Mohon tunggu...
Wira Krida
Wira Krida Mohon Tunggu... Apoteker - Praktisi Komunikasi dan Farmasi

Saya praktisi farmasi industri yang memiliki minat mendalam dalam berbagai aspek komunikasi. Sebagai seorang profesional di bidang farmasi industri, saya telah mengembangkan keahlian di sektor ini melalui pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus. Tidak hanya fokus pada pengembangan teknis dan operasional di industri farmasi, tetapi juga memahami pentingnya komunikasi dalam mendukung dan memperkuat keberhasilan organisasi. Dalam rangka memperluas pengetahuan di luar farmasi, saya memutuskan untuk menempuh pendidikan di bidang komunikasi. Saya meraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina pada tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen saya untuk memperdalam pemahaman tentang komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi digital, dua bidang yang semakin penting di era globalisasi dan transformasi digital. Saat ini, Saya sedang melanjutkan studi di bidang ilmu komunikasi di Universitas Sahid. Melalui studi ini, saya berharap dapat menggabungkan pengetahuan di sektor farmasi dengan pemahaman yang lebih luas tentang komunikasi, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam pengembangan industri farmasi, baik dari segi operasional maupun strategi komunikasi. Bidang minat utama saya meliputi farmasi industri, komunikasi organisasi, serta komunikasi digital, yang menjadi fokus utama untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Makan Bergizi Gratis: Kompleksitas di Balik Kebijakan Mulia Bagi Anak-Anak Kita

9 Januari 2025   13:59 Diperbarui: 9 Januari 2025   14:40 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA 

Pandahuluan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk di kalangan anak-anak usia sekolah. Program ini dirancang sebagai langkah strategis untuk memastikan setiap anak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi yang mendukung pertumbuhan fisik dan mental mereka.

Dalam implementasinya, MBG memberikan makanan gratis kepada siswa di sekolah, terutama di daerah yang rentan terhadap masalah gizi. Tujuannya tidak hanya untuk memperbaiki kondisi kesehatan anak-anak tetapi juga untuk mendukung konsentrasi belajar dan meningkatkan prestasi akademik.

Kebijakan ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah dalam membangun generasi muda yang sehat dan cerdas, yang pada akhirnya diharapkan mampu mendukung pembangunan nasional.

Meskipun MBG terlihat menjanjikan, pelaksanaannya menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Salah satu pertanyaan mendasar yang perlu diajukan adalah sejauh mana program ini mampu memenuhi tujuan mulianya tanpa mengabaikan dampak-dampak penyertanya yang mungkin timbul.

Misalnya, bagaimana program ini memengaruhi komunitas lokal, terutama penjual makanan di sekitar sekolah yang menggantungkan penghidupannya dari penjualan kepada siswa?

Selain itu, apakah pemerintah telah memastikan keterlibatan masyarakat lokal dalam perancangan dan pelaksanaan program ini, ataukah kebijakan ini dirumuskan secara sepihak tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan ekonomi masyarakat setempat? Tantangan-tantangan ini membuka ruang untuk analisis kritis terhadap kebijakan MBG, bukan untuk melemahkannya, tetapi untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar inklusif dan berkeadilan.

Sebagai warga masyarakat yang baik, kita perlu memandang kebijakan ini dari perspektif kritis, khususnya melalui pendekatan ilmu komunikasi. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk mengevaluasi bagaimana kebijakan MBG didesain, dilaksanakan, dan diterima oleh berbagai pihak yang terlibat.

Dalam konteks ini, paradigma kritis relevan karena fokusnya pada ketimpangan kekuasaan, dampak ekonomi, dan pelibatan komunitas lokal. Misalnya, program MBG cenderung dikelola secara top-down, dimana keputusan dibuat oleh pemerintah pusat tanpa dialog yang memadai dengan komunitas lokal. Ketimpangan ini dapat menciptakan masalah dalam pelaksanaan di lapangan, terutama jika kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat setempat.

Selain itu, dampak ekonomi terhadap penjual makanan di sekitar sekolah juga menjadi isu yang tidak bisa diabaikan. Penjual kecil yang sebelumnya menjadi bagian dari ekosistem ekonomi sekolah dapat kehilangan pendapatan karena siswa tidak lagi membeli makanan dari mereka. Kebijakan ini, jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi memperparah ketimpangan ekonomi di tingkat komunitas lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun