Mohon tunggu...
Wira Yaqin Pelas
Wira Yaqin Pelas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Syiah Kuala

Alumni Pendidikan Geografi Universitas Syiah Kuala, Aceh. Alumni Sekolah Lingkungan Aceh WALHI Aceh. Jurnalis Online

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Bergaya Penjajah

29 Oktober 2023   09:00 Diperbarui: 29 Oktober 2023   09:06 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Istimewa Penulis (wira yaqin pelas, tempat Ilalang 17/8/23)

Sejenak saya mengecek kenangan di handphone sewaktu di Jogjakarta, Kebetulan pada itu saya baru menyelesaikan training lanjutan di suatu lembaga berbasis pada kemahasiswaan, sehingga masih dapat aura panas yang menggelar tak termakan oleh api tak hilang dengan air begitulah.

Hobby diskusi dan berbalas argumentasi tentang buku baru yang kami baca menjadi hobi baru yang menjadi virus positif di tanah Sultan. Hampir seminggu lebih saya dan teman TM Shandoya mengembara sudut Jogja, shopping buku menjadi kebahagiaan, mencari cari forum forum diskusi, kebetulan pada saat itu adalah sebuah surah buku rutin di salah satu asrama Aceh di Jogja. 

Pada kesempatan tersebut saya dan rekan saya terpacu untuk mengikuti pergelaran kata dari pemateri dan bersaut saut puisi ditengah surah buku tak lupa kopi saring khas Aceh terseduh (gratis) bagi setiap peserta. 

Namun ini bukan mengenai sapaan kopi namun sapaan puisi dari salah satu peserta surah buku yang berjudul seperti Belanda karya 67 penyair Indonesia. Puisi ini sangat menyentuh jiwa dan raga (bahasa lebaynya), puisi ini bentuk kritik terhadap mereka yang berada di jakarta yang luput akan tanah tanah yang ia perjuangkan dalam garis politik keras. 

Namun poin yang ingin saya sampaikan dalam gambar dan tulisan ini adalah bagaimana saya melihat tingginya jakarta dan landainya kita di daerah, oleh sebab itu saya berkesempatan bertatap muka dengan tokoh-tokoh terkemuka di ibu kota yang berasal dari Aceh salah satunya @fachrulrazimip, saya kebetulan di jakarta bercengkrama lama dengan beliau, saya juga baca buku beliau di jakarta serta bertukar tukar pikiran mengenai Aceh.

Pada suatu malam yang begitu melelahkan setelah beliau rapat di parlemen kami berdiskusi sangat intim sampai lupa waktu telah fajar, isi dalam diskusi kami mengenai kondisi saat ini dan prodiksi kedepannya, kebetulan saya juga ikut pendidikan idopolstratak ala beliau sehingga saya sering mengambil asumsi liat mengenai Aceh, banyak tokoh Aceh yang mengecam jakarta karena tindakan tak jauh seperti Belanda, memeras hasil bumi menyisakan abu penderitaan, sadarkah tokoh kita yang berada di Aceh tak luput dari bahasa kueh, saling senggol menyenggol satu sama lain, mengecam tanpa ada niatan saling membesarkan, sadar atau tidak sadar momen 2024 adalah momen milenial dinasti yang akan menduduki kursi kekuasaan. Anak-anak mantan dewan, bupati dll yang memiliki harta dan tahta yang orang orang potensial kedepan.

Masing-masing caleg saat ini sudah mempersiapkan penerus dinasti politik mereka, sehingga bahasa dari rakyat untuk rakyat itu bxxxxx , gmn mau jadi dari rakyat kalau ia selalu dapat fasilitas AC, mobil pergi kemana-mana tak lupa ada pengawal. Pada kesempatan tertentu memberikan jalan tol kepada generasi untuk mengisi hal hal tertentu berdasarkan kekuasaan.

Jadi sekarang parlemen harus satu pintu saling bahu membahu bukan masalah saling gengsi dan tokoh di daerah juga sering meninggi ego padahal ada misi yang menjadi dasar mereka untuk bergerak di jakarta yaitu Aceh.

Walaupun tulisan saya kali diluar konteks, namun saya sepakat bahwa gerakan pikiran (intelektual) harus dihidupkan, pada para penguasa yang gagal paham, harus segera berupaya mengerti apa yang diinginkan milenial, karena milenial kali ini menjadi referentasi dari rakyat saat ini. Ancaman bonus demografi semakin jelas, lantas milenial harus bagaimana mana

Menjadi apa memang bukan kita yang menentukan tapi menjadi siapa dan bagaimana itu kita yang tentukan, Aceh harus bangkit dan bersatu untuk membangun Aceh yang berkelanjutan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun