Diskusi lintas keberagaman bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Â Solidaritas Perempuan Aceh dan Flower Aceh (Jumat 19/01/24).
Diskusi gender selalu menjadi topik yang tak pernah usai, pada dasarnya sejarah panjang di Aceh perempuan sangat istimewa dimata masyarakat pada masa lampau. namun pergeseran budaya menuju patriarki mulai timbul ketika konflik berkepanjangan di Aceh, namun diskusi ini menjadi penting dan menjadi keharusan keterlibatan pemuda semakin menarik ketika issue ini dikaitkan antara perempuan dan lingkungan.
Hubungan antara kerusakan lingkungan dan keadilan bagi perempuan merupakan topik yang perlu mendapat perhatian di dunia saat ini. Degradasi lingkungan memberikan dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan, khususnya mereka yang berada di komunitas marginal, sehingga memperburuk ketidaksetaraan gender yang sudah ada. Diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan rumit antara kerusakan lingkungan dan keadilan bagi perempuan, menyoroti bagaimana perempuan menanggung beban terbesar dari kerusakan lingkungan dan mengadvokasi pendekatan yang lebih inklusif dan adil terhadap keadilan lingkungan.
Kerusakan lingkungan melanggengkan kesenjangan gender, karena perempuan adalah kelompok yang paling terkena dampak buruk degradasi lingkungan. Dengan mengenali dan mengatasi tantangan unik yang dihadapi perempuan, mendorong partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan, dan memastikan akses mereka terhadap sumber daya dan peluang, kita dapat berupaya mencapai keadilan lingkungan dan kesetaraan gender secara bersamaan.
Ketimpangan Dampak Kerusakan Lingkungan terhadap Perempuan:
Degradasi lingkungan, seperti penggundulan hutan, polusi, dan perubahan iklim, memberikan dampak yang berbeda terhadap perempuan dibandingkan laki-laki karena peran gender dan norma-norma sosial yang ada. Perempuan, khususnya di negara-negara berkembang, sangat bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian mereka, seperti pertanian dan pengumpulan air. Ketika sumber daya ini menjadi langka atau tercemar, perempuan menghadapi beban yang semakin besar dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, sehingga menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan stabilitas ekonomi.
Pengungsian dan Kerentanan:
Bencana lingkungan, termasuk banjir, kekeringan, dan peristiwa cuaca ekstrem, sering kali mengakibatkan pengungsian paksa. Perempuan, terutama mereka yang berada di komunitas marginal, lebih rentan terhadap pengungsian karena terbatasnya akses terhadap sumber daya, perlindungan sosial, dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Perempuan yang menjadi pengungsi menghadapi peningkatan risiko kekerasan berbasis gender, eksploitasi, dan hilangnya mata pencaharian, yang semakin memperdalam ketidaksetaraan gender.
Akses terhadap Sumber Daya dan Peluang:
Kerusakan lingkungan membatasi akses perempuan terhadap sumber daya penting seperti air bersih, energi, dan layanan kesehatan. Perempuan, khususnya di daerah pedesaan, menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mengumpulkan air dan bahan bakar, sehingga membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan pengembangan pribadi. Kurangnya akses terhadap sumber daya ini menghambat kemampuan mereka untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan melanggengkan kesenjangan gender.
Perempuan sebagai Agen Perubahan:
Meskipun perempuan terkena dampak kerusakan lingkungan secara tidak proporsional, perempuan memainkan peran penting dalam pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Gerakan akar rumput yang dipimpin perempuan berada di garis depan dalam mengadvokasi keadilan lingkungan dan meningkatkan kesadaran tentang interseksionalitas gender dan lingkungan. Memberdayakan perempuan sebagai agen perubahan melalui pendidikan, pelatihan, dan peluang kepemimpinan dapat berkontribusi pada kebijakan dan praktik lingkungan hidup yang lebih efektif dan inklusif.
Mendorong Keadilan Lingkungan yang Inklusif Gender:
Untuk mencapai keadilan lingkungan dan kesetaraan gender, penting untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam kebijakan lingkungan dan proses pengambilan keputusan. Pemerintah dan organisasi harus memprioritaskan keterlibatan perempuan dalam perencanaan lingkungan, pengelolaan sumber daya, serta strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Hal ini termasuk memastikan keterwakilan perempuan dalam badan pengambilan keputusan, menyediakan akses terhadap keuangan dan teknologi, serta mengakui dan menghargai pengetahuan dan praktik tradisional perempuan yang berkaitan dengan konservasi lingkungan.