Ekses kehidupan sosial dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang terdiri beragam etnis dan agama akhir-akhir ini melahirkan gesekan negatif berupa konflik pertikaian, penyerangan dan perebutan wilayah. Adaptasi faham-faham globalisasi yang kurang sesuai membuat kesenjangan makin lebar. Oleh sebab itu solusi harus segera digagas demi mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Proyek penyiapan kader bangsa sebagai penerus peradaban adalah tindakan preventif terjadinya krisis sosial, sekaligus upaya mewujudkan kehidupan bangsa yang harmonis dalam keberagaman.
Pengantar
Terdiri dari 300 etnik dan enam kepercayaan agama, membuat tidak mudah melaksanakan upaya dalam menjaga kerukunan sosial di Indonesia. Keberagaman tersebut berjalan bersama dalam tata kehidupan bangsa. Masing-masing kelompok tersebut menjalankan aktivitasnya dan dari tiap kelompok menginginkan adanya pemenuhan Hak. Namun disayangkan dalam realita bangsa akhir-akhir ini ekses kehidupan sosial melahirkan gesekan negatif berupa pertikaian antar kelompok, perebutan wilayah, penyerangan terhadap kelompok lain dan perusakan fasilitas ibadah. Konflik tersebut mayoritas disebabkan oleh hilangnya nilai toleransi untuk saling menghargai, arogansi kelompok, dan keserakahan dalam pemenuhan Hak. Jika tidak segera digagas solusi dari pecahnya berbagai konflik tersebut maka cepat atau lambat akan terjadi dis-integrasi bangsa. Karena hal itu semua elemen bangsa wajib berperan untuk menggagas serta mengambil tindakan dalam menangani krisis kerukunan sosial tersebut.
Realita Permasalahan
Kasus konflik antar etnis akan menjadi luka bagi bangsa Indonesia jika tidak ada penyelesaian tuntas. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” hanya akan menjadi kalimat klise jika dalam kenyataannya bangsa ini belum mampu memprioritaskan kesatuan di atas arogansi kultural. Beberapa contoh kasuskonflik antar etnis yang terjadi di sekitar kita;
1.konflik yang terjadi antara etnis Madura dengan Banten di pasar Kramat Jati, Jakarta, tahun 2002. disebabkan karena perebutan kapling pekerjaan, saling ejek, dan kekerasan.
2.Konflik suku Madura dan Dayak di Sampit,Kalimantan, Februari 2001. Akar permasalahan kerusuhan Sampit adalah adanya kesenjangan sosial dan perbedaan pandangan.
3.Surakarta, Mei 1998, terjadi penjarahan, pengrusakan, pembakaran rumah dan toko, yang hampir seluruhnya milik warga etnis keturunan Cina. Beberapa faktor penyebabnya juga dikarenakan renggangnya jarak sosial.
Selain kasus konflik antar etnis, konflik antar agama pun tak terelakkan terjadi di dalam kehidupan berbangsa. Beberapa contoh kasuskonflik antar agama yang terjadi di sekitar kita;
1.Penusukan dua pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah Kota Bekasi, September 2010. Diindikasikan tragedi tersebut terkait dengan konflik pembangunan gereja ini. Warga sekitar diduga tak setuju adanya gereja di wilayah mereka.
2.Kasus terrorisme di Indonesia. Motif dari terorisme tersebut juga tidak jauh didasari atas nama Agama, yakni Islam. Target adalah tempat-tempat yang dirasa tidak sesuai dengan kaidah Islam ataupun hotel milik Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai musuh Muslim.
3.Konflik Poso pada akhir tahun 1998. Adanya penyerangan sekelompok warga asli yang beragama Kristen terhadap sekelompok masyarakat Islam yang mayoritas pendatang. Faktor penyebab konflik tersebut dikarenakan transformasi demografik adanya kelompok pendatang dan kesenjangan ekonomi.
Dari berbagai fakta diatas kita bisa menelaah beberapa faktor lahirnya konflik atar etnis dan agama di Indonesia. Pertama karena hilangnya nilai toleransi antar masyarakat. Hal tersebut muncul seiring dengan lunturnya nilai-nilailuhurketimuranbangsa Indonesia sebagai akibat globalisasi. Kedua karena munculnya sikap arogansi kelompok. Arogansi kelompok akhirnya memunculkan pemikiran bahwa kelompoknya yang paling benar. Fanatisme terhadap kelompok akhirnya menutup rasionalitas pemikiran dalam pengikut kelompok sehingga mereka cenderung akan membela kelompok atas dasar solidaritas tanpa memperdulikan yang salah dan benar. Ketiga adalah faktor keserakahan dalam pemenuhan hak. Hal ini dipicu adanya jurang kesenjangan sosial di bangsa ini yang semakin meningkat. Liberalisme turut bertanggung jawab terhadap terjadinya kondisi ini. Kebebasan melakukan kegiatan ekonomi diartikan dengan sebebas-bebasnya melakukan pemenuhan hak diri sendiri dan tanpa sadar telah mengurangi porsi hak milik kelompok masyarakat lain.
Pluralisme Agama, Liberalisme, dan Sekularisme bukan jawaban !
Realitas menunjukkan bahwa umatmanusiaterkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban. Jika cara berpikir, cara pandangterhadap sesuatu, nilai-nilaimoralitas suatu peradaban dimpor oleh atau diekspor kepada peradabanlain, maka akan mengakibatkan pergolakan pada salah satunya. Pada tingkat sosial akan mengakibatkan kekagetan budaya (culture shock) danpergolakan pemikiran, pada tingkat individu akan mengakibatkan kerancuan dan kebingungan konseptual. Dan pada tingkat peradaban akan mengakibatkan benturan peradaban (clash of civilization) atau lebih tepatnya benturan pandangan hidup (clash of worldview). Kenyataan terakhir, bangsa ini telah mengadaptasi pandangan barat dalam menyelesaikan krisis di bangsa sendiri. Yang paling popular diterapkan adalah Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme.
Pluralismeagamaadalahsuatupahamyangmengajarkanbahwasemuaagamaadalahsamadan karenanyakebenaran setiapagamaadalahrelatif. Setiappemelukagamatidakboleh mengklaimbahwahanyaagamanyasajayangbenar sedangkanagamayanglainsalah. Dalam kenyataannya masing-masing pandangan agama yang diakui di Indonesia tidak ada satupun yang sepakat bahwa kebenaran agama adalah relatif. Semua berpandangan bahwa agama yang diyakininya adalah yang paling benar dan membawanya pada keselamatan. Untuk mencegah perpecahan, nilai perbedaan ini tetap bisa diakomodir dengan tetap memakai nilai keyakinan agama. Setiap pandangan agama menyatakan bahwa tiap manusia dianjurkan untuk tetap bergaul dengan pemeluk keyakinan lain dan menghargai pluralitas. Namun dengan tidak mencampurkan masalah aqidah dan ibadah agamanya dengan agama lain. Sehingga jawaban atas konflik sosial bukan pluralisme agama, karena akan semakin mengikis nilai luhur keyakinan agama.
Liberalismeadalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasanadalah nilai politik yang utama. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam pemahaman liberalisme telah jelas bahwa nilai yang dibawanya tidak sesuai dengan sistem pemerintahan dalam UUD 45 dan keyakinan masyarakat Indonesia. Karena kebebasan perlu diatur agar tidak lahir jurang kesenjangan sosial. Pemerintah lah yang akan membatasi keinginan berlebihan dari kelompok-kelompok atau individu demi tetap menjaga terciptanya tatanan masyarakat sosial yang sejahtera secara merata. Sedangkan agama yang akan mengontrol hawa nafsu manusia dari segi rohani individual. Sekularismeadalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agamaatau kepercayaan. Sedangkan sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama. Agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesamamanusiadiaturhanyadenganberdasarkan kesepakatan sosial. Dari paparan tersebut Sekularisme secara konteks maupun subtantif tidak sesuai dengan paham pancasila. Dalam penyelenggaraan Negara Indonesia didasarkan atas nilai-nilai positif ketuhanan Yang Maha Esa. Karena setiap individu pelaksana organisasi Negara wajib menjunjung tinggi nilai positif ajaran agama dalam menjalankan proses kinerjanya demi tercapainya tujuan mulia sebuah Negara. Karena agama adalah asas dari seluruh sistem kehidupan berbangsa Indonesia.
Kaderisasi Generasi Muda Sebagai Investasi Bangsa
Penanganan secara reaktif pasca pecahnya konflik dan adaptasi nilai-nilai pandangan luar tidak akan efektif mengurai peliknya ekses permasalahan dalam tata kehidupan sosial bangsa yang heterogen. Cara yang paling efektif adalah penyiapan mental dan moral generasi muda sejak dini yang merupakan tindakan preventif munculnya ketimpangan sosial serta menjadi upaya penyiapan kader bangsa. Generasi muda dipandang sebagai aset sumber daya manusia untuk mengelola dan meneruskan kehidupan berbangsa di masa depan. Penanaman nilai kepada generasi muda bisa diibaratkan sebagai investasi terhadap aset bangsa. Jika investasi yang ditanamkan baik maka hasil yang diperoleh akan seperti diharapkan berupa terwujudnya tatanan kehidupan sosial yang kondusif serta kemajuan bangsa.
·Generasi muda sebagai middle class
Pertanyaan yang muncul adalah, “Mengapa solusi kaderisasi atau pembentukan mental di arahkan kepada generasi muda?”. Jawabannya karena generasi muda adalah elemen tengah bangsa sekaligus pemegang peranan paling strategis dalam kehidupan bernegara.Karena generasi muda adalah pewaris tanggung jawab dalam pembentukan peradaban bangsa masa depan. Dan karena generasi muda adalah kelompok kritis dan mampu memegang teguh idealisme kebenaran yang mereka yakini. Sehingga tanggung jawabNegara terhadap mereka adalah memberikan bekal moralitas dan pendidikan sebaik-baiknya. Adanya Kelompok mahasiswa diantara generasi muda tentunya akan menjadi pendorong strategis dalam pergerakan karena mereka memiliki pemahaman lebih terhadap kesadaran peran fungsinya. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
·Maksud dan nilai kaderisasi
Kaderisasi berarti proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, serta kehidupan bernegara. Kaderisasi generasi muda bertujuan untuk mendidik, menguatkan mental serta menanamkan nilai ideologi positif untuk membentuk generasi muda menjadi kader bangsa. Kader bangsa ini yang nantinya akan menjadi penjaga nilai-nilai luhur (guardian of value) yang telah ditanamkan untuk diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakatIndonesia yang heterogen. Sehingga mewujudkan peradaban bangsa yang harmonis dalam keberagaman sosialitas, kuat secara moralitas, serta mandiri. Nilai kaderisasi yang ditanamkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah nilai Ketuhanan dan Kebangsaan.
a.Nilai Ketuhanan/ Agama
Dalam konteks pembangunan kehidupan berkelanjutan, nilai ketuhanan dalam keyakinan agama dapat difungsikan sebagai medium untuk membangun manusia sehat (jasmani dan rohani). Agama memiliki kekuatan pembenar, pengontrol dan penyehat kehidupan, yaitu berfungsi antara lain sebagai: sumber motifasi, sumber inspirasi, dan sumber evaluasi pembangunan.
b.Nilai Kebangsaan
Meningkatkan pendidikan kewarganegaraan dengan mengembangkan danmenerapkanpendidikan kewarganegaraan yang kontekstual mencerahkan kembali secara berkelanjutan dan sistematis hak dan tanggung jawabsebagaiwarganegaradandalamketahananbangsa. Memberikan pemahaman intensif di semua lapisan generasi muda akan nilai-nilai wawasan nusantara sebagai semangat Integrasi dalam asas persatuan. Asas-asas persatuan tersebut adalah, satu kesatuan wilayah, satu kesatuan Negara, satu kesatuan budaya, dan satu kesatuan ekonomi.
·Aplikasi gerakan kaderisasi generasi muda berbasis nilai ketuhanan dan kebangsaaan
Gerakan pembentukan kaderisasi bangsa diterapkan secara terintegrasi dalam semua akses pembelajaran yang bisa di dapatkan oleh para generasi muda baik formal maupun informal. Secara formal, nilai ketuhanan dan kebangsaan diberikan di semua aspek sistem pendidikan. Nilai agama lebih intensif diberikan dalam konsep pelatihan maupun ekstrakurikuler yang diwajibkan di ikuti dalam lembaga pendidikan. Kurikulum perguruan tinggi yang saat ini sangat mengkuti permintaan pasar selayaknya digagas ulang. Karena mental kader yang terbentuk dari pembelajaran yang sangat formal dan eksak tersebut akan sarat dengan apatisme dan individualitas. Nilai kebangsaan diberikan dengan menumbuh suburkan kegiatan positif di lembaga pendidikan pada peringatan hari-hari besar Negara. Kegiatan seremonial dalam hari kemerdekaan, kebangkitan bangsa, sumpah pemuda, hari kartini, dan lainnya perlu digalakkan untuk membangun rasa kebanggan.
Dalam bidang non formal, nilai ketuhanan dan kebangsaan diberikan secara berkelanjutan dalam media informasi dan komunikasi. Termasuk mengontrol nilai tayangan telivisi yang saat ini kian memprihatinkan. Menggerakkan rumah ibadah untuk mengadakan kegiatan yang melibatkan kepemudaan. Mengagas sekolah-sekolah terbuka bagi anak yang tidak mampu. Aktifitas organisasi kepemudaan termasuk yang resmi atau tidak resmi perlu mendapat perhatian dan arahan. Kegiatan diarahkan berupa memperbanyak aktivitas sosial, penggalian karya, serta kretifitas untuk dapat diberdayakan.
Kesimpulan
Solusi atas konflik sosial bangsa Indonesia hanya bisa digagas oleh bangsa ini dan melalui usaha tangan kita sendiri. Globalisasi memang mebawa nilai positif, namun kita harus waspada terhadap asimilasi budaya luar terhadap bangsa ini. Faham-faham globalisasi yang di adaptasi belum tentu pas untuk perbaikan bahkan bisa menjadi menyesatkan. Penyiapan kader bangsa sebagai penerus peradaban merupakan sebuah keniscayaan. Melalui nilai ketuhanan dan kebangsaan yang ditanamkan pada generasi muda demi terwujudnya peradaban bangsa yang harmonis dalam keberagaman sosialitas, kuat secara moralitas, serta mandiri.
-Aditya Wiralaksana Putra-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H