Oleh: Wirda Salamatul Ulya, Nofa Khoiru Syifa, Marsya Zuhrufirramadani
Kesetaraan gender merupakan prinsip dasar yang mendukung perlakuan setara dan adil bagi semua orang tanpa melihat jenis kelamin. Dalam aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan dan peran sosial, kesetaraan gender berperan penting dalam menghapus diskriminasi yang sering kali membatasi kesempatan individu berdasarkan jenis kelamin mereka.
Kesetaraan gender bukan hanya tentang memberikan hak yang sama bagi semua orang, baik laki-laki ataupun perempuan tanpa memandang jenis kelamin. Dalam masyarakat, kesetaraan gender sering kali terlihat dalam pembagian kesenjangan upah, hingga keterwakilan dalam pengambilan keputusan.
Dalam kehidupan sehari-hari kesetaraan gender mencakup beberapa hal seperti pada bidang pekerjaan, semuanya baik laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan akses yang sama begitu juga dalam pendidikan, kesehatan. Bukan hanya menghilangkan ketidakadilan pada perempuan tetapi menghargai potensi setiap individu, pola masyarakat juga harus diubah menjadi lebih baik, sistem hukum menjadi lebih adil yang diharapkan akan membuka jalan kehidupan masyarakat menjadi adil dan sejahtera. Esai ini bertujuan untuk mengeksplorasi pentingnya kesetaraan gender dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkannya.
Dalam konteks pekerjaan, kesetaraan gender bukan hanya soal hak yang setara, tetapi juga tentang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu. Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, Bab III tentang Kesempatan dan Perlakuan yang Sama, Pasal 5 menyatakan: "Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh Pekerjaan". Ini menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas kesempatan yang setara dalam mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa memandang jenis kelamin, suku, ras, agama, atau aliran politik (Nuraeni and Lilin Suryono 2021).
Namun, stereotip gender masih menjadi penghalang. Banyak masyarakat beranggapan bahwa perempuan hanya cocok untuk pekerjaan tertentu, seperti pekerjaan rumah tangga atau sektor yang dianggap lembut. Misalnya, dalam industri teknologi, sering kali perempuan dipandang tidak memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, sehingga mereka jarang mendapatkan posisi strategis.
 Menurut laporan World Economic Forum (WEF) 2020, kesenjangan gender global mencapai 68,6%, dengan Indonesia berada di peringkat 85. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menunjukkan bahwa perempuan dalam posisi profesional hanya berkisar antara 35% hingga 55%, lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hambatan-hambatan ini menghalangi perempuan untuk mencapai posisi kepemimpinan dan memanfaatkan potensi mereka secara maksimal (Intan Baiduri et al. 2023). Contohnya, banyak perempuan yang memiliki kualifikasi tinggi namun tidak mendapatkan kesempatan untuk memimpin proyek penting dalam perusahaan.
Meskipun upaya menuju kesetaraan gender telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, ketimpangan gender masih menjadi tantangan besar dibanyak negara, termasuk dalam bidang pekerjaan dan pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah pandangan masyarakat yang meremehkan perempuan serta kurangnya dukungan cuti yang setara bagi semua karyawan. Hal ini menjadi penghambat utama bagi perempuan untuk berkompetisi di dunia kerja dengan setara.
Kesenjangan upah yang signifikan antara laki-laki dan perempuan masih menjadi masalah serius. Banyak perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, meskipun kualifikasi dan pengalaman mereka setara. Sebuah studi menemukan bahwa perempuan di Indonesia sering kali mendapatkan gaji yang 20-30% lebih rendah dibandingkan rekan laki-laki mereka di posisi yang sama. Hal ini menunjukkan perlunya perubahan dalam kebijakan perusahaan agar kesetaraan gender dapat terwujud. Contoh nyata ketimpangan dalam partisipasi angkatan kerja mempengaruhi pendapatan per kapita Selanjutnya, variabel ketimpangan gender yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita adalah TPAK perempuan. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa ketimpangan gender menghambat pertumbuhan ekonomi. Menambahkan bahwa rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja disebabkan oleh kecenderungan sebagian perempuan memilih untuk mengurus rumah tangga. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak dapat mencapai potensi maksimal, sehingga pendapatan per kapita pun tidak optimal. Ironisnya, rendahnya partisipasi perempuan dalam angkatan kerja diperburuk dengan kenyataan bahwa banyak perempuan yang bekerja tanpa menerima upah (Puspita Sari 2021).
Selain itu, perempuan sering kali menghadapi tantangan dalam mencapai posisi kepemimpinan. Masyarakat sering kali menganggap bahwa laki-laki lebih berkuasa dalam peran manajerial, yang mengakibatkan kurangnya perwakilan perempuan dalam posisi tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perlu menerapkan kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan, seperti program pelatihan kepemimpinan dan kebijakan promosi yang adil.