Bahasa ke Dua
Bahasa inggris adalah bahasa internasional pertama di dunia, setelah mampu menggeser bahasa cina dari urutan pertama kala itu. kini bahasa inggris banyak dipuja orang, tak di kota ataupun di desa. Saya pribadi adalah seorang pelajar yang menyukai bahasa inggris, itulah mengapa di universitas ini saya mengambil jurusan bahasa inggris. Namun dalam mempelajari bahasa orang barat ini saya menjumpai kesulitan dalam grammar,tak hanya saya, teman-teman yang lain pun juga ada.
Saya heran akan hal ini, sudah belasan tahun saya belajar bahasa inggris, namun grammar pun juga tak kunjung benar. Lahh.. gimana, saat saya SMA, seorang guru berkata “berbicaralah terlebih dahulu, tak usah kau bingungkan masalah grammar, yang penting saling paham saja kalau berbicara, bule kadang juga tak pakai grammar waktu bicara ”.Saya sebagai siswa tentunya menurut saja, apalagi kala itu saya sedang mengikuti lomba debat bahasa inggris, jika saya hanya konsen pada tatanan grammar, saya bisa off melawan rival saya di debat.
Namun, kondisi yang saya alami sekarang berbeda. Ku temukan seorang dosen yang menyadarkan kutentang makna grammar sesungguhnya, terutama di bidang writting. Di saat saya membayangkan skripsi, sudah tentu penulisan saya harus benar, juga termasuk tatanan bahasanya. Terlebih lagi ketika bermimpi studi ke luar negeri, pastinya karya esai harus menggunakan tatanan bahasa yang benar. Darisini, ku sadari bahwa grammar tak pernah memaksa dan menyalahkan mu tapi kamu akan merasa bersalah saat meninggalkan grammar.
Hipotesis seorang Doktor dari amerika, Stephen Krashen yang dikenal dengan comprehensible input (i+1). Comprehensible input is that input which is slightly beyond the current level of competence of the language learner. If i is the language learner’s current level of competence in the foreign language, then i + 1 is the next immediate step along the development continuum. Therefore, if the goal is to assist the language learner progress in their task, it is essential to provide the student/learner with comprehensible input [i +1] (1982, 1985).
Untuk mempelajari bahasa memang tidak secara langsung bisa, butuh waktu yang tak sedikit, bahkan saya juga termasuk pribadi yang lamban mempelajari bahasa dengan berbagai kesalahn dalam grammar. +1 dalam comprehensible inputmempunyai arti nilai tambah dalam penguasaan bahasa kedua ketika kita mampu mampu berkembang lebih dari sebelumnya, bisa dari penguasaan grammar yang baik. Namun demikian, dalam mempelajari bahasa tidaklah sama dengan mempelajari ilmu matematika, fisika ataupun semacamnya. Mempelajari bahasa adalah sesuatu yang berhubungan dengan nilai seni, itulah mengapa saat belajar kita tidak terlalu pusing dengan rumus-rumus, karena bahasa berhubungan dengan kata-kata. Maka, jangan khawatir ketika memasuki jurusan bahasa, meski dengan kemampuan biasa, dengan seiring berjalannya waktu, kita pasti juga bisa.
Dr. Stephen krashen, A professor of Linguistics at the CUNY Graduate Center and the Linguistics Department of the University of Southern California, dalam video yang berjudul comprehensible input, beliau membagikan tips dalam pengajaran bahasa, dikatakan bahwa dalam berbahasa kita membutuhkan pemahaman. Kita mengerti apa yang orang sampaikan bukan bagaimana dia menyampaikan. Maka yang dibutuhkan dalam berbahasa adalah saling memahami, katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan, bisa menggunakan body language dan jangan terlalu cepat dalam berbicara, itu bisa membuat orang pusing dan tak ingin mendengarkanmu, cukup perlahan saja maka orang akan paham dan memberikan perhataian padamu.
Bahasa kedua adalah keterampilan lebih bagi orang asing yang menguasainya, bisa bahasa inggris, bahasa mandarin, bahasa jepang, bahasa arab dan bahasa-bahasa lainnya. Menguasai bahasa dari negeri lain merupakan kebahagian tersendiri bagi kita, tentunya. Apalagi yang dikuasai bahasa internasional, bahasa inggris. Banyak orang bilang jika kita mampu menguasai bahasa yang satu ini, kita akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Namun itu perspektif sebagaian orang, mungkin ada juga yang tidak mengatakan demikian.
Terlepas dari mudah atau tidaknya mendapatkan pekerjaan dengan menguasai bahasa kedua, bahasa inggris utamnaya, satu hal yang pasti bahasa kedua bisa memberikan warna tersendiri bagi pembelajarnya. Dengan disuguhkan berbagai hipotesis dari para pakar di dunia dan para pengajar bahasa di sekolah maupun di kampus adalah sesutau motivasi tersendiri, apalagi diceritakan tentang negara-negara di luar sana yang pastinya berhubungan dengan bahasa dan budaya, pastinya itu lebih menambah motivasi untuk mempelajari bahasa kedua.
Dalammempelajari bahasa kedua, kita perlu latihan secara kontinyu, jangan sampai berhenti pada tatanan grammar kita yang belum benar, kemudian kita tidak percaya diri dalam speaking. Bahasa kedua merupakan keterampilan yang dalam pengajarannya tidak memberikan pressure pada murid untuk cepat bisa menguasai bahasa kedua yang dipelajari. Melalui praktik secara kontinyu para pelajar akan bisa dengan sendirinya, hanya motivasi dan bimbingan yang mereka perlukan serta kesepahaman dalam kegiatan belajar dan mengajar di kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H