Mohon tunggu...
Wisda Manik
Wisda Manik Mohon Tunggu... Freelancer - INTP-T

Hidup dan bernafaslah. Selagi hidup jangan lupa bernafas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Lupa Bernapas

16 Juli 2023   18:33 Diperbarui: 17 Juli 2023   10:32 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Siapa yang mau masuk Surga?" tanya pendeta dalam khotbahnya. Semua jemaat mengacungkan tangan, tanda keinginan semua mau masuk surga. "Siapa yang mau duluan?" tanya pendeta lagi. Tapi kali ini tidak ada seorangpun yang mengacungkan tangannya. Saya dengan arogan mengacungkan tangan, hehehe. Tapi tidak menjadi pusat perhatian, toh saya duduk jauh dari pandang pendeta.

Atau, saya sering bercanda seperti ini, "Mau pergi kemana?" tanya mama, "ke rumah BAPA di surga" gurau saya. Sekali-dua kali mama akan marah dan ngomel, "apa sih kok ngomong begitu", "bercandanya gak lucu", "bisa diam gak, ditanya orang tua jawab yang benar", marahnya. Saya tetap akan menjawab dengan jelas kemana saya akan pergi, hanya bagi saya, seandainya sesuatu terjadi di jalan pun, mama sudah tahu terlebih dahulu akan kemana saya pergi jika tidak di dunia. Entah bosan atau memaklumi candaan saya, mama sudah anggap lalu saja jawaban saya yang seperti itu, hehehe.

Bagi saya topik tentang kematian tidak terlalu menakutkan untuk dibicarakan. Toh semua orang akan mati, hanya itu satu-satunya yang pasti dari hidup ini. Namun, banyak orang yang masih menganggap topik ini hal yang menakutkan untuk dibahas. "Jangan mudah ngomong mati, kematian. 'Ntar dijawab Tuhan tau rasa kau". "Amin", jawab sekaligus doa saya.

Kematian itu memaksa hadir bersamaan dengan rasa duka. Detik itu juga saya sangat membenci perasaan yang timbul dari kematian itu. Saya marah kepada kematian yang memisahkan saya dengan orang paling saya kasihi. Hari-hari dimana saya belajar mengatasi rasa duka, pandangan saya akan kematian sempat blur. Entahlah, apakah pikiran yang tercipta sebagai bentuk benci atau keinginan untuk kembali bertemu dengan si kekasih hati. Seperti kata orang dunia, antara benci dan cinta itu beda tipis. Anggaplah cinta sebagai bentuk hasrat yang timbul dari kebencian saya terhadap kematian itu.

Memasuki tahun kesepuluh, rasa duka mulai bisa saya kontrol arah dan bentuknya. Berdamai dengan kematian adalah hal yang tepat. Kemarin saya bertanya kepada sahabat, "ada nggak kalimat yang berkesan bagi kau dari aku?', "banyak, tapi yang paling ku ingat semua hal tentang kematian", "waduh, kenapa rasanya vibes ku gelap ya, wkwkwk", "Bukan itu maksudnya. Rasa dalam setiap kalimat mu itu valid, jadi berkesan aja" terangnya. Apa yang kamu katakan adalah hasil pemikiranmu. Ternyata, sedalam itu saya merenungkan kematian sampai-sampai selalu jadi topik obrolan yang berkesan antara saya dengan sahabat.

Pada tahun itu, saya sedang dititik sedang merenungi alasan saya diciptakan dan lahir di dunia ini. Sepertinya itu adalah momen pengalihan isu dalam otak yang sedang mumet dari banyaknya tugas kuliah dan praktikum yang menumpuk. Bagaimana aku lahir, aku tidak ingat. Yang menginginkan aku lahir, mama bapa katanya. Bagaimana aku mati, aku tidak tahu. Siapa yang menginginkan kematian? Bukan mama, aku.

Definisi kematian menurut saya adalah keterpisahan di bumi antara yang hidup dengan yang mati. Berdasarkan iman kepercayaan saya, kematian seseorang menandakan telah selesainya tugas dia di dunia, dan kembali kepada kekekalan. Kelahiran dan kematian itu adalah haknya Tuhan. Saya yakin setiap kita tahu itu. Tapi manusia seringkali mencurangi hal tersebut.

Ada kelahiran yang seharusnya menjadi anugerah dari Tuhan, tapi dipaksa gugur karena perbuatan kedua orang di luar ikatan pernikahan yang sah atau akibat dari pergaulan yang semakin bebas. 

Kondisi khusus, saya mendukung adanya hukum yang melegalkan dan mengizinkan aborsi bagi korban kekerasan seksual, atau dalam suatu keadaan mendesak yang membahayakan keselamatan sang ibu. Tenang, Tuhan tidak akan marah di dua kondisi ini. Karena Tuhan mengasihi kamu.

Atau, kematian yang dipaksakan. Manusia sekarang lupa diri, seakan keputusan untuk mati itu adalah haknya. Hal ini terlihat dari angka suicide mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2020 diketahui ada setidaknya 670 kasus suicide yang dilaporkan. Laman berita BBC News Indonesia menyatakan bahwa kemungkinan data asli kasus suicide empat kali lebih tinggi dari data resmi terlapor(2).

Padang gurun ini sungguh sesak,
Hampir mati rasanya, untuk terus berjalan di padang berduri ini.
Untunglah hampir. Masih belum mati nyatanya.
Teruntuk tangis yang tertahan. Keluarlah.
Bagi setiap jiwa yang takut. Bertahanlah.
Kau tidak sendiri, akupun.
Meski kemarau kita berbeda waktu dan masanya,
Kau dan aku layak untuk hidup, damai dan bahagia.
Mainkan musiknya, mari kita menari dan hidup -anakayam, 2022-

Kesalahpahaman pikiran antara saya dengan orang sekitar mengenai kematian, mereka selalu mengira bahwa saya di posisi lose hope dan ingin mencurangi Tuhan. Tidak, sekalipun keinginan itu kuat, saya pikir menghidupi hari demi hari adalah cara yang keren sembari menanti. Saya hanya menyadari bahwa meninggalkan orang-orang tanpa pamit itu menyakitkan. Toh, berpikir dan sadar akan kematian adalah hal yang pasti, saya punya sudut pandang kekekalan, hidup beriman kepada Sang Pencipta, mencintai diri sendiri dan sesama, menjalankan apa yang sedang dikerjakan sebaik mungkin. Jadi, sekiranya tiba pada gilirannya, saya bisa mati dengan keren.

Bagaimana seseorang mati/meninggal, setiap kita tidak ada yang tahu, hanya Tuhan si pemilik hidup yang tahu. Sampai di momen yang seperti apa yang menandakan kita telah menyelesaikan tugas di dunia? Tidak ada yang paham, tidak ada seseorangpun yang bisa mensketsanya nya. Lagi. Hanya Tuhan yang tahu. Siapa yang menciptakan kita, Dia yang memutuskan kematian kita pula. Apa yang Tuhan telah putuskan, pasti sesuatu hal yang baik. Bagi yang dipanggil kembali, maupun kepada orang-orang di dunia yang ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun