Mohon tunggu...
wirda Lubis
wirda Lubis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kekuasaan dan Eksploitasi: Menanggapi Kasus Pengusaha Menyuruh Pelajar Bersujud dan Menggonggong

18 November 2024   21:09 Diperbarui: 18 November 2024   21:12 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Seorang pengusaha asal Surabaya yang juga merupakan orangtua siswa menjadi tersangka kasus perundungan.

Awal mulanya "tak terima anaknya diejek oleh sesama pelajar, pengusaha tersebut menyuruh pelajar untuk bersujud minta maaf dan menggonggong yang akhirnya menggegerkan masyarakat dan memicu berbagai reaksi dari banyak pihak. Tindakan ini sangat jelas kontroversial dan mencederai norma-norma etika, moralitas, dan hak asasi manusia. Dalam kasus ini, kita bisa melihat sejumlah persoalan yang mengarah pada perlakuan tidak manusiawi, penyalahgunaan kekuasaan, serta dampak psikologis terhadap korban, yakni pelajar yang terlibat.

Menurut penulis dalam konteks hubungan sosial, pengusaha tersebut jelas menunjukkan sikap yang tidak etis. Penggunaan otoritas untuk memaksa orang lain melakukan hal-hal yang merendahkan, seperti bersujud dan menggonggong, mencerminkan bahwa kekuatan ekonomi atau status sosial bisa dipergunakan untuk mengontrol dan mempermalukan orang lain. Pelajar yang seharusnya diperlakukan dengan rasa hormat dan diberi kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan yang aman dan kondusif, malah diperlakukan seperti objek yang tidak memiliki hak untuk menuntut perlakuan yang lebih baik.

Kalau dilihat dari inti permasalahannya dikarenakan seorang anak pengusaha yang diejek oleh temannya satu sekolah, sebenarnya kita sebagai orangtua harus pandai mengambil tindakan yang tepat dalam menghadapinya. Memang tidak salah kalau kita sebagai orangtua marah mengetahui anak kita diejek oleh orang lain akan tetapi masih banyak cara lain dalam menyelesaikan permasalahnnya dan jangan langsung mengikuti emosi yang sampai melewati batas kewajaran. Salah satunya kita cukup meminta kepada anak-anak itu dengan saling meminta maaf, dengan begitu kita mencontohkan sikap yang positif kepada anak-anak.

Pendidikan yang seharusnya menjadi wadah untuk mengembangkan potensi individu, membentuk karakter, serta mengajarkan nilai-nilai moral dan etika, justru bisa terancam dengan adanya contoh buruk seperti ini. Sebagai masyarakat, kita perlu mengingat bahwa Pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam ruang kelas, tetapi juga dalam interaksi sosial sehari-hari. Jika interaksi sosial tersebut dipenuhi dengan tindakan merendahkan, maka itu akan menghambat perkembangan karakter pelajar.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun