam pekan ini. Berbagai alasan di sampaikan oleh Jokowi untuk mengulur waktu di lantik atau tidaknya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri, akhirnya membuat rakyat merasa jenuh.
Sikap Jokowi memang berbeda dengan sikap Susilo Bambang Yudho Yono (SBY). Ketika SBY menjadi Presiden, banyak kalangan yang menilai jika SBY adalah orang yang penuh dengan keraguan. Dan penuh dengan kehati hatian. Walaupun sikap SBY penuh dengan keraguan dan kehati hatian, namun SBY tidak dapat di dikte oleh siapapun.
Kemudian kepiawaiannya dalam menyelesaikan komplik, cukup di bilang sangat berhasil. Ketika perseteruan antara KPK dan Polri terjadi. SBY sebagai seorang Presiden, bertindak cepat untuk menyelesaikan perseteruan itu. Ketegasan yang di berikan oleh SBY dalam menyelesaikan komplik antara KPK dan Polri cukup dominan. Sehingga dua kali perseteruan terjadi SBY menyelesaikannya dengan arif dan bijak sana. Tidak ada ulur waktu yang di lakukannya. Cukup memerintahkan Jaksa Agung untuk menyelesaikannya di luar pengadilan. Akhirnya persoalan antara KPK dan Polri selesai, tanpa harus menimbulkan terror di dua lembaga hukum itu.
Inilah kelebihan seorang Meliter yang menjadi Presiden. Siapapun tidak dapat untuk mendiktenya. Sekalipun dari kader kader partai politik di mana dia berkiprah. SBY memang presiden yang benar benar anti terhadap korupsi, sehingga sikapnya sebagai seorang kepala Negara tidak melindungi rakyat/Kader Partai dan pejabat di dalam pemerinthannya yang tersangkut korupsi. Sekalaipun itu darah dagingnya sendiri.
Belajarlah dari sikap yang di perlihatkan oleh Bau Zheng (Hakim Bau) yang hidup di zaman di nasty song, yang berani menghukum menantu raja (kaisar) karena melakukan kesalahan, walaupun taruhannya, nyawa dan keselamatan keluarganya, serta kehilangan jabatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H