“Sudah 68 tahun Indonesia merdeka, namun baru kali ini kami merdeka.”
Begitulah sebuah perkataan dari Bapak Victor Tabalakashi, Kepala Desa Nuapin, yang membuat hati saya pilu sebagai rakyat Indonesia. Bila kebanyakan masyarakat kota menjerit karena mati lampu, warga desa Nuapin justru pada saat itu berteriak kegirangan ketika listrik masuk desa mereka.
Pelosok Desa NTT
Satu minggu diakhir bulan Juni, saya seorang mahasiswa yang sedang magang di organisasi kerjasama Indonesia-Jerman atau GIZ di bidang pengembangan listrik perdesaan, berkesempatan untuk mengunjungi sebuah proyek PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro)yang baru saja beroperasi di bulan Desember 2013.
[caption id="attachment_346871" align="aligncenter" width="328" caption="Mobil 4WD transportasi ke Desa Nuapin"][/caption]
Desa Nuapin terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang ibukotanya berjarak sekitar 2 jam dari Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari ibukota kabupaten saya bersama tim diharuskan menempuh perjalanan darat selama hampir lima jam menggunakan mobil bergardan ganda (four-wheel-drive). Jalanan terjal berliku dan penuh lubang membuat mobil biasa tidak dapat menempuh perjalanan ini. Tim kami harus mengitari sebuah gunung bernama Gunung Mutis, melewati tiga desa, dan iga hutan yang berbeda. Selama perjalanan kami melihat dari arah berlawanan melaju dengan pelannya mobil kap terbuka yang didesaki lebih dari delapan orang untuk membawa hasil tani mereka ke pasar di pinggiran kota.
[caption id="attachment_346884" align="aligncenter" width="358" caption="Tinjauan Teknis PLTMH di Desa Nuapin"]
Setelah melakukan tugas kami berupa pengecekan fasilitas PLTMH yang ada di desa ini, kami dipersilahkan untuk bermalam dan beristirahat di rumah Raja Desa Nuapin. Kebetulan pada saat itu raja sedang menghadiri suatu perayaan di desa tetangga sehingga kami disambut oleh keluarga raja dan warga desa setempat. Rumah raja sangat sederhana berdinding kayu, tidak terlalu besar, dan beralas tanah. Saya jadi sulit membayangkan seperti apa keadaan rumah para warga desa biasa di Desa Nuapin ini. Kamar mandi yang ada di belakang rumah hanya dibatasi bilik kayu setengah badan, tanpa atap ataupun pintu. Jamban yang masih sangat tradisional juga masih digunakan rakyat Nuapin untuk membuang hajat. Dinginnya sore hari di Desa Nuapin semakin mendorong saya untuk mengurungkan niat mandi dan menggantinya hanya dengan mencuci muka dan menggosok gigi.
Malam di Desa Nuapin sungguh dingin bukan kepalang. Suhu saat tengah malam bisa mencapai 12 derajat Celcius. Kami seolah sedang bermalam di Benua Eropa tetapi tanpa perapian dan selimut yang tebal. Tidur malam itu sungguh tidak nyenyak, berbaring di atas dipan kasur seadanya dan saya harus berganti-ganti posisi untuk menghangatkan bagian tubuh yang terasa seperti membeku. Biasanya pada saat seperti ini anak muda perkotaan mencoba menghibur diri dengan mengupdate status di media social atau curhat dengan teman menggunakan layanan chatting. Tetapi bagi warga Desa Nuapin jangankan facebook, twitter, line, ataupun bbm, sinyal untuk mengirim SMS atau menelpon pun enggan hadir di desa yang terletak di pedalaman NTT ini. Saya heran dengan warga desa yang masih bisa tidur nyenyak atau bahkan beberapa pemuda yang kuat melawan dingin berjalan jauh keluar rumah hanya demi menonton upacara pembukaan Piala Dunia 2014 di rumah salah satu warga yang telah membeli layanan TV khusus untuk Piala Dunia.
Walaupun listrik yang dihasilkan oleh PLTMH hanya mampu memberikan daya tidak lebih untuk satu televisi dan tiga buah lampu di tiap rumah, warga Desa Nuapin sudah sangat bersyukur dengan hadirnya PLTMH di desa mereka. Malam hari suasana menjadi lebih ramai dan warga pun dapat mengetahui perkembangan terbaru mengenai Piala Dunia Brazil dan Pilpres yang akan diadakan tanggal 9 Juli nantinya.
Mimpi Anak Nuapin
Pagi harinya saya menyempatkan diri mengunjungi SD Negeri Nuapin yang berjarak sekitar 200m dari balai desa. SD Negeri Nuapin harus berbagi halaman dengan SMP Negeri Nuapin. Bergabungnya dua jenjang sekolah yang berbeda tidak menjadikan mereka saling menjauhi. Mereka justru saling membaur selagi sekolah memberikan waktu luang untuk istirahat. Biasanya baik siswa SD maupun SMP akanbermain voli bersama di lapangan sekolah. Sama sekali tidak terlihat duka di wajah mereka. Semua menikmati waktu bermain sambil berlarian dan bercanda bersama. Ternyata di balik senyum dan tawa itu saya mendapat sebuah cerita dari seorang guru bahwa beberapa siswa SD Negeri Nuapin juga ada yang berasal dari desa seberang.
“Mereka jalan kaki dari pukul tiga atau empat pagi hari buta setiap hari supaya ketika sampai sekolah bisa istirahat setengah jam sebelum pelajaran dimulai,” ujar Pak Tyo, salah satu guru SD Negeri Nuapin.
Anak-anak Desa Nuapin sangatlah unik. Ketika melihat orang asing datang, mereka bergerombol penasaran tetapi ketika saya mencoba menghampiri balik mereka lari terbirit-birit seperti ketakutan melihat hantu. Saya tidak habis pikir, hingga datanglah seorang guru menjelaskan bahwa anak-anak desa ini memang sangat pemalu.
[caption id="attachment_346886" align="aligncenter" width="512" caption="Keluarga Besar SD Negeri Nuapin"]
Setelah kelelahan untuk memanggil anak-anak itu, akhirnya saya mendapat bantuan guru untuk mengumpulkan mereka semua. Mereka sangat gugup ketika saya tanyai tentang cita-cita mereka, seperti ada penghalang bagi mereka untuk bercita-cita lebih. Ketika sudah dipaksa oleh guru mereka, barulah mulai mengungkapkan cita-cita mereka. Di Antara mereka ada yang ingin menjadi guru, menjadi perawat, bahkan ada juga yang ingin menjadi polwan. Sungguh cita-cita mulia mengingat sedikitnya tenaga pengajar, medis, dan keamanan yang pernah menjamah desa ini, tetapi mereka ingin berangan-angan untuk menolong orang lain.
"Habis gelap terbitlah terang, terima kasih karna adanya PLTMH anak-anak Desa Nuapin kini bisa bermimpi," tutur Pak Tyo Guru SD Negeri Nuapin
Energi Terbarukan Harga Mati
Saya kembali teringat kisah ini dan berani menceritakannya ulang setelah hari Sabtu 5 Juli 2014 yang lalu saya menyaksikan debat Capres-Cawapres yang membahas tentang isu Pangan, Lingkungan, dan Energi. Energi terbarukan memang sudah seharusnya menjadi fokus kita. Selain ramah bagi lingkungan energi terbarukan juga mendorong kemandirian desa untuk ikut berkembang seperti perkotaan. Mengingat sulitnya akses listrik dari PLN untuk menjangkau daerah-daerah pelosok seperti Desa Nuapin, Pembangkit Listrik mulai dari tenaga surya, air, angin, dan biogas merupakan jalan keluar yang tepat.
Saya berharap peningkatan program energi terbarukan akan benar-benar didukung dan dilaksanakan oleh siapun nanti Presiden yang akan terpilih. Semoga makin banyak lagi anak-anak pelosok desa yang berani bermimpi untuk masa depan mereka.
Website: http://endev-indonesia.org/
Fb: Greenergy Indonesia
Twitter: @Grenergindo
Instagram: endevindonesia