Mohon tunggu...
wishnu sukmantoro
wishnu sukmantoro Mohon Tunggu... Administrasi - Saya suka menulis dan fotografi. Suka menulis tentang politik, militer, humaniora, lingkungan dan kesehatan

Saya ekolog satwa liar, menyelesaikan S1 Biologi Universitas padjadjaran, Master degree ekologi di Institut Teknologi Bandung, fellowship program di Pittsburg University dan Doktoral Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Corona, Perkuat Surveillance dan Aksi Preventif

14 Maret 2020   17:38 Diperbarui: 24 Maret 2020   13:09 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: tirto.id

Kebetulan penulis pernah ikut dalam komnas flu burung tahun 2006-2007 tetapi kasus ini zoonosis meskipun virus ini lompat ke manusia. Jadi, kasus kasus endemi, pandemi dll itu perlu ada ahli kesehatan masyarakat atau ahli kesmas, jadi ahli kesmas bisa jadi bukanlah dokter tetapi orang yg mengurusi persoalan outbreak prevention yaitu meminimalisir outbreak itu terjadi. 

Mereka ini yg melakukan surveillance kejadian penyakit dan memberitahukan secara kontinu. Jadi, pengumuman ttg outbreak bukan dari kepala daerah, tetapi dari tim kesmas ini yg didukung oleh kementerian kesehatan, kepala daerah dan ahli komunikasi.

Kekeliruan di kita adalah banyak hal dalam persoalan pandemi atau outbreak misalnya, ego sektoral itu tinggi sehingga kolaborasi lintas sektoral atau departemen itu relatif lemah (ego sektoral), padahal kasus pandemi atau endemi penyakit ini lebih ke arah Preventif, bukan kuratif meskipun kuratif ini penting sekali. Kita terlalu banyak promosi kesiapan rumah sakit tetapi tidak banyak bicara soal surveillance, padahal surveillance itu paling penting dan bagaimana melakukan prosedur pasca surveillance apakah teknik blocking sementara dll secara terukur. 

Kemudian mengenai penanganan di Indonesia bagaimana? Sejauh yg saya tahu terutama bagaimana pola outbreak dan prevalensi, pertama, pola outbreak harus diketahui dari pertama kali orang yg terkena dan dirunut orang per orang yg dekat dengannya. 

Saya kira itu sudah dilakukan oleh kementerian atau tim, kalau ini sudah dilakukan, dan bisa terkontrol informasi dan orang orangnya, tidak perlu dinyatakan outbreak, tetapi jika informasi terlalu banyak, pertemuan tidak terkontrol dan 50% ke atas orang yg berhubungan dengannya terkena, barulah bisa dinyatakan outbreak.

Kemudian juga dihitung apakah prevalensi tinggi atau rendah. Penularan yg cepat, dimana 50% lebih orang terkena atau tertular penyakit ini dikatagorikan prevalensi tinggi. Karna virus bukanlah air borne desease atau bukan water borne desease seperti bakteri dll. Prevalensi lebih rendah dari konteks kolera atau tiphus jaman dulu, meskipun juga dianggap tinggi seperti kasus outbreak di China dan Italia pada akhirnya atau berdasarkan modelling peneliti London School of Hygiene dan Tropical Medicine . 

Jadi lockdown perlu pertimbangan yg matang untuk itu karena ternyata kasus di Italia justru lockdown itu lah penyebaran virus ya malah tinggi karena saat libur dengan kondisi tidak tentu, sikap panik, mulai terjadi aksi memborong bahan makanan sehingga sumber pangan berkurang di pasaran, kota tidak nyaman dan daya tahan tubuh menurun akibat kondisi yang kompleks. Informasi lagi bahwa sang orangtua atau mahasiswa justru kumpul atau traveling keluar menghindari kota dan karena kurang terdeteksi, justru penularannya di luar. 

Apa langkahnya? Pertama, karna persentase kematian di bawah 5% atau fatality dianggap sedang rendah. Yg harus dilakukan dan paling penting  adalah kampanye ttg hidup sehat dan meningkatkan gizi untuk memperkuat antibodi tubuh melawan virus. Itu yg perlu diperkuat kepada masyarakat. 69 pasien yg positif corona 80% kondisi ya ringan sedang, artinya corona bisa dilawan dgn pola gizi yg baik dengan asupan vitamin yg baik untuk melawan virus. 

Profesor di Surabaya sudah mengingatkan banyak banyak minum mpon-mpon, wedang uwuh atau jahe, karena disitu lah salah satu cara peningkatan performa tubuh melawan virus disamping vitamin C dan makan yg lebih bergizi. Implikasi positif adalah merangsang daya beli masyarakat untuk makanan yg gizi. Pemerintah bisa mensuplai dana dan bantuan makanan yg bergizi atau jamu jamuan ini bagi masyarakat. 

Kedua, Kemudian pola sentuhan yg dihindari dll yg sudah dikampanyekan yang kita sebut social distancing (physical distancing) dan self isolation yaitu menghindari sentuhan langsung, menjaga jarak pertemuan dengan orang lain apalagi yang diduga sedang flu atau mengurangi bertemu massal di tempat-tempat umum termasuk lebih memperkuat tipe pengajaran online dari guru-guru.

Ketiga, mendukung perlengkapan untuk self isolation yaitu menormalkan kembali stok masker (saat ini stok masker kosong di pasaran, karena tadi pagi sampai siang, saya cari masker, semuanya kosong). Padahal jika ada yang terkena flu dan tidak punya masker, justru malah si suspect bisa menularkan secara cepat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun