Mohon tunggu...
Wira Krida
Wira Krida Mohon Tunggu... Apoteker - Praktisi Komunikasi dan Farmasi

Saya praktisi farmasi industri yang memiliki minat mendalam dalam berbagai aspek komunikasi. Sebagai seorang profesional di bidang farmasi industri, saya telah mengembangkan keahlian di sektor ini melalui pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus. Tidak hanya fokus pada pengembangan teknis dan operasional di industri farmasi, tetapi juga memahami pentingnya komunikasi dalam mendukung dan memperkuat keberhasilan organisasi. Dalam rangka memperluas pengetahuan di luar farmasi, saya memutuskan untuk menempuh pendidikan di bidang komunikasi. Saya meraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina pada tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen saya untuk memperdalam pemahaman tentang komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi digital, dua bidang yang semakin penting di era globalisasi dan transformasi digital. Saat ini, Saya sedang melanjutkan studi di bidang ilmu komunikasi di Universitas Sahid. Melalui studi ini, saya berharap dapat menggabungkan pengetahuan di sektor farmasi dengan pemahaman yang lebih luas tentang komunikasi, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam pengembangan industri farmasi, baik dari segi operasional maupun strategi komunikasi. Bidang minat utama saya meliputi farmasi industri, komunikasi organisasi, serta komunikasi digital, yang menjadi fokus utama untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena FOMO dan Kemacetan Horor nan Mematikan di Perjalanan Menuju Tempat Wisata

18 September 2024   13:14 Diperbarui: 19 September 2024   15:37 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini tentu menambah tingkat kesulitan perjalanan, namun justru membuat pengalaman tersebut semakin dicari karena dianggap sebagai "petualangan tersendiri".

Anehnya, alih-alih menjauhkan wisatawan dari destinasi ini, cerita-cerita tentang kemacetan ini malah semakin menarik minat. Popularitas suatu destinasi wisata seolah semakin dikukuhkan ketika media sosial penuh dengan cerita perjuangan menuju tempat tersebut. Kemacetan dipandang sebagai bukti betapa populernya suatu tempat, dan bahwa berlibur ke sana adalah sebuah prestasi tersendiri.

Tinjauan Berdasarkan Teori Uses and Gratifications

Teori Uses and Gratifications yang dipopulerkan oleh Elihu Katz dan Jay G. Blumler pada 1970-an, menekankan bahwa audiens media bukanlah penerima pasif, melainkan pengguna aktif yang mencari kepuasan tertentu dari konten yang mereka konsumsi. Dalam konteks fenomena kemacetan di media sosial, ada beberapa aspek yang relevan untuk dianalisis:

- Kebutuhan Informasi: Pengguna media sosial mencari informasi mengenai kondisi terkini dari tempat wisata, termasuk kondisi lalu lintas, cuaca, dan seberapa padat lokasi tersebut.

- Kebutuhan Hiburan: Ironisnya, banyak orang justru merasa terhibur melihat postingan kemacetan parah. Bagi sebagian orang, melihat perjuangan orang lain dalam kemacetan dapat memberikan hiburan dan bahkan bahan lelucon.

- Kebutuhan Identitas Sosial: Dalam era digital, keikutsertaan dalam tren, termasuk tren liburan ke tempat yang ramai, menjadi salah satu bentuk identitas sosial. Orang-orang merasa perlu membuktikan bahwa mereka tidak ketinggalan dengan berlibur di tempat yang sedang viral, meskipun harus menghadapi kemacetan yang menyiksa.

Teori ini membantu kita memahami bahwa masyarakat memiliki motivasi tersendiri dalam mengonsumsi konten terkait kemacetan, yang pada akhirnya justru memperkuat ketertarikan mereka terhadap destinasi yang sedang populer.

Dampak dari Konten Kemacetan terhadap Perilaku Masyarakat dan Ekonomi

Dampak konten kemacetan terhadap perilaku masyarakat sangatlah nyata. Fenomena FOMO membuat orang semakin terdorong untuk berlibur ke tempat yang populer, meskipun mereka menyadari potensi kemacetan ekstrem. Hal ini memengaruhi bagaimana masyarakat merencanakan liburannya; mereka lebih memilih mengikuti arus tren dibandingkan menghindari keramaian.

Ada pula dampak sosial dan psikologis yang dapat timbul, termasuk kelelahan fisik akibat perjalanan panjang, hingga meningkatnya stres dan kecemasan selama terjebak dalam kemacetan. Pada kasus ekstrem, seperti yang terjadi di Puncak, kemacetan yang berlangsung selama 12-14 jam dapat menyebabkan korban jiwa akibat kondisi fisik yang memburuk. Di Bromo, meski kemacetan sering kali tidak memakan korban jiwa, wisatawan yang harus berjalan kaki berkilo-kilometer untuk menghindari kemacetan menghadapi tantangan fisik yang tidak ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun