Wira Yaqin Pelas
Aktivis HMI dan Ketua SLA IV WALHI Aceh
Kata "urgensi" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti keharusan yang mendesak atau hal yang sangat penting. Dalam konteks ini, urgensi mengacu pada kebutuhan utama yang tidak dapat digantikan dengan hal lain yang bersifat sekunder.
Gayo Lues, dengan keindahan alamnya yang terdiri dari pegunungan seperti Ise-Ise hingga Putri Betung dan dikelilingi oleh Gunung Lauser, yang merupakan paru-paru dunia, menawarkan keasrian dan kesejukan. Air yang mengalir dari pegunungan menambah kesejukan wilayah ini. Masyarakat Gayo yang tinggal di Kabupaten Gayo Lues telah menyatu dengan alam sekitar, memanfaatkan sumber daya alam untuk kebutuhan sehari-hari mereka, seperti serai wangi dan nilam, yang telah lama memperkenalkan Gayo Lues ke wilayah lain.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, lingkungan di Gayo Lues mulai mengalami perubahan. Dulu, wilayah ini dikenal dengan kesuburan tanah dan udara yang sejuk, tetapi kini suara mesin mulai terdengar di berbagai sudut daerah tersebut. Seorang warga setempat, dalam sebuah percakapan, menyampaikan kekhawatirannya tentang kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik dan aktivitas penambangan yang mungkin akan terjadi. Perkataan ibu tersebut mencerminkan ketidakpastian masyarakat tentang dampak lingkungan dari potensi penambangan yang akan datang.
Kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas penambangan sangat wajar dan harus ditanggapi serius oleh semua pihak, baik pemerintah kabupaten, provinsi, maupun nasional. Data menunjukkan bahwa kebutuhan mendesak di Gayo Lues adalah pangan. Statistik menunjukkan bahwa 60,59% penduduk membelanjakan pendapatan mereka untuk makanan, dan asupan kalori per kapita menurun dari 79,6% pada tahun 2021 menjadi 69,95% pada tahun 2023. Ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap ketersediaan pangan.
Melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat peningkatan jumlah pekerja mandiri di Gayo Lues, yang menunjukkan potensi besar untuk pengembangan kewirausahaan. Sekitar 80,32% masyarakat bekerja di sektor informal, yang menandakan perlunya inovasi dan dukungan untuk mengembangkan potensi ini. Pertambangan bukanlah solusi yang tepat untuk Gayo Lues, terutama karena potensi kerusakan lingkungan yang besar. Kasus pencemaran akibat penambangan di berbagai tempat menunjukkan betapa seriusnya dampak negatif yang bisa ditimbulkan.
Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh Aspinall dan Sukmara (2019) menunjukkan bahwa penambangan emas di Poboya, Sulawesi Tengah, menyebabkan pencemaran merkuri di Sungai Poboya, yang berdampak pada kesehatan masyarakat setempat. Di Papua, penambangan di Tambang Grasberg menyebabkan pencemaran logam berat di Sungai Ajkwa, merusak ekosistem dan mengancam kehidupan masyarakat adat, menurut laporan Amnesty International (2018). Penelitian oleh Pratiwi et al. (2020) menunjukkan bahwa erosi tanah akibat penambangan timah di Pulau Bangka mengakibatkan penurunan kesuburan tanah dan peningkatan sedimentasi. Sembiring et al. (2017) juga mencatat dampak negatif penambangan nikel terhadap lahan pertanian di Sulawesi Selatan.
Maka dari itu, pendekatan yang lebih berkelanjutan adalah dengan memfokuskan pengembangan pada sektor pertanian, UMKM, dan jasa. Gayo Lues, yang terletak di wilayah Lauser yang merupakan paru-paru dunia, memiliki potensi untuk memanfaatkan sistem kredit karbon sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan. Pertanyaan pentingnya adalah apakah pemerintah daerah sudah mengetahui dan mempertimbangkan skema kredit karbon ini sebagai salah satu solusi untuk kesejahteraan masyarakat Gayo Lues tanpa merusak lingkungan.
Referensi:
Aspinall, E., & Sukmara, S. (2019). Environmental impacts of gold mining in Poboya, Central Sulawesi. Environmental Science & Technology.
Amnesty International. (2018). Tailing waste from Grasberg mine and its impact on local rivers. Amnesty International.