Pesan yang selalu teringat di benak pikiran, bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Selalu terbayang dan terekam sampai dewasa kini. Walaupun Pesan tersebut di sampaikan pada masih kecil, namun membekas, mengisyaratkan kita untuk mengevaluasi diri sudah sejauh mana kita berbakti kepada orang tua khususnya ibu.
Yang pasti tak bisa dibantahkan bahwa seorang perempuan mempunyai sifat kodrati, yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Fitrah ini diberikan langsung oleh Sang Kuasa sehingga patut diberikan penghargaan kepada Ibu, melalui kemuliaan.
Jasa seorang ibu mungkin kita tak mampu membalas dengan cara apapun sampai akhir hayat hidup. Segala kasih sayang dalam bertindak nasehat, motivasi, dan doa selalu diberikan untuk diri kita sejak dalam kandungan sampai melahirkan. Tak kunjung sampai disitu, dewasapun ibu selalu memberikan kasih sayang kepada kita. Namun apakah kita sudah membalas semua kebaikan itu, walaupun hanya sekedar dengan ucapan yang lembut.
Teringat kisah di zaman Rasulullah, seorang pemuda yatim piatu yang selalu memuliakan ibunya. Dia Uwais Al Qarni yang diberi gelar sang penghuni langit.
Gelar tersebut disandang kepadanya karena ada alasannya. Pemuda tersebut sangat berbakti kepada ibunya. Dengan kondisi ibunya yang lumpuh dan terkena penyakit kusta, namun hal tersebut tak menjadi alasan untuk merawat dan menjaga ibunya.
Pemuda berasal dari Yaman tersebut, kegiatan harinya dicurahkan untuk merawat ibunya. Disisi lain Uwais harus bekerja sebagai pengembala kambing. Bahkan dengan rasa empati tingi yang dimiliknya, ia gunakan untuk membantu tetanggganya yang hidup dalam kesusahan.
Tak hanya sekedar merawat, ia juga memuliakan ibunya dengan selalu memenuhi permintaan tersebut. Pernah ketika uwais ingin menemui Rasulullah, ibunya merestui untuk pergi ke madinah dengan menyampaikan pesan kepadanya segera pulang dengan cepat. Ketika sampai di rumah Rasulullah SAW. Ternyata rasul tidak ada karena berada di medan perang. Mengingat pesan ibunya, diapun segera beranjak dari kediaman, karena teringat apa yang telah disampaikan kepadanya. Â
Ketaatan dia kepada ibunya juga terlihat pada saat menggendong ibunya yang ingin pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Dalam keadaan kekurangan, tak jadi alasan untuk tidak mengabulkan permintaan ibunya tersebut. Ia melatih fisiknya dengan menggendong lembu (sapi) dari dataran tinggi ke dataran rendah begitupun sebaliknya, hal itu dilakukan untuk melatih fisiknya selama delapan bulan.Akhirnya ia mampu menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah.
Sesungguhnya islam telah mengajarkan kita untuk tetap memuliakan seorang ibu. Dalam ketentuan Al-Qur-an "Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuamya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah beranjak dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang engkau ridhai. Dan berikanlah aku kebaikan yang akan erus mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada engkau, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim. (Q.S Al- Ahqaf: 15).
Dari Abu Hurairah ra mengatakan seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, "Ya Rasulullah siapakah orang yang berhak aku patuhi?" Rasulullah menjawab, "Ibumu. "Ia bertanya lagi, "kemudia siapa lagi? "Rasulullah menjawab Ibumu. Ia bertanya lagi, Kemudian siapa lagi? 'Rasulullah menjawab Ibumu. Ia bertanya lagi, "Kemudia siapa lagi?" Rasulullah menjawab "Ayahmu. (HR. Bukhari dan Muslim).