Makanan dan minuman (food and beverage) yang bersertifikasi halal pada saat ini telah menjadi suatu tren bagi konsumen. Kesadaran masyarakat akan hal ini didasari oleh kebutuhan syariah bagi umat muslim serta adanya kesadaran bahwa proses pencapaian sertifikasi halal harus melewati serangkaian tahapan yang berkaitan dengan kesehatan dan keamanan pangan. Pemerintah Indonesia telah memberikan fasilitas kepada masyarakat melalui kebijakan produk halal dan membentuk suatu badan yang bertugas untuk mengawasi dan mengontrol produk halal.
Pada tahun 2010, jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 209.120.000 juta atau sekitar 87,296% (globalreligiousfutures, 2010). Melihat jumlah yang cukup besar tersebut tentu menjadikan kebutuhan terhadap produk halal terutama makanan dan minuman cukup besar. Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi makanan halal tertinggi di dunia, terlihat dari nilai pengeluaran konsumsi Indonesia sebesar 154,9 US dollar. Akan tetapi sangat disayangkan dari besarnya jumlah umat muslim dan konsumsi produk halal dunia, Indonesia bukan merupakan negara pemasok produk halal terbesar dunia (Reuters & DinarStandard, 2016). Berdasarkan Top 10 Indicator Score Rank by Sector pada kategori Halal Food dalam The Global Islamic Economic Indicator (DinarStandard, 2020), Indonesia menempati peringkat keempat setelah Malaysia, Singapura, dan Uni Emirat Arab. Sedangkan di Asia Tenggara sendiri, Indonesia bersaing dengan beberapa negara, yakni Malaysia, Singapura, dan Brunei (DinarStandard, 2020). Pengadaan pangan yang memiliki sertifikasi halal bukanlah suatu hal yang mudah. Jaringan proses persiapan, pembuatan, penyimpanan serta pendistribusian produk menjadi serangkaian dalam pengkajian sertifikasi halal. Sehingga rantai pasokan harus dipastikan halal.
Sementara itu, pada awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan munculnya wabah virus Covid-19 yang tidak lama ditetapkan oleh World Health Organization sebagai pandemi. Seluruh negara di dunia terkena dampaknya, terutama dalam sektor perekonomian akibat serangkaian kebijakan social distancing yang diterapkan oleh pemerintah di berbagai negara guna menanggulangi pandemi ini. Selain itu, pada beberapa periode pemerintah juga menerapkan penguncian wilayah (lockdown) yang membatasi mobilitas masyarakat. Hal ini tentu berdampak pada industri dan pasar dalam negeri Indonesia terutama pada proses produksi dan distribusi. Selain itu, daya beli masyarakat juga menurun sehingga menyebabkan kerugian di berbagai sektor perekonomian, termasuk industri makanan dan minuman. Pada masa pandemi, masyarakat cenderung menghindari mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang dijual di pasaran, karena cemas dengan kebersihan dan keamanan dalam proses produksinya. Pelaku UMKM yang menjual produk makanan dan minuman tentunya mengalami kerugian akibat perubahan pola konsumsi masyarakat. Sertifikasi halal produk pangan untuk saat ini menjadi garda terdepan untuk melindungi para konsumen (Salindal et al., 2018). Tidak hanya untuk konsumen muslim, akan tetapi juga seluruh konsumen yang pada saat ini telah memiliki tingkat kewaspadaan lebih tinggi dengan kebersihan makanan serta dampaknya terhadap kesehatan tubuh (Viverita & Kusumastuti, 2017).
Sertifikat halal berperan penting dalam mendapatkan kepercayaan konsumen di masa pandemi saat ini, memperluas pemasaran serta meningkatkan penjualan perusahaan (Yunoset al., 2014). Selain itu, sertifikat halal menjadi sebuah cara strategis bagi perusahaan agar tetap mempertahankan konsumen, menjadi pembeda dengan perusahaan pesaing serta memberikan nilai tambah terhadap produk (Salindal et al., 2018). Menurut Perdana et al. (2018), label halal memiliki dampak positif terhadap peningkatan profit yang diterima perusahaan, karena tingkat kepercayaan konsumen bertambah seiring dengan adanya pencantuman label halal pada produk. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa sertifikat halal berperan penting bagi perusahaan. Selain menjaga kepercayaan terhadap konsumen, sertifikat halal juga memiliki pengaruh terhadap pendapatan atau profit suatu perusahaan. Akan tetapi, sebagian besar pelaku UMKM belum menyadari keuntungan dari sertifikat halal itu sendiri. Sertifikat halal saat ini masih dianggap hanya sebagai bentuk pemenuhan kewajiban dalam agama Islam, belum melihat dari segi peluang sertifikat halal yang mampu meningkatkan profit usaha. Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa kepemilikan sertifikat halal oleh sebuah perusahaan dapat mempengaruhi peningkatan perolehan pendapatan atau profit suatu usaha. Akan tetapi sebagian besar penelitian tersebut masih terfokus pada usaha skala besar, belum banyak penelitian yang membuktikan pengaruh sertifikat halal terhadap perolehan omzet Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H