Usai debat cawapres pada Minggu 17 Maret 2019, sejumlah isu mencuat dan meramaikan media dan media sosial. Isu debat yang manarik perhatian penulis adalah sektor pendidikan yang disampaikan oleh cawapres 02, Sandiaga Uno (Sandi). Â Â
Dua poin solusi pendidikan yang disinggung oleh Sandi yakni tentang guru hononer dan penghapusan Ujian Nasional.
Topik guru dalam debat  antara Sandi dan Ma'ruf Amin ini memacu penulis untuk memberikan respon.  Respon ini kemudian diekspansi  menjadi isu secara umum tetang kondisi guru di Indonesia.
Di luar wacana "kampanye", topik pembicaraan masyarakat tentang guru sedang lagi viral-viral-nya di media. Kecanggihan teknologi saat ini membuat pemberitaan tentang kasus yang mengarah kepada "pelecehan" guru sering muncul di media dan media sosial. Seperti halnya murid menantang guru di kelas untuk berkelahi, murid memukul guru dan bahkan orangtua murid memukul guru, dan kasus lainnya. Akibatnya, guru  menjadi profesi  yang sedang butuh "simpati" dari masyarakat luas.
Di lain hal, Â isu guru makin mencuat sehubungan dengan nasib guru hononer yang tak kunjung diselesaikan.
Diantara sekian banyak masyarakat yang simpati dengan kondisi guru. Sandi adalah salah satunya. Sehinngga menggangkat topik "guru" sebagai salah satu solusi masalah pendidikan di Indonesia saat ini. Hatur nuhun pisan Pak Sandi.
Walaupun dalam ideanya tersebut  hanya menyebutkan tentang permasalah terkait guru honorer. Namun, sebenarnya professi guru seutuhnya sangat perlu dibenahi di negeri ini. Seperti  tingkat kesejahteraan yang mencakup besaran gaji dan juga kompentensi guru.
Pemerintah harus  sigap menangani isu guru.Â
Status keprofesian  guru di negeri ini masih dipertanyakan. Meskipun sudah jelas undang-undangnya, yaitu UU No. 14 tahun 2005.
Terjadinya  "krimanalisasi" oleh sejumlah oknum terhadap guru. Ini membuktikan bahwa profesi guru dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat sehingga tidak mengapresiasinya dengan wajar.
Dari segi besaran gaji misalnya. Gaji guru tidak jauh berbeda dengan upah pekerja lain yang relatif  tidak memerlukan keterampilan khusus. Jika dihitung-hitung, ternyata besaran tidak lebih besar dari pekerjan-pekerjaan lain tersebut. Bahkan lebih rendah. Misalnya, kernek, pelayan, tukang bangunan dan pekerjaan lain yang belum  termasuk sebagai profesional.  Jadi, tidak salah jika masyarakat menganggap bahwa profesi guru adalah pekerjaan yang gampang. Â