Mohon tunggu...
Wisaksono Adhi
Wisaksono Adhi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Globalisasi Bersahabat di Negeriku

1 Desember 2020   18:40 Diperbarui: 1 Desember 2020   18:47 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(KSG14)

Perkembangan interaksi internasional saat ini semakin mudah. Perdagangan, pendidikan, industri, dan aspek-aspek kehidupan lainnya dapat dengan mudah mengalami interaksi dengan negara-negara lain. Saat ini batasan negara dapat ditembus dengan menggunakan dokumen-dokumen administrasi yang lengkap sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh negara tersebut. Warga suatu negara dapat dengan mudah membeli barang dari negara-negara lain hanya dengan smartphone. Produk-produk lain seperti lagu, film, dan produk - produk budaya lain dapat diakses dengan sangat mudah oleh penduduk di seluruh dunia tanpa ada batasan.

Hal itu sering disebut sebagai globalisasi. Baberapa pihak memandang globalisasi sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. 

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir.

Globalisasi tentu saja berdampak pada kehidupan manusia. Salah satu pengaruhnya adalah budaya. Produk-produk dari negara lain yang diproduksi dari budaya yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda secara budaya. Contohnya misalnya adalah cara berpakaian, masyarakat dalam konteks budaya tertentu yang kemudian membeli baju dan sering menggunakannya akan "tertular"dengan budaya berpakaian tersebut. Disisi lain hal tersebut dianggap sebagai serangan budaya yang harus dilawan. Bentuk pertahanan budaya tersebut disebut "cultural defence".

Cultural defence adalah bentuk pertahanan terhadap "serangan" budaya lain. Cultural defence ini terjadi ketika ada budaya yang dianggap mengancam dan akan "menyingkirkan" budaya aslinya. hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat bahwa budaya adalah produk asli masyarakat yang menjadi identitas suatu masyarakat tersebut. Ketika, budaya itu hilang maka identitas asli masyarakat juga akan hilang dan berganti dengan identitas baru dan budaya baru.

Hal itu menjadi salah satu ancaman terbesar dari globalisasi. Bebasnya perdagangan dunia, pertukaran produk intelektual, karya seni akan mungkin mem"blurkan" budaya asli jika kuantitas dan familiaritas budaya asing lebih banyak dari budaya aslinya.

Pemerintah memiliki peran yang sangat vital untuk melindungi budaya asli sebagai identitas duatu masyarakat aslinya. Pemerintah dapat membuat regulasi, program kerja untuk memprmosikan dan meningkatkan familiaritas budaya asli sehingga tetap terjaga bahan bisa dikenal di mancanegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun