"Pendaftaran CPNS 2021 Dibuka 30 Juni, Login di www.sscasn.bkn.go.id", demikian tulis salah satu media online nasional (kompas.com, 29 Juni 2021). Namun, ketika ditelusuri alamat website yang dimaksud, ternyata halaman website-nya tidak bisa diakses sama sekali, meskipun hanya sekedar pemberitahuan kapan pendaftaran CPNS persisnya dibuka. Selanjutnya, dari halaman website sebuah media online lainnya (https://tirto.id, 29 Juni 2021) dapat kita temui artikel yang berjudul "CPNS 2021 Dibuka Hari Ini Jam 18.30 & Panduan Pendaftaran CPNS 2021" Â serta tertulis didalamnya informasi jadwal penerimaan yang agak janggal dimana jadwal pengumuman seleksi ASN 30 Juni - 14 Juli 2021 yang lebih awal daripada jadwal pendaftaran ASN 30 Juni s.d 21 Juli 2021. Demikianlah sekelumit gambaran sistem perekrutan Sumber Daya Manusia pemerintahan alias Aparatur Sipil Negara - ASN Indonesia yang tidak berkualitas. Karena falsafah inti dalam sistem perekrutan sumber daya manusia adalah menjaring calon karyawan yang memenuhi kualifikasi sebanyak-banyaknya, sehingga konsekuensi logisnya sistem pendaftaran harus mudah diakses dan informatif. Jika halaman websitenya tidak bisa diakses sama sekali, tersirat penilaian bahwa sistem perekrutannya tidak berkualitas. Bahkan mungkin ini merupakan 'puncak es' dari pengelolaan sumber daya manusia aparatur pemerintahan yang amburadul. Namun demikian, tulisan ini tidak ditujukan untuk membongkar borok pengelolaan sumber daya manusia (Aparatur sipil negara - ASN) Indonesia, tetapi untuk mengopinikan perlunya pengelolaan sumber daya manusia pemerintahan ASN yang baik dalam rangka membangun ASN yang berkualitas untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Hal utama dan pertama yang mesti disadari dan diyakini oleh pengelola sumber daya manusia pemerintah atau swasta adalah bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling berharga dan menentukan jatuh-bangunnya suatu organisasi bahkan juga negara. Karena, hampir seluruh negara-negara maju dan kuat dunia saat ini bukan karena faktor kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki, tetapi faktor kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki yang tinggi produktifitasnya karena menguasai ilmu pengetahuan, manajemen dan teknologi modern. Dengan sumber daya manusia bertalenta tersebut, negara maju mampu mengelola sumber daya alamnya bahkan sumber daya alam negara lainnya dengan produktifitas serta nilai tambah yang tinggi. Konsekuensinya, produksi domestik kotor (Gross domestic product - GDP) mereka tinggi disebabkan SDM mereka yang produktif meskipun negara mereka miskin sumber daya alam. Sebagai contoh adalah Jepang dengan sumber daya alam yang minim dibandingkan dengan Indonesia tetapi memiliki GDP yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia karena produktifitas SDM mereka tinggi. Hal tersebut terjadi karena sejak Restorasi Meiji (pencerahan kekuasaan), tahun 1869, Jepang mengenjot kualitas SDM mereka dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Walhasil, Restorasi Meiji yang dipicu oleh kesadaran bahwa betapa terbelakangnya mereka dibandingkan negara-negara lainnya di dunia dan bertujuan untuk menggabungkan "kemajuan Barat" dengan nilai-nilai "Timur" tradisional berhasil menjadikan Jepang mampu bersaing dengan negara barat lainnya dan bahkan GDP perkapita Jepang menggungguli GDP perkapita Amerika. Disamping itu, dalam kontek organisasi modern, David P. Norton dengan konsep Balanced scorecard-nya menempatkan pengembangan SDM organisasi sebagai pondasi pertumbuhan dan produktifitas organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya. Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya manusia yang baik merupakan inti sukses organisasi dan negara mencapai tujuan strategisnya. Sebaliknya, abai dalam pengelolaan SDM merupakan awal kebangkrutan dan menjadi faktor penghambat kemajuan bangsa dan negara agar bangkit setara dengan negara-negara maju dan kaya lainnya di dunia.
Penjelasan diatas meyakinkan kita bahwa ASN merupakan faktor kunci dan dasar majunya Indonesia. Meskipun demikian, seringkali pengelolaan ASN ini diabaikan karena pengembangannya dianggap sebagai biaya dan manfaatnya jangka panjang. Begitu juga, pengelolaan ASN seringkali dibiaskan karena perspektif kualitas yang lebih sarat politik daripada profesional. Padahal, ASN profesional yang berkualitas tinggi jauh lebih produktif daripada ASN yang direkrut karena faktor politik. Sebagai tambahan, porsi besar dari ASN adalah pekerja profesional yang tidak ada sangkut pautnya dengan politik. Oleh karena itu, pembangunan ASN yang berkualitas harus dijauhkan dulu dari perspektif politik dan harus murni profesional. Dimana, kualitas profesionalisme sangat kuat hubungannya dengan penguasaan teknologi dan manajemen modern. Bahkan fakta mengatakan bahwa dasar kemajuan bangsa-bangsa didunia adalah karena produktifitas tinggi yang terkait erat dengan profesionalisme. Sebaliknya, perspektif kualitas ASN yang sarat politik memiliki produktifitas yang rendah karena jauh dari penguasaan teknologi dan manajemen modern. Sebagai contoh, 75 karyawan KPK yang dijegal jadi ASN karena tidak lulus tes Kebangsaan adalah bentuk kualitas ASN yang syarat politik daripada profesionalisme. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan bahwa "Tes itu (TWK) berupaya menyingkirkan orang-orang penting di KPK dan kuat dugaan itu bagian dari rencana besar untuk meruntuhkan KPK mulai dari undang-undang hingga kualitas kepegawaian".
 Selanjutnya, pengembangan ASN yang berkualitas terkait erat dengan kualitas pendidikan yang disediakan. Oleh karena itu, jika ingin negara ini maju, maka sediakanlah pendidikan profesional yang berkualitas tinggi dengan biaya yang sangat terjangkau. Pemerintah harus memprioritas pendidikan berkualitas untuk pengembangan profesional SDM secara umum dengan proporsi alokasi dana APBN yang lebih besar. Sebagai contoh, anggaran kementrian Ristek/Dikti 2017 s.d 2020 adalah sebesar 164 triliyun, jauh dibawah kementrian Agama yang tidak jelas arah dan tujuannya yaitu 250 triliyun (sumber: Kementrian Keuangan). Hal ini menunjukkan bukti, bahwa pemerintah belum serius dalam pengembangan SDM Indonesia dalam rangka memajukan bangsa dan negara Indonesia. Seharusnya, pemerintah melakukan rasionalisasi proporsi dana APBN untuk pendidikan agar terwujud ASN dan SDM Indonesia yang berkualitas untuk kemajuan bangsa.
Sistem rekrut dan seleksi ASN juga harus betul-betul mencerminkan bahwa sistem pengelolaan ASN yang profesional dan menjadi ASN adalah bukti memiliki profesionalitas yang tinggi yang jauh dari politik apalagi sogok menyogok. Selain sistem rekrut dan seleksi yang baik, ada banyak sistem lainnya seperti sistem kompensasi yang umum diketahui praktisi pengelola SDM. Pengelola ASN harus menerapkan sistem manajemen SDM lainnya secara profesional, karena pengabaian sumber daya ini akan membawa bencana mundur bangsa dan negara Indonesia. Pengembangan ASN yang berkualitas secara profesional akan memajukan bangsa Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya di dunia.Â
Wisnel (Pengamat dan Peneliti Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknik Industri-Universitas Andalas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H