Mohon tunggu...
wisanggeni saja
wisanggeni saja Mohon Tunggu... -

pengelana jalanan, mencari sesuap nasi dari sepotong inspirasi, memimpikan Indonesia akan kembali jaya dengan filosofi Nusantara Raya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Papua Ada di Indonesia Mana Ka???

14 Juni 2010   13:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:33 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya cukup miris dengan curhat salah seorang teman jurnalis yang cukup lama menjalankan tugas di tanah Papua. Ia bercerita bahwa acapkali dalam acara jumpa pers dengan para aktivis yang memperjuangkan kemerdekaan Papua seringkali terlontar ucapan “Papua ada di Indonesia mana ka?”. Menurutnya, kalimat tersebut muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atas diskriminasi yang dialami masyarakat papua, seperti pelanggaran HAM, serta kesulitan memperoleh akses di bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan.

Awalnya saya dapat memaklumi ucapan tersebut sebagai bentuk luapan kekecewaan, namun dengan status Otsus yang disandang provinsi ujung timur Indonesia tentu ucapan “Papua ada di Indonesia mana ka?” akan terdengar sangat naïf. Terlebih lagi sudah 9 tahun Otsus diterapkan yang artinya sudah triliunan rupiah mengalir dari kas negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Kemana karinya dana Otsus???

Setelah melakukan observasi langsung selama kurang lebih 2 bulan berkeliling Jayapura, Abepura, Sentani, Wamena dan Timika, saya melihat ada sesuatu yang salah dengan keadaan di Papua. Gelontoran Otsus yang ber triliun rupiah rupanya tidak didistribusikan secara baik sehingga dalam pelaksanaan Otsus yang sudah mencapai 9 tahun ini, belum ada kemajuan signifikan yang dirasakan masyarakat Papua. Kemana larinya dana Otsus?Masih menurut teman jurnalis, dana Otsus lari ke kantong pejabat Papua. Saya tidak ingin menyebut namanya, namun teman jurnalis mengakui bahwa pejabat Papua tergolong sangat royal dalam “membelanjakan” dana otsus pada media, terlebih lagi wartawan. Tujuannya untuk mendapat ketenaran atau menghilangkan borok kejahatan. Dalam setiap sesi jumpa pers atau wawancara pribadi, teman saya mengakui bahwa dia bisa mendapat “angpau” berkisar 3-5 juta rupiah. Wow. Gila, pikir saya. Pantas saja, dari hasil browsing saya membaca berita bahwa Papua Corruption Watch (PCW) mensinyalir bahwa hampir semua Kepala Daerah di Papua terjangkit penyakit korupsi. Tidak bisa dipungkiri bahwa korupsi ternyata telah menggurita di tanah Papua. Bagaimana rakyat akan sejahtera jika dana tidak didistribusikan secara merata.

Saya tersenyum kecut saat mengetahui bahwa di papua saat ini sedang terjadi polemik terkait SK MRP No 14 Tahun 2009 yang mensyaratkan pasangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah harus Orang Asli Papua (OAP). SK ini diklaim sebagai kebijakan untuk memproteksi OAP. Jika boleh memberikan saran, kebijakan ini terlalu dipaksakan. Apakah sebuah jaminan jika pemimpin orang asli Papua maka masyarakat Papua akan juga sejahtera. Mengutip statement, antropolog Fenomenal yang terkenal dengan buku Gurita Cikeas, George Aditjondro: “Tidak ada jaminan, pemimpin asli Orang Papua akan mensejahterakan rakyat. Yang dibutuhkan Papua adalah pemimpin yang bersedia mengabdi pada rakyat”, ungkapan ini perlu direnungkan dan ditanamkan di sanubari rakyat Papua. Bukti kecil saja, 9 tahun pelaksanaan Otsus di tangan putra-putra terbaik Papua, tapi tetap saja dana lari entah kemana.

Omong-omong, melihat kengototan aktivis dalam memperjuangkan SK MRP yang secara tegas menolak kaum pendatang menjadi pemimpin di tanah Papua, statement di atas saya dapat kembalikan kepada mereka, “Papua ada di Indonesia mana ka”?

Salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun