Tak ada yang bisa diharapkan! Itu kesimpulan saya setelah mendengar rekaman percakapan para penegak hukum dengan Anggodo CS. Apalagi yang bisa diharapkan, jika seseorang yang sedang berperkara bisa masuk ke dalam rumah penegak hukum untuk berunding, menawar dan "membantu" mengarahkan suatu perkara sesuai keinginannya? Ini baru satu orang. Saya yakin jumlahnya tidak hanya satu. Jauh lebih banyak dari itu. Bahkan mungkin cara - cara seperti ini sudah biasa.
Kasus Urip dan Ayin tentu belum hilang dari memori masyarakat. Peristiwa pertama yang menohok keras wajah gedung bundar, membuat sang "Godzilla" meneteskan air mata. Lantas diucap janji - janji untuk membersihkan rumah budar itu dari para makelar kasus seperti Ayin, juga akan menertibkan para penertib hukum itu. Sebetulnya ragu hal itu bisa dilakukan. Namun tak ada pilihan, masyarakat kecil hanya melihat dan menunggu. Kini keraguan itu nyata. Nurani masyarakat kecil benar. Hatinya dikaruniai ketulusan laksana si bayi lemah tanpa dosa. Apapun alibinya, rekaman percakapan para pejabat kejaksaan, menggambarkan situasi relasi yang jauh lebih dekat dan dalam dengan para pihak yang berperkara.
Kepolisian yang sejak awal nampak bernafsu untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa pihaknyalah yang benar, sebetulnya telah dipukul telak. Para penyidik yang begitu vulgar menjual kedudukannya seharusnya mengendorkan nafsunya. Namun ternyata mereka sungguh mempunyai mental polisi yang luar biasa hebat. Walau sang komandan harus sedikit menunduk, mohon maaf secara tertutup, bahwa ada istilah yang salah yang digunakan "oknum" dari pihaknya, tapi dalam jumpa pers yang digelar tidak menunjukkan ketulusan bahwa ada yang salah. Wajahnya tetap menantang. Tatapannya tetap mencoba meyakinkan, pihaknya yang benar. Pongah! Dalam keterdesakan dan hujatan masyarakatpun mereka tak peduli. Mbeguguk makutho waton. Peribahasa Jawa yang paling tepat untuk menggambarkan ini. Bersikap nekad walaupun tak ada dasar yang tepat. Bahasa lainya mburog.
Melihat itu semua tampaknya memang tak ada yang bisa diharapkan. Jika orang - orang ini, yang saat ini mempunyai kuasa untuk membuat keputusan dan mempengaruhi masyarakat, di kepolisian maupun di kejaksaan masih berada pada posisinya. Maka satu - satunya jalan adalah SBY sebagai presiden harus berani melakukan tindakan Tumpes Kelor di kedua lembaga penegak hukum itu. Tumpes kelor adalah tindakan menghabisi atau membersihkan orang dan kelompoknya sampai ke akar - akarnya. Hanya itu yang bisa memberikan harapan bahwa kedepan akan ada harapan baru akan penegak hukum yang bersih dan berwibawa yang meletakkan sama bagi setiap warga negara di muka hukum. Dengan dukungan besar masyarakat presiden tidak perlu ragu - ragu. Tumpes Kelor pak BY!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H